Oleh: Sri Wulan Handayani SE
Dalam melaksanakan pembangunan nasional segenap kemampuan modal dan potensi Negara, harus dikembangkan dan dimanfaatkan dengan sebijak mungkin, guna membantu, membimbing dan meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan yang lebih bagi masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang konkrit dan strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja. Data BPS Nasional tahun 2008 menyebutkan bahwa sektor UKM dapat menyerap 97,24 persen, dari total angkatan kerja yang bekerja atau sebanyak 91 juta orang.
Kontribusi UKM dalam Produk Domestik Bruto (PDB) juga cukup signifikan, yakni sebesar 57,94 persen, dari total PDB. Khusus di Kota Jambi, pada tahun 2012 tercatat jumlah Koperasi sebanyak 745 Koperasi dan jumlah UMKM sebanyak 12.000 UMKM (Ismawan, Bulletin Pemkot Jambi 2012).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) sebagai sebuah program yang digerakkan oleh masyarakat, memberikan solusi temporer dalam mendukung aspek pendanaan bagi usaha mikro, dan masyarakat berpenghasilan rendah, dengan melalui kegiatan ekonomi, berupa pinjaman bergulir. Yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro melalui pendekatan kelompok yang disebut dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Sejalan dengan bergulirnya waktu, kondisi nyata bahwa banyak KSM-KSM yang tidak berlanjut setelah melakukan pinjaman selama 4 periode di PNPM-MP, karena terbentur dengan adanya birokrasi dan sistem agunan, serta bunga yang tinggi guna mendapatkan pinjaman ke Bank Konvensional yang lebih besar lagi.
Sulitnya akses tersebut, memudarkan harapan dan semangat KSM-KSM guna berkembang. Permasalahan keterbatasan akses pembiayaan ini merupakan menjadi masalah nasional, yang menghambat laju pelaku usaha mikro untuk berkembang. Selain itu, permasalahan yang lain dihadapi oleh usaha mikro, adalah manajemen usaha, kualitas sumber daya manusia, skala dan teknik produksi.
Selain program reguler berupa pinjaman bergulir, PNPM-MP juga melaksanakan program Peningkatan Penghasilan Masyarakat berbasis Komunitas (PPMK). PPMK difokuskan pada peningkatan pendapatan keluarga miskin, yang tergabung dalam KSM, melalui dukungan komponen program berupa pemberdayaan masyarakat, Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan bantuan teknis.
Dalam PPMK proses pemberdayaan lebih ditujukan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggota KSM. Sehingga menjadi kelompok usaha yang mandiri dengan dukungan Badan Keswadayaan Masyarakat/ Lembaga Keswadayaan Masyarakat (BKM/LKM) yang terpercaya, dan mampu mendampingi serta memberikan dukungan yang kuat.
Secara umum, perkembangan usaha mikro yang tergabung dalam KSM PPMK, kedepan diperkirakan akan menghadapi masalah mendasar, yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif, rendahnya kualitas kelembagaan dan manajemen organisasi.
Grosh dan Somolekae (1996), dalam Lincolin Arsyad (2008), menawarkan tiga pendekatan untuk membimbing usaha-usaha mikro.
Pertama, pendekatan kebijakan ditingkat perusahaan. Kedua, kebijakan makro ekonomi dapat membentuk faktor-faktor penunjang. Seperti reformasi keuangan dan perbaikan kebijakan-kebijakan struktur tarif dan nilai tukar mata uang asing. Ketiga, pendekatan melalui kerangka hukum/institusional/birokrasi, supaya tersedia lingkungan yang mendukung bagi usaha mikro.
Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, program PPMK melakukan penyediaan dukungan dan kemudahan untuk pengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal. Terutama dikalangan keluarga miskin atau di daerah tertinggal dan kantong-kantong kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut diarahkan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, serta sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usahanya, sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan dan siap untuk tumbuh dan bersaing. (***)
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin