Gloria Paskibraka Cantik Memiliki Kewarganegaraan Ganda

Senin, 05 Desember 2022 - 19:41:52


/

RADARJAMBI.CO.ID-Nama Gloria Natapradja Hamel mendadak Viral dibicarakan publik pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus setahun lalu.

Tepat dua hari sebelum peringatan kemerdekaan, perempuan keturunan Indonesia-Perancis itu dicoret dari daftar pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) di Istana Negara.

Keterlambatan orang tua dari anak perkawinan campur untuk mendaftarkan anaknya seharusnya tidak menyebabkan anak hasil kawin campur kehilangan warga negara Indonesia seperti yang dialami oleh anggota pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) 2016 Gloria Natapradja Hamel. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 D UUD 1945 karena tidak memberikan perlindungan hukum pada anak kawin campur.

Demikian keterangan yang diberikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun sebagai ahli dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan) yang digelar Mahkamah Konstitusi, Selasa (22/11) di Ruang Sidang MK.

Menurut Refly, sebenarnya UU Kewarganegaraan telah melakukan terobosan besar dengan mengakui kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan campur. Sebagaimana diketahui, sebelum lahir UU Kewarganegaraan, Indonesia menganut asas berdasarkan keturunan dari pihak ayah.

“Mereka yang lahir dari ibu warga negara Indonesia dan ayah dari warga negara asing, maka anak yang lahir otomatis mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 anak yang lahir dari ayah warga negara asing pun diakui sebagai warga negara Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 4 huruf d,” ujarnya.

Refly melanjutkan UU Kewarganegaraan bahkan mengakui dwi kewarganegaraan bagi anak hasil kawin campur hingga usia 18 tahun. Asas kewarganegaraan ganda terbatas tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (1).

Akan tetapi, ketentuan Pasal 41 justru membelokkan paradigma baru yang hendak dibangun UU Kewarganegaraan dengan mewajibkan pendaftaran bagi anak yang lahir dari perkawinan campur dalam jangka waktu 4 tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan. Hal tersebut disayangkan Refly karena ketentuan a quo justru tidak memberikan perlindungan hukum.

“Ketentuan Pasal 41, tidak memberikan perlindungan hukum yang adil, sekali lagi, tidak memberikan perlindungan hukum yang adil kepada anak dimaksud, termasuk Gloria Natapradja Hamel. Seandainya pun orang tua Gloria secara sengaja tidak mendaftarkan Gloria dalam jangka waktu yang ditentukan, mohon maaf saya tidak tahu faktanya, Gloria tidak boleh kehilangan hak kewarganegaraan Indonesianya,” terangnya.

 “Kewarganegaraan anak seperti Gloria seharusnya ditentukan oleh Gloria sendiri setelah ia dewasa, yakni berusia 18 tahun atau ketika sudah menikah, bukan oleh orang lain termasuk orang tuanya sekalipun karena Pasal 28D ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraannya,” tandasnya.

Ira Hartini Natapradja Hamel yang merupakan ibu dari Paskibraka 2016 Gloria Natapradja tercatat sebagai pemohon perkara dengan nomor 80/PUU-XIV/2016. Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 41 UU Kewarganegaraan.

Pasal 41 UU Kewarganegaraan menyatakan,

“Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan”.

Pemohon menilai anak Pemohon yang merupakan hasil perkawinan campuran mendapat diskriminasi akibat berlakunya ketentuan tersebut. Gloria yang baru berusia 16 tahun belum memenuhi usia 18 tahun secara administrasi untuk dapat memilih kewarganegaraan antara warga negara Indonesia, mengikuti kewarganegaran Pemohon atau memilih sebagai warga negara Perancis, mengikuti kewarganegaraan ayah kandungnya, seperti yang berlaku untuk anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang lahir setelah UU Kewarganegaraan. (*)