Peran Bahasa di Masa Pandemi

Rabu, 28 Oktober 2020 - 19:39:50


Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd.
Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd. /

Oktober merupakan bulan bahasa yang bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Bulan bahasa pastinya menjadi kebanggaan bagi pemuda Indonesia untuk mengangkat harkat dan martabat bahasa negara, salah satunya bulan bahasa tahun 2020 ini, di bawah hiruk pikuk pandemi COVID-19.

Apa yang seharusnya kita lakukan di bulan bahasa pada masa pandemi?

Bulan bahasa sesuai dengan unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pemuda bertekad dalam mempersatukan bangsa melalui bahasa. Kridalaksana mengemukakan, bahwa ragam bahasa adalah “variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan.” Remaja masa kini lebih sering dan senang menggunakan bahasa gaul dari pada bahasa resmi. Menurut mereka bahasa gaul lebih nyaman, dan cocok digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Remaja masa kini menganggap penggunaan bahasa resmi terlalu kaku dan monoton, serta tidak menampakkan kebaruan yang mencolok. Sebagai pemuda bangsa, sepertinya hal ini  harus disadari bahwa berbahasa yang baik dan benar merupakan cita-cita bangsa, bukan berbahasa gaul dan modern. Saat masa pandemi COVID-19 semua kegiatan khususnya pembelajaran banyak mengarah kepada pembelajaran daring dan media sosial. Kondisi ini membuat posisi bahasa sangat penting. Media sosial merupakan media yang bisa menyatukan dunia, jika berbahasa yang tidak baik dan benar pastinya akan bisa mencoreng nama bangsa yang dicita-citakan. Sebagai pemuda bangsa seharusnya menjadi ujung tombak dalam keadaan seperti ini.

Apa yang harus pemuda lakukan untuk bahasa pada masa pandemi?

Dunia modern dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, dengan serta merta membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak bisa melepaskan diri dari kebudayaan modern atau populer. Masyarakat Indonesia secara luas dan remaja pada khususnya menyerap dengan begitu saja segala bentuk-bentuk modernisasi kehidupan. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern utamanya kaum remaja, maka perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Hal kecil yang bisa dilakukan masyarakat Indonesia melalui media sosial. Media sosial merupakan media komunikasi yang berkaliber yang bisa mempromosikan bahasa melalui daring, seperti membuat status di Facebook, Twitter, Instagram dan lain-lain. Hal ini merupakan cara tepat untuk membanggakan bahasa. Bahasa Indonesia dahulunya memang sangat membutuhkan kata-kata baru yang sering disebut dengan kata serapan dari bahasa luar/asing. Namun di masa dunia modern saat ini Indonesia sudah kelebihan kata-kata luar/asing yang muncul akibat komunkasi dan pengaruh teknologi khsusunya kaum remaja, jika hal ini tidak diatasi pastinya akan memudarnya bahasa Indonesia.

 

Sebenarnya apa peran pemerintah?

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap komunikasi resmi khususnya dilingkungan kerja pemerintah dan swasta. Aturan baru itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 September 2019. Menurut Perpres tersebut,  bahasa Indonesia wajib dipakai dalam pengantar pendidikan nasional di seluruh jenjang pendidikan. Selain bahasa Indonesia, bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, atau bentuk lain yang sederajat pada tahun pertama dan kedua untuk mendukung pembelajaran. Selain itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia telah merilis Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai pengganti dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Sayangnya perubahan ejaan ini tidak seluruhnya diketahui oleh masyarakat termasuk guru bahasa Indonesia di sekolah. Hal ini lah yang membuat Bahasa Indonesia tidak terkendali dengan banyaknya masuk kata-kata yang tidak lazim digunakan khususnya dalam penulisan formal. Kondisi ini lah yang seharusnya bisa membuat kaum remaja bangkit untuk memperkuat Bahasa Indonesia. Bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda dan bulan bahasa di masa pandemi saat ini pemuda harus mulai menguatkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia mulai dari santun berbahasa di media sosial dan mengangkat dearajat bahasa Indonesia di dunia luar atau internasional.

 

(Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd,  Penulis Merupakan Dosen diProgram Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi)