(Menyimak satu tahun disahkan Perda Kota Jambi No.2 Tahun 2014)

Perda Pelacuran dan Implikasi

Kamis, 12 Februari 2015 - 21:54:16


ILUSTRASI
ILUSTRASI /

Oleh: Navarin Karim
 
Tidak terasa pada tanggal 16 Februari 2015 genap sudah satu tahun usia Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang pemberantasan pelacuran dan perbuatan asusila. Hal yang perlu dipertanyakan adalah sejauhmana implementasi Perda ini dan sudah efektifkah Perda tersebut, serta apa yang perlu dilakukan agar Perda ini, tidak seperti macam ompong yang hanya menjadi dokumen Lembaran Daerah Kota Jambi.

Lucunya, masyarakat awam beranggapan Perda ini hanya berlaku untuk para pelacur dan mucikari, dan tidak banyak yang tahu bahwa menyangkut juga persoalan pelanggaran susila. Perda ini, belum bisa diterapkan sepenuhnya dan Walikota belum bisa diminta pertanggungjawaban, perihal penutupan tempat pelacuran tersebut pada tahun 2014.

Hal ini sangat jelas, karena UU No 2 tahun 2014 baru ditetapkan pada tanggal 16 Februari 2014. Pada pasal 22 ayat 1 disebutkan paling lambat satu tahun, setelah berlakunya peraturan daerah ini, Walikota wajib menutup semua lokalisasi atau tempat pelacuran yang ada di kota Jambi. Pada  pasal 23 ayat 1 ditegaskan pula, bahwa Peraturan daerah ini mulai berlaku satu (1) tahun sejak tanggal diundangkan.

Kalau kita menyimak dan menghubungkan antara pasal 22 ayat (1) dan 23 ayat (1), maka Walikota, baru bisa diminta pertanggungjawaban tentang penutupan pelacuran ini, pada tanggal 17 Februari 2016. Jadi wajar saja jika setelah tempat pelacuran Pucuk diproklamirkan sudah ditutup Walikota secara resmi. Namun, masih ditemukan praktek mesum secara diam-diam di lokasi tersebut. Lain hal jika pada pasal 22 ayat (1) kata sebelum diganti dengan setelah, maka 17 Februari 2015 telah dapat kita mintakan pertanggungjawaban Walikota.
Implikasi dari peraturan. Pertama, karena peraturan ini tidak dikoordinasikan dengan dengan kabupaten terdekat, maka dampaknya para pelacur, seperti ayam kehilangan kandang eksodus ke kabupaten terdekat. Seperti Tanjab Barat, Muarojambi, dan mungkin juga Muaro Bungo.

Kedua, kalau kita cermati Peraturan daerah ini bukan hanya berkaitan dengan pelacuran, tetapi juga berkaitan dengan perbuatan asusila yang dapat berimplikasi kepada masyarakat luas. Sayangnya, dalam pasal-pasal yang ada tidak dicantum kewajiban Walikota dan jajarannya untuk melakukan sosialisasi. Pasal terakhir (pasal 23 ayat 2) hanya mencantumkan agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini, dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Jambi.

Pertanyaannya, apakah cukup hanya dicantumkan dalam Lembaran Daerah Kota Jambi, masyarakat kota dapat mengetahuinya. Artinya, setelah jadi Lembaran Daerah, paling hanya jadi dokumen yang tidak diketahui secara luas.
    
Pasal-Pasal Krusial  yang Perlu Disosialisasikan.
Pasal-Pasal yang berkaitan perbuatan asusila banyak yang belum  diketahui masyarakat luas seperti pemilik hotel, pemilik kos-kosan, pemilik rumah sewa,  pelajar SMP, SMA dan mahasiswa. Hal ini perlu segera disosialisasikan karena sanksi pidananya juga cukup berat dan  satu tahun lagi peraturan ini, sudah benar-benar harus sudah diimplementasikan. Sementara yang dapat terkena imbas Perda ini banyak yang belum mengetahui. Untuk diketahui pasal-pasal di luar pemberantasan pelacuran, yaitu berkaitan perbuatan asusila dapat penulis tampilkan sebagai berikut Pasal 5 setiap orang yang tidak terikat dalam pernikahan dilarang melakukan perbuatan cabul, dengan sesama orang tidak terikat dalam pernikahan.

Pasal 6 setiap orang yang tidak terikat dalam pernikahan dilarang melakukan hubungan seksual, dengan sesama orang yang tidak terikat pernikahan.

Pasal 7 setiap laki-laki dan perempuan yang tidak dalam ikatan pernikahan dilarang hidup bersama sebagaimana layaknya suami istri.
Pasal 8 setiap orang dan/atau badan dilarang (a) sengaja memberi bantuan untuk terjadinya tidak pidana pelacuran dan tidak pidana kesusilaaan. (b) Sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan, untuk terjadinya tidak pidana pelacuran dan tindak pidana kesusilaan.

Pasal 16 ayat (2) setiap orang yang melanggar dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 8 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 17 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dan huruf e, Pasal 3 dan Pasal 4 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 18 setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 8 dipidana dengan pidana paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banya Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Selain pasal yang sudah disebutkan diatas, sebenarnya masih banyak pasal-pasal penting yang perlu diketahui masyarakat.

Rekomendasi
Dalam tenggang waktu satu tahun ke depan tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka Pemerintah Kota Jambi melalui instansi terkaitnya harus segera melakukan sosialisasi terhadap Perda ini, secara intensive dan meluas.

(Penulis adalah Dosen tetap Fisipol Universitas Jambi)