Fisika tak Kalah Penting Dibandingkan Coding

Posted on 2025-08-23 11:26:22 dibaca 161 kali

Radarjambi.co.id-Di tengah semangat global untuk menguasai keterampilan digital, belajar coding menjadi tren besar. Berbagai kursus daring menjanjikan pekerjaan impian hanya dalam hitungan bulan.

Banyak anak muda dan orang tua berlomba-lomba memilih program studi yang menawarkan keterampilan instan.

Di tengah situasi itu, pernyataan dari tiga tokoh teknologi dunia seakan menjadi angin segar yang mengajak kita kembali berpikir mendasar bahwa coding bukanlah segalanya.

Jensen Huang, CEO NVIDIA, dalam wawancara di Beijing pada Juli 2025, ditanya,

“Jika Anda berusia 22 tahun dan baru lulus sekarang, apa yang akan Anda pelajari?” Ia menjawab tegas: Fisika. Bukan coding, bukan pula kecerdasan buatan, tapi ilmu yang menjadi dasar dari semua teknologi tersebut.

Menurut Huang, gelombang besar selanjutnya dalam teknologi adalah ketika AI berinteraksi langsung dengan dunia nyata. Di sinilah konsep Fisika mengambil peran penting khususnya dalam memahami gesekan, inersia, gravitasi, termodinamika, fluida, elektrodinamika, sampai kuantum. Tanpa Fisika, kita hanya mengeksplorasi teknologi di permukaan.

Pernyataan ini diamini oleh Elon Musk, tokoh teknologi paling ikonik saat ini. Ia hanya menuliskan dua kata dalam tanggapan atas pernyataan Pavel Durov yaitu “Physics (with math).” Dua kata yang padat makna.

Bagi Elon Musk, seluruh pendekatannya dalam membangun roket, mobil listrik, dan jaringan satelit didasarkan pada prinsip fisika dan matematika yang mendalam.

Ia selalu menekankan pentingnya first principles thinking yaitu cara berpikir khas fisikawan yang membongkar masalah hingga akar-akarnya sebelum membangun solusi dari nol.

Sementara itu, Pavel Durov, pendiri Telegram, mengemukakan pandangan senada. Dalam unggahan media sosialnya, ia menyarankan anak muda untuk memilih

Matematika sebagai bidang utama. Bagi Pavel Durov, Matematika bukan hanya angka, tetapi struktur berpikir yang tajam, sistematis, dan fleksibel. Matematika dapat dipahami sebagai alat berpikir untuk membangun ide besar, bukan sekadar alat hitung.

Tiga tokoh ini, dari latar belakang dan produk teknologi yang berbeda, menyampaikan pesan yang sama. Kita tidak cukup hanya belajar perangkat. Kita perlu juga memahami prinsip dasar semua perangkat tersebut.

Coding hanyalah alat. Fisika dan Matematika adalah bahasa fundamental yang memungkinkan alat-alat tersebut dapat dimengerti, dimodifikasi, dan ditransformasikan.

Namun, realitas pendidikan kita saat ini menunjukkan arah yang berlawanan. Minat terhadap Program Studi Fisika, Pendidikan Fisika, Matematika, dan Pendidikan Matematika menurun dari tahun ke tahun.

Banyak siswa SMA menghindari jurusan ini karena dianggap terlalu sulit, terlalu teoretis, dan tidak menjanjikan pekerjaan. Sebaliknya, program-program teknik informatika dan bisnis digital mengalami lonjakan peminat.

Data dari BPS pada Februari 2025 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka mencapai 4,76% dengan lebih dari 7 juta orang menganggur, meskipun itu disebut sebagai angka terendah sejak 1997.

Masalah sebenarnya bukan hanya pengangguran, tapi ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dan kebutuhan jangka panjang dunia kerja. Banyak lulusan cepat kerja, tapi cepat pula tergantikan.

Mereka tidak dibekali kemampuan berpikir konseptual yang dibutuhkan dalam perubahan besar yang tengah berlangsung, khususnya dalam era otomatisasi dan kecerdasan buatan.

Yang mengkhawatirkan adalah banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang hanya memiliki kemampuan mengoperasikan alat, bukan memahami cara kerja sistem.

Mereka mampu mengikuti instruksi, tetapi tidak mampu membangun model baru yang mengarah ke inovasi. Mereka dapat menjalankan program, tapi kesulitan menjawab kenapa program itu bekerja. Di sinilah kekuatan ilmu dasar seharusnya diberi tempat yang lebih tinggi.

Lebih dari seratus tahun lalu, Joseph John Thomson, peraih Nobel Fisika dan penemu elektron, telah menyampaikan pandangan yang relevan hingga kini.

Dalam salah satu ceramah terkenalnya, ia berkata bahwa “Penelitian dalam ilmu terapan mungkin akan membawa reformasi, peningkatan dari sistem lama. Tapi penelitian dalam ilmu dasar (pure science) melahirkan revolusi.

Dan revolusi, baik politik maupun industri, sangat menguntungkan jika Anda berada di pihak yang memenangkannya.”

Thomson menegaskan bahwa ilmu terapan memperbaiki hal yang sudah ada, membuat sesuatu menjadi lebih baik, lebih cepat, atau lebih murah.

Tapi ilmu dasar membuka cara baru dalam melihat dunia. Penemuan elektron bukanlah hasil dari permintaan pasar, tetapi dari rasa ingin tahu yang mendalam.

Dan dari elektronlah lahir revolusi elektronik termasuk radio, televisi, komputer, internet, bahkan ponsel yang kita genggam sekarang.

Kita telah melihat dalam sejarah bahwa inovasi sejati lahir dari pemahaman mendalam terhadap ilmu dasar.

Teknologi GPS tidak mungkin muncul tanpa teori relativitas dari Einstein. Mesin MRI dalam dunia kedokteran tidak mungkin ada tanpa pemahaman medan magnet dan resonansi, semua bagian dari fisika.

Lalu mengapa ilmu dasar diabaikan? Salah satunya adalah penjenamaan (branding). Coding dipasarkan sebagai jalan pintas menuju karier yang menjanjikan.

Fisika dan Matematika dicitrakan sebagai dunia penuh persamaan rumit dan pekerjaan yang terbatas di ruang laboratorium atau sekolah.

Sudah saatnya kita membalik narasi itu. Fisika adalah science of change yaitu ilmu yang menjelaskan mekanisme segala sesuatu bergerak, berubah, dan bereaksi.

Matematika adalah the language of pattern yaitu bahasa universal yang digunakan untuk merumuskan, memprediksi, dan mengendalikan sistem.

Dua bidang ini bukan sekadar mata kuliah, melainkan keterampilan hidup. Fisika dan Matematika membentuk cara berpikir yang memungkinkan seseorang menjadi problem solver lintas bidang, dari energi hingga kecerdasan buatan, dari pendidikan hingga keuangan.

Kita akan melihat anak muda memilih bidang ini bukan karena terpaksa, tetapi karena merasa tertantang dan relevan. Program studi bisa bertransformasi dengan menampilkan keterkaitan antara Fisika dan Pendidikan Fisika dengan game design, antara Matematika dengan fintech, atau antara keduanya dengan teknologi antariksa. Bukan menyederhanakan materinya, tapi mengaitkan konsep besarnya dengan kehidupan nyata atau kontekstual.

Kita juga perlu menyadarkan bahwa dalam dunia yang makin dikuasai oleh otomatisasi dan kecerdasan buatan, pekerjaan yang hanya bersifat teknis dan rutin akan mudah digantikan.

Tapi pekerjaan yang melibatkan penalaran mendalam, pemodelan, eksperimentasi, dan berpikir sistemik justru akan semakin dicari. Dan itu adalah wilayah kerja utama para pemikir Fisika dan Matematika.

Bukan berarti coding tidak penting. Tapi coding tanpa pemahaman tentang struktur data, logika sistem, dan model fisik hanyalah keterampilan mekanis.

Coding yang kreatif dan inovatif justru membutuhkan penguasaan prinsip-prinsip ilmiah dan matematis. Dalam jangka panjang, mereka yang akan bertahan dan memimpin adalah mereka yang memahami konsep, bukan hanya mengoperasikan.

Kini saatnya kita mengembalikan marwah ilmu dasar. Menjadikan Fisika dan Matematika sebagai fondasi bukan hanya pendidikan, tapi juga pembangunan bangsa. Cloude Cohen-Tannoudji, peraih hadiah Nobel Fisika 1997, menegaskan bahwa penemuan baru di bidang sains akan mengubah pandangan umat manusia terhadap dunia. Fisika sebagai bagian dari sains, tidak hanya menjelaskan mekanisme sesuatu bergerak, tapi juga perubahan dunia melalui pemahaman alam secara menyeluruh.

Matematika adalah struktur logika, pola, dan keajegan yang menopang sains, ekonomi, dan teknologi. Keduanya bukan sekadar bidang akademik, melainkan pondasi dari peradaban manusia modern. Fisika dan Matematika bukan hanya mendefinisikan sains, tetapi membentuk cara manusia hidup, bekerja, dan bermasyarakat.

Maka ketika kita bicara soal pendidikan tinggi yang berdampak, kita tidak bisa mengesampingkan ilmu dasar. Justru di sinilah kampus membangun dampak jangka panjang yang melampaui zaman. Kementerian Pendidikan Tinggi mendorong visi “kampus berdampak”, yaitu perguruan tinggi yang menjawab kebutuhan masyarakat dan membentuk masa depan bangsa.

Namun, dampak bukan hanya tampak pada jumlah mahasiswa terserap industri atau jumlah startup yang lahir. Dampak juga hadir dalam bentuk kapasitas bangsa untuk berpikir mandiri, mengembangkan teknologi sendiri, dan memahami persoalan secara konseptual.

Di titik ini, Fisika dan Matematika memainkan peran penting: sebagai the silent forces yang menggerakkan revolusi teknologi dan transformasi sosial.

Kampus yang berdampak adalah kampus yang tidak hanya memproduksi lulusan siap pakai, tetapi juga pemikir dan penemu. Mereka yang bukan hanya mampu bekerja dalam sistem, tetapi juga membangun sistem baru.

Dan mereka itu lahir dari proses berpikir mendalam yang ditumbuhkan lewat Pendidikan Fisika, Fisika, dan Matematika yang kuat dan relevan.

Maka tugas kita hari ini bukan hanya menyelamatkan Fisika dan Matematika dari penurunan minat, tetapi memposisikannya sebagai poros dari cita-cita dari negara besar yaitu membangun bangsa berdaya pikir, berdaya cipta, dan berdampak nyata.

Kini saatnya membangun kembali semangat belajar bukan karena mudah dan cepat, tapi karena perlu pemahaman agar berdampak.(*)

 

 

Penulis :  Yudhiakto Pramudya

Copyright 2018 Radarjambi.co.id

Alamat: Jl. Kol. Amir Hamzah No. 35 RT. 22 Kelurahan Selamat Kecamatan Danau Sipin Kota Jambi, Jambi.

Telpon: (0741) 668844 / 081366282955/ 085377131818

E-Mail: radarjambi12@gmail.co.id