Modul Nusantara dan Toleransi Keberagaman  

Minggu, 10 Oktober 2021 - 21:46:48


 Meilisa Dwi Ervinda
Meilisa Dwi Ervinda /

Radarjambi.co.id-Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali menghadirkan inovasi pembelajaran toleransi di tingkat mahasiswa.

Inovasi tersebut melalui program Pertukaran Mahasiswa Merdeka-Dalam Negeri (PMM-DN) Kampus Merdeka dengan menghadirkan Modul Nusantara. Sebagaimana slogan

“Bertukar Sementara, Bermakna Selamanya” Modul Nusantara diharapkan dapat memupuk toleransi melalui barter informasi seputar perguruan tinggi penerima, asal daerah, adat istiadat yang belum pernah didapatkan.

Modul Nusantara yang awalnya dirancang luring dengan target mengunjungi tempat-tempat bersejarah di perguruan tinggi  penerima, kini harus banting setir menuju daring.

Meskipun demikian, tidak menyurutkan semangat belajar para mahasiswa dalam menggali pengetahuan. Namun, bagaimana kaitannya Modul Nusantara dengan toleransi?
 
Modul Nusantara

           Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki ragam budaya, etnis, agama dan bahasa, kini tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang plural, perbedaan justru berfungsi sebagai dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut.

Keberagaman inilah yang mendorong rasa toleransi menjadi akar dalam kehidupan masyarakat guna menanamkan rasa saling menghormati dan menghargai, sesuai dengan pesan Mohammad Hatta, pada sila pertama Pancasila

“Ketuhanan Yang Maha Esa” dapat menjadi dasar kita dalam memimpin cita-cita negara, Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lagi menghormati agama masing-masing, tapi membangun kebaikan dan kejujuran dalam persaudaraan.

Hakikat toleransi sendiri memberikan seseorang agar dapat mengekspresikan keyakinan, pandangan, kebiasan melalui wujud keseharian. Lantas apakah mahasiswa sudah benar-benar bertoleransi?

Haili Hassan, Direktur Riset Setara Institut menegaskan bahwa kasus Kebebasan Beragama-Berkeyakinan (KBB)  paling banyak di Indonesia adalah intoleransi dengan 62 kasus pada tahun 2020 (Kompas.com 6/4/20).

Padahal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi yang berasal dari kata toleran berarti sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Tidak heran jika pembelajaran berbasis toleransi digadang-gadang lebih melekat pada kawula muda.

Salah satu inovasinya yakni Modul Nusantara, berfokus menciptakan pemahaman komprehensif yang didesain melalui pembimbingan secara berurutan dan berulang.

Hal ini dimaksudkan dalam memaksimalkan ruang kegiatan antar mahasiswa, menambah pemahaman, dan pengendapan makna toleransi.

Tujuannya memperkenalkan kekayaan budaya Nusantara yang bersumber dari berbagai golongan, suku, ras, agama, dan kepercayaan.

Sebagaimana tertuang dalam Pedoman Modul Nusantara, ada empat jenis kegiatan:

(1) Kebhinekaan, dalam pandangan saya, kebhinekaan ini dapat memperkenalkan keberagaman Indonesia dari berbagai sisi yang diimplementasikan melalui kunjungan langsung (virtual) ke tempat sejarah seperti museum, tempat ibadah, dll.

Tidak hanya itu, setiap mahasiswa dapat mengenalkan asal daerahnya melalui kebhinekaan “Kenali Asalku” sehingga bisa bertukar cerita toleransi antar suku, ras, agama, dan kepercayaan dari daerah asalnya.

Seperti toleransi Suku Dayak, Suku Melayu, dan Suku Tionghoa yang hidup berdampingan di Kalimantan Barat;

(2) Inspirasi, dorongan tentang adanya inspirasi mahasiswa untuk membuka cakrawala bahwa Indonesia sangat beragam.

Hemat saya, mahasiswa dapat menggali motivasi dari kisah tokoh tersebut berbasis pengalaman dan interaksi sebagai pemersatu bangsa;

(3) Refleksi, menjadi proses perenungan atas pembelajaran yang didapat dari kegiatan kebhinekaan dan inspirasi, sehingga mahasiswa dapat termotivasi untuk lebih mencintai identitas dirinya sebagai warga negara Indonesia.

(4) Kontribusi Sosial, bertujuan untuk mahasiswa melakukan pengabdian kepada masyarakat baik secara mandiri maupun berkelompok guna menerapkan implementasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Sesuai dengan pernyataan Presiden keempat kita, KH. Abdurrahman Wahid, “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi besar rasa toleransinya

” Di sinilah mahasiswa yang berlaku sebagai agent of change dapat menularkan semangat toleransi guna memupuk keberagaman dari pengalamannya di ruang-ruang perjumpaan bersama mahasiswa lain dengan berbagai suku, ras, agama, dan kepercayaan, ke masyarakat sesuai landasan pembuatan Modul Nusantara.
 
Penulis: Meilisa Dwi Ervinda, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga; Peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Dalam Negeri (PMM-DN) Tahun 2021.