radarjambi.co.id-BATANGHARI-Ratusan warga mengatas namakan masyarakat empat Desa, Desa Pompa Air, Desa Bungku, Desa Mekar Jaya dan Desa Sungkai Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, geruduk kantor Bupati Batanghari, Selasa (1/10).
Kedatangan masa empat desa ini menolak rencana penutup lokasi tambang minyak ilegal atau lebih dikenal dengan sebutan ilegal driling oleh pihak pertamina. Unjuk rasa di depan gerbang Kantor Bupati Batanghari berlangsung sekira pukul 10.15 WIB.
Aksi unjuk rasa dipimpin Martono selaku Koordinator lapangan (Korlap) dan Wakorlap Mukhlis. Masa yang dibawah sekitar 200 orang. Mareka datang menggunakan dua unit truk roda enam, lima unit truk roda empat dan 30 unit sepeda motor.
Petugas kepolisian dan Satpol PP Batanghari terlihat berjaga mengawal aksi unjuk rasa ini.
Massa kemudian melakukan orasi sekira pukul 10.24 WIB. Massa mengharapakan kepada Pertamina jangan menutup sumur minyak ilegal karena masyarakat merasa dirugikan.
"Kalau Pertamina terpaksa menutup sumur minyak ilegal tersebut, maka tutuplah semua termasuk sumur milik Pertamina," ujar Martono menggunakan pengeras suara.
Massa kemudian meminta DPRD Kabupaten Batanghari dan Pemkab Batanghari untuk membantu masyarakat Desa Pompa Air, Desa Bungku, Desa Mekar Jaya, Desa Sungkai melegalkan sumur minyak ilegal menjadi tambang rakyat.
"Kalaupun mau di tutup harus ada solusi yang tepat, karena dari ilegal drilling ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat," ujarnya.
Sekitar pukul 10 40 Wib, Petugas Polres Batanghari meminta perwakilan pengunjuk rasa bertatap muka langsung dengan perwakilan Pemkab Batanghari. Delapan orang perwakilan di pilih masuk menuju ruang kerja Asisten III Setda Batanghari.
Dalam ruangan ini, perwakilan massa aksi diterima Staf Ahli Bidang Pemerintah, Hukum dan Politik Setda Batanghari Suhabli, Kabag Ops Polres Batanghari Kompol Ahmad Bastari Yusuf, Kasat Pol-PP Batanghari Ahmad Haryono, Kasi Penanganan Konflik Ansori, Kanit II Sosial Ekonomi Sat Intelkam Polres Batanghari Ipda Saryono.
Pada kesempat itu, Rokhim, salah perwakilan mengharapakan kegiatan ilegal driling tidak ditutup. Dan dirinya sangat berharapkan, Pemkab Batanghari menjadikan ilegal driling sebagai tambang rakyat.
"Karena memberi banyak dampak positif, seperti meningkatkan perekonomian dan mengurangi pengangguran, dan menurunkan angka kriminalitas diwilayah tersebut, " dicontohkanya.
Ia pun meminta Pemkab Batanghari tidak menganggap sepele permasalahan ini. Bahkan, ia mengecam kalau tidak ada tanggapan atau realisasi dari Pemkab Batanghari, massa aksi akan melakukan unjuk rasa lebih besar.
Pernyataan lebih keras dilontarkan perwakilan massa bernama Hermanto. Ia meminta Pemkab Batanghari membuka lapangan pekerjaan apabila aktivitas sumur minyak ilegal di tutup. Ia juga meminta biaya ganti rugi satu sumur minyak ilegal sebesar Rp 60 juta.
"Kami mohon kendaraan yang sudah ditangkap dan diamankan petugas tolong dikeluarkan dan aktivitas sumur minyak ilegal diresmikan jadi tambang rakyat," ucapnya.
Selanjutnya pernyataan penolakan penutupan aktivitas sumur minyak ilegal disampaikan perwakilan massa aksi bernama Ali. Mantan sekuriti BRI ini berujar mengapa penutupan tidak dilaksanakan sejak awal aktivitas sumur minyak ilegal berjalan.
"Daerah lain bisa dilegalkan walaupun hanya sumur tua, seperti di wilayah lain (Sungai Angin) bisa menjadi lahan penghidupan masyarakat. Kemudian usulan koperasi sumber alam yang di ajukan ke Bupati Batanghari tahun 2008 tolong direalisasikan," katanya.
Hal senada juga disampaikan perwakilan massa aksi bernama Fitria. Ia berharap sumur minyak ilegal jangan ditutup karena bisa mengurangi pengangguran.
"Kalau memang salah tolong diarahkan dan diambil kebijakan. Kita ketahui kewenangan Pemkab khusus kegiatan Migas sudah diambil alih Provinsi dan Dinas ESDM Kabupaten Batanghari sudah dibubarkan dan diambil alih Provinsi," katanya.
Perempuan paruh baya ini menyebutkan, beberapa waktu lalu telah menggelar aksi unjuk rasa dan solusinya membuat surat ke Kementerian ESDM karena bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten Batanghari.
Sementara itu, Bupati Batanghari Syahirsah melalui Staf Ahli Bidang Pemerintah, Hukum dan Politik Setda Batanghari Suhabli akhirnya menjawab semua pernyataan dan tuntutan perwakilan massa aksi unjuk rasa penolakan penutupan aktivitas sumur minyak ilegal.
"Izin pertambangan bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten Batanghari lagi. Kegiatan ilegal drilling sudah menjadi perhatian Nasional," kata Suhabli dalam pertemuan di ruang kerja Asisten III Setda Batanghari.
Pemkab Batanghari dalam permasalahan ilegal driling telah mengirim surat kepada Kepala Kementerian ESDM Republik Indonesia pada Januari 2019."Sampai saat ini belum ada petunjuk dari Pusat," ujarnya.
Pernyataan senada disampaikan Asisten I Setda Batanghari, Verry Ardiansyah. Mantan Camat Batin XXIV ini berkata urusan energi dan sumber daya mineral sudah jadi kewenangan Kementerian ESDM yang didelegasikan ke pihak Pemerintah Provinsi.
"Pihak Pertamina, BP Migas dan Kementerian ESDM PP Nomor 1 Tahun 2017 yang mana didalam aturan itu yang boleh untuk dikelolah adalah sumur tua yang mendapatkan izin yakni sumur di bawah tahun 1970," ucapnya.
Pemkab Batanghari telah mencari lokasi sumur tua yang bisa dikelolah di wilayah Kecamatan Bajubang, namun masih dalam pengelolaan pihak Pertamina.
"Persoalan ini sudah beberapa kali dirapatkan di Provinsi dan terbentur masih dalam pengelolaan pihak Pertamina. Sedangkan regulasi aturan dan kewenangan berada pada Pemerintah Pusat," ungkapnya.
Meskipun tidak ada kewenangan Kabupaten Batanghari tentang energi mineral, kata Verry, namun tentang dampak lingkungan menjadi tanggung jawab Pemkab Batanghari, seperti kejadian kebakaran, pencemaran lingkungan dan lain-lain m
"Kami tampung aspirasi massa aksi, namun untuk mengambil keputusan bukan kewenangan Pemerintah Kabupaten," ucapnyaa. (hmi)
Editor : Ansory S
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada