Oleh: Syarifuddin K, SPdI
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya, dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan, dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya.
Terlepas atau tidaknya dari pengertian tersebut, yang jelas pemerintah telah menerapkan ulang pemberlakuan Kurikulum 2013. Pada era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh yakin, kelangsungan Kurikulum 2013 akan tetap terjaga. Mendikbud mengungkapkan tiga argumen mengenai hal ini.
Pertama, rasionalitas dan nalar dari pengembangan Kurikulum 2013 cukup kuat untuk membuat kurikulum ini terjaga kontinuitasnya. Kedua, program untuk anggaran 2015 masih disusun oleh pemerintah sekarang, karena nota keuangan 2015 ditetapkan pada 16 Agustus 2014. Dengan demikian, pemerintah saat ini tetap dapat memasukkan program Kurikulum 2013 dalam penyusunan anggaran tahun 2015. Ketiga, keberadaan Kurikulum 2013 akan diperkuat melalui peraturan pemerintah yang memiliki kekuatan hukum lebih kuat dibandingkan hanya sekadar peraturan menteri. "Insya Allah bisa terjaga," tandasnya.
Kurikulum 2013 mulai diterapkan Kemendikbud pada tahun ajaran 2013/2014 secara bertahap dan terbatas. Pada periode pertama tersebut, pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pola Kurikulum 2013 dilakukan di 6.326 sekolah pada siswa kelas 1 dan 4 SD, VII SMP, serta IX SMA/SMK. Sementara itu untuk periode kedua, pada tahun ajaran 2014/2015, Kurikulun 2013 diterapkan bagi siswa kelas 1, 2, 4, dan 5 SD, VII dan VIII SMP, serta X dan XI SMA/SMK.
Pada era pemerintahan Jokowi, Anis Baswedan di tunjuk oleh Presiden untuk memotori pendidikan di Indonesia yaitu menjadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, salah satu pekerjaan rumah Anis Baswedan adalah memperbaiki Kurikulum yang sedang berlangsung. Tidak sedikit pro dan kontra yang ditimbulkan oleh penerapan kurikulum 2013, dikalangan peserta didik merasa terbebani dengan pola pikir ilmiah Kurikulum 2013, dikalangan pendidik, disibukkan dengan bagaimana cara memahami Kurikulum 2013. Padahal pada intinya Kurikulum 2013 itu sangat baik untuk diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, salah satu alasannya adalah berbasis religi atau berkarakter.
Pada era yang penuh kebingungan oleh pelaksana kurikulum ini, akhirnya pemerintah pun harus mengambil sikap yaitu tetap memberlakukan Kurikulum 2013 dengan catatan bagi Satuan Pendidikan (SP) yang telah menerapkan 3 (tiga) semester, maka tetap menerapkan kurikulum 2013 ini dan SP yang baru menerapkan kurikulum ini, maka kembali menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu Kurikulum 2006. Jadi kalau melihat surat edaran Mendikbud ini, maka SP yang melaksanakan Kurikulum 2013 ini, adalah sekolah yang telah ditetapkan Mantan Mendikbud yaitu Muhammad Nuh.
Menurut hemat penulis, bahwa hanya ada satu alasan yang menimbulkan kontra dari dampak penerapan Kurikulum 2013 ini, yaitu masalah penilaian Kurikulum 2013. Dapat dikatakan hampir semua guru mengeluhkan masalah penilaian ini, guru kurang memahami. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa nilai yang diberikan guru kepada peserta didik adalah tidak valid. Pemerintah mengadakan pelatihan, hanya berfokus pada pemahaman konsep kurikulum, akhirnya dari segi penilaian terabaikan. Mungkin masih ada walikelas yang belum membagikan rapor kepada siswa. Kenapa? Karena walikelas takut terjadi kesalahan dalam penilaian. Nah kalau begini terus-terusan, bisa merusak dunia pendidikan.
Dapat dibayangkan guru harus memahami penilaian dengan pendekatan ilmiah (saintifik approach) dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan penilaian ini yaitu menggali informasi melalui observing/pengamatan, questioning/bertanya, experimenting/percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, associating/menalar, kemudian menyimpulkan, dan menciptakan serta membentuk jaringan/networking. Pendekatan ini harus menjadi pengalaman peserta didik.
Pertanyaannya, adalah mampukah guru menilai semua peserta didik yang rata-rata berjumlah 35 orang dalam satu lokal. Akibat dari sulitnya penilaian ini, sehingga kepala sekolah mencarikan software penilaian kurikulum 2013, tidak lagi manual dengan alasan mempermudah pekerjaan walikelas, tapi yang menjadi masalah apakah deskripsi setiap mata pelajaran itu sesuai dengan software tersebut.
Nah inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah, bagaimana sebenarnya penilaian kurikulum 2013 itu. Penulis sering bertanya kepada peserta didik tentang penerapan kurikulum 2013 ini. Jawaban siswa juga mengarah pada penilaian, siswa terlalu dibebani dengan tugas yang diberikan oleh guru. Bayangkan kalau setiap guru mata pelajaran memberikan tugas kepada peserta didik. Kapan lagi peserta didik mau berfikir tentang pelajarannya. Guru saja kurang paham dengan penilaian, bagaimana mau memberikan nilai.
Berdasarkan fenomena nyata ini, maka penulis memberikan beberapa altenatif penerapan kurikulum 2013 ini yaitu, pertama Pemerintah harus membuat software laporan hasil penilaian siswa (rapor) untuk keseragaman, lengkap deskripsi secara otomatis. Hal ini sangat memudahkan guru dalam penilaian. Sekarang memang banyak software yang beredar di internet, itu berdasarkan sekolah masing-masing.
Kedua, bagi sekolah yang melaksanakan Kurikulum 2013, sebaiknya mulai mengadakan penilaian sesuai dengan penilaian kurikulum 2013, tidak lagi asal-asalan. Hal ini untuk membiasakan penilaian. Ketiga, bagi sekolah yang melaksanakan KTSP, harus lebih banyak mengadakan pelatihan-pelatihan. Karena setiap sekolah akan menerapkan kurikulum 2013.
Keempat, memanfaatkan sarana internet, seminar-seminar dan lain-lain. Seperti Harian Pagi Jambi Star, pada hari Kamis, 19 Februari 2015 lalu, mengadakan seminar pendidikan yang mengambil tema kemampuan guru mengajar dalam era digital/teknologi. Ini salah satu bentuk kegiatan peningkatan penilaian kurikulum 2013.
Sebagai kesimpulan bahwa untuk memberikan pemahaman penilaian kurikulum 2013, pemerintah harus mengadakan Workshop, tetapi fokus pada pemahaman penilaian kurikulum 2013.
(Penulis adalah guru SMK Negeri 2 Kota Jambi)
Aswan Hidayat Usman Terpilih menjadi Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Jambi periode 2024-2027