Radarjambi.co.id-Demi memutus penyebaran virus corona, puluhan juta siswa telah menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ ) selama setahun terakhir.
Di tahun 2021 telah dikabarkan bahwa vaksinasi covid-19 pada guru dan tenaga pendidikan telah dimulai sejak rabu 24, februari, dan dilakukan secara bertahap .
Terkait hal tersebut MENDIKBUD Nadiem Makarim mengatakan “Pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan pada juli 2021 dengan syarat apabila vaksinisasi covid-19 pada guru selesai di akhir bulan juni”.
Walaupun demikian Nadiem menegaskan bahwa para siswa dan Guru tetap menggunakan dan mematuhi protokol kesehatan dalam pembelajaran tatap muka berlangsung.
Guru dan tenaga pendidikan merupakan prioritas vaksinasi tahap kedua karena siswa sudah terlalu lama tidak belajar tatap muka disekolah .
Pembelajaran tatap muka disekolah tidak 100 persen dilakukan,karena vaksinisasi akan diberikan terlebih dahulu untuk guru sekolah dasar ,guru pendidikan anak usia dini,dan guru sekolah luar biasa.
Setelah itu baru diberikan kepada jenjang sekolah sekolah menengah pertama ,sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan dan terakhir yaitu sekolah perguruan tinggi.
Karena resiko PJJ sangat besar untuk siswa maka KEMENDIKBUD mengambil tindakan dan solusi yang efisien Proses tersebut dilakukan karena semakin mudah tinggal sekolahnya akan semakin sulit juga melakukan pembelajaran jarak jauh .
“Jadi esensinya itu, sekolah merupakan salah satu sektor yang sampai sekarang belum tatap muka. Dan resiko dari pembelajaran jarak jauh ( PJJ ) yang terlalu lama itu sangat besar”. Ujar Nadiem pada 24 februari 2021.
Karena PJJ menurut para siswa sendiri sangat tidak efektif dan menilai bahwa para siswa masih butuh kelas tatap muka dengan guru yang memberikan pendidikan karakter pada siswa.
Kabar baik pembelajaran tatap muka ini sangat diharapkan oleh orang tua wali terutama siswa-siswa yang menginginkan proses pembelajaran tatap muka segera dilaksanakan.
Tak hanya itu pembelajaran jarak jauh membuat beberapa siswa di seluruh indonesia mengeluhkan masalah dari PJJ itu sendiri, mulai dari masalah gadget/handphone ,kuota dan juga wilayah yang tidak terjangkau internet.
Hal tersebut sangat memberatkan siswa yang tidak mampu untuk membeli handphone dan kuota untuk mengikuti sekolah daring.
Bagi siswa yang tinggal di daerah plosok dan tidak memiliki listrik tentu menjadi kendala ,misal saja didaerah yang termasuk kota mungkin saja untuk menjamah internet sangat mudah dan harga kuota dikota sangatlah terjangkau.
Jika didaerah yang sangat plosok mungkin harga kuota sangat mahal dan jaringan didesanyapun tidak ada dan jarang mencapai kecepatan 4G .
Sewaktu PJJ dilaksanakan di akhir tahun 2020, pemerintah mengusulkan bahwa PJJ akan bersifat permanen, tentu kabar itu menjadi pro dan kontra bagi siswa dan wali murid.
“jika sekolah mencari kepintaran , google lah yang lebih pintar, ya karena semua ada di google” ujar salah satu siswa yang tidak setuju jika daring bersifat permanen. Tak hanya itu orang tua wali harus menjadi guru dadakan saat anak-anak belajar secara daring.
Dan juga suasana hati anak-anak yang menjalani pembelajaran jarak jauh pun harus dijaga, agar belajar dapat berjalan efisien .
Meskipun demikian mucul kemungkinan bahwa materi pembelajaran tidak tertangani dengan baik saat menggunakan metode pembelajaran jarak jauh ini berlangsung.
Kemungkinan besar dalam hal sekolah tatap muka yang akan di laksanakan pada Juli 2021 membawa solusi yang baik untuk peserta didik dan wali murid walaupun masih bersifat blended dalam hal lain bisa disebut pembelajaran campuran atau kombinasi antara daring dan luring. (***)
Penulis : Desta Firnanda Wulandari
Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris UAD
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre