RADARJAMBI.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan sektor perbankan Indonesia tetap menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah dinamika perekonomian dan politik global. Kinerja industri perbankan diproyeksikan stabil meski pertumbuhan kredit mengalami perlambatan seiring siklus ekonomi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan pada Juli 2025 kredit perbankan masih tumbuh solid sebesar 7,03 persen (yoy). Kualitas aset pun terjaga dengan rasio kredit bermasalah (NPL) sebesar 2,28 persen dan Loan at Risk (LaR) menurun menjadi 9,68 persen. Pertumbuhan kredit terutama didorong sektor berbasis ekspor seperti pertambangan, perkebunan, transportasi, industri, dan jasa sosial.
Dana Pihak Ketiga (DPK) per Juli 2025 tumbuh 7 persen (yoy) sehingga menopang penguatan likuiditas perbankan. Rasio likuiditas AL/NCD dan AL/DPK masing-masing tercatat 119,43 persen dan 27,08 persen, jauh di atas ambang batas 50 persen dan 10 persen. Sementara itu, permodalan bank tetap solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) tinggi sebesar 25,81 persen. Kondisi ini mencerminkan kesiapan perbankan menyerap potensi risiko, terutama di tengah ketidakpastian global.
Seiring penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 5 persen per 20 Agustus 2025, rata-rata suku bunga kredit rupiah juga turun 7 bps dibanding tahun lalu. OJK menilai ruang penurunan masih terbuka sejalan dengan tren global, namun sangat bergantung pada struktur biaya dana masing-masing bank. Oleh karena itu, bank diminta mengelola strategi pendanaan dengan meningkatkan porsi dana murah agar tercipta ruang penurunan bunga kredit yang lebih signifikan.
OJK juga mengimbau bank untuk menyesuaikan bunga kredit secara bertahap, menjaga transparansi, serta melindungi konsumen. Meski Rencana Bisnis Bank (RBB) 2025 direvisi lebih konservatif, OJK memproyeksikan kinerja industri perbankan tetap stabil. Bank dinilai tetap berhati-hati menyalurkan kredit, terutama pada segmen berisiko tinggi, namun ekspansif pada sektor yang menopang pertumbuhan ekonomi.
Hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan (SBPO) triwulan III-2025 juga menunjukkan optimisme. Bank memperkirakan pertumbuhan DPK dan penyaluran kredit akan mendongkrak laba serta memperkuat permodalan, sejalan dengan membaiknya kondisi makroekonomi domestik. Optimisme itu juga didukung penurunan BI Rate yang menurunkan biaya kredit sehingga berpotensi meningkatkan permintaan debitur.
Pada semester I-2025, perekonomian global tertekan oleh perang dagang dan ketegangan geopolitik. Namun, kondisi mulai membaik setelah Amerika Serikat dan sejumlah negara mitra menurunkan tarif impor, termasuk menjadi 19 persen untuk Indonesia. International Monetary Fund (IMF) kemudian merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 3 persen, dan Indonesia diperkirakan tumbuh 4,8 persen pada 2025–2026.
Di dalam negeri, PDB kuartal II-2025 tercatat tumbuh 5,12 persen (yoy), melampaui perkiraan 4,8 persen. Indeks Keyakinan Konsumen berada di level optimis 118,1, surplus perdagangan berlanjut, dan cadangan devisa terjaga tinggi.
OJK menegaskan akan terus memantau potensi gangguan terhadap stabilitas sistem perbankan serta menjaga kepercayaan publik, dengan berkoordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). “Perbankan nasional harus adaptif dan inovatif menghadapi dinamika makroekonomi, agar dapat terus mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkesinambungan,” pungkas Dian. (*)