Moment Agama Jadi Ajang Politik

Rabu, 27 Mei 2015 - 16:57:54


Pertarungan perebutan BH 1 Jambi pada pemilihan gubernur 9 Desember mendatang diprediksi bakal sengit. Pada foto terlihat kebersamaan bakal calon gubernur petahana Hasan Basri Agus (HBA) dengan Zumi Zola Zulkifli (ZZZ) yang sudah memastikan untuk menjadi rival pada pilkada mendatang.
Pertarungan perebutan BH 1 Jambi pada pemilihan gubernur 9 Desember mendatang diprediksi bakal sengit. Pada foto terlihat kebersamaan bakal calon gubernur petahana Hasan Basri Agus (HBA) dengan Zumi Zola Zulkifli (ZZZ) yang sudah memastikan untuk menjadi rival pada pilkada mendatang. /

Pengamat: Bisa Jadi Bumerang Bagi Kandidat

RADARJAMBI.CO.ID, KOTA JAMBI – Semakin dekatnya perhelatan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jambi 2015, kandidat bakal Calon Gubernur semakin intens menggelar sosialisasi di masyarakat. Berbagai momen penting turut dimanfaatkan kandidat maupun tim pemenangan turun ke tengah masyarakat. Seperti halnya saat ini moment perayaan Isra Mikraj dan semakin dekatnya bulan suci Ramadhan, kegiatan sosialisasi diyakini bakal semakin tinggi.

Pemanfaatan moment keagamaan ini menjadi kontroversi di masyarakat. Salah satunya, Agung warga Kota Jambi. Melalui media sosialnya, Agung mengecam pemanfaatan moment keagamaan dimanfaatkan sebagai ajang politik.

“Stop manfaatkan moment Isra Mikraj sebagai ajang politik” tulisnya di pesan jejaring sosial baru-baru ini. Tentunya, moment keagamaan diharapkannya tidak dimanfaatkan atau bahkan dicampuri oleh kepentingan politik.

Terpisah, pengamat politik dari Lembaga Survey Indonesia Korwil Sumatera Barat-Jambi, Edi Indrizal menilai pemanfaatan moment agama untuk kepentingan politik tak memberikan hasil yang maksimal. Bahkan menurutnya, bisa jadi malah menjadi bumerang bagi kandidat.

“Biasa kita temukan. Artinya berbagai macam moment di manfaatkan. Baik itu moment peringatan keagamaan, moment peringatan hari besar nasional misalnya. Maupun moment acara tradisional. Bahkan pemanfaatan ruang pun diberikan. Mulai dari kota hingga ke tingkat desa,” ujarnya saat dihubungi via telepon selulernya, kemarin (26/5) siang.

Hanya saja, lanjutnya, apakah pemanfaatan ini memberikan hasil bagi kandidat dalam meraih simpati dari masyarakat dan pemilih? Ini yang perlu menjadi pertimbangan kandidat. Sebab, lanjutnya, bila kandidat hanya memanfaatkan moment keagamaan untuk kepentingan politik namun sebelumnya tidak pernah terlibat di keagamaan, justru malah menjadi blunder.

“Masyarakat kita sekarang ini kan sudah pintar. Tau yang mana agenda politik. Mana yang agenda keagamaan murni. Artinya kalau orang-orang lama biasa hadir di masjid. Biasa dekat tokoh agama. Orang yang begitu, tentu meyakinkan mereka. Tapi kalau misalnya jauh sebelum Pilkada, jauh pula dari itu, kalau sudah dekat dengan Pilkada baru dekat dengan keagamaan. Artinya, tingkat pencitraan semu seperti itu justru blunder jadinya. Justru semakin membuat orang tidak simpati,” bebernya.

Pemanfaatan berbagai moment ini semakin didorong dengan peraturan perundangan yang memberikan waktu bagi kandidat turun sebelum diatur KPU. Edi menyebutkan, hal ini merupakan konsekuensi Undang-Undang Pilkada sekarang.

“Waktu yang bebas itu dimanfaatkan oleh kandidat. Tinggal efektifnya saja yaitu hingga bulan Juli. Setelah Juli, itu berbagai hal kontrolnya dari KPU. Pemanfaatan acara dibatasi. Kegiatan diatur jumlah dan lainnya. Artinya kandidat memang memanfaatkan moment dan waktu,” sambungnya.

Termasuk diantaranya dengan partai politik yang bakal agresif guna meningkatkan nilai tawar di Pilgub. Dimana parpol disebutkan bakal menunjukkan kekuatan dalam kontribusinya di pengusungan kandidat. Terlebih, hingga saat ini, kandidat yang bakal bertarung di Pilgub 2015 belum menentukan pendampingnya. Sehingga, dengan waktu yang tersisa kandidat Cagub, partai politik dan tim pemenangan bakal terus bersosialisasi hingga waktu yang ditentukan termasuk diantarannya memanfaatkan berbagai moment. (zou)