“….cantik itu berani punya mimpi dan ambisi serta juga kemurahan hati dan empati. Sebab perempuan memang bukan pemandangan. Dan kecantikan bukan untuk diperlombakan”
Kata-kata di atas merupakan lontaran dari Najwa Shihab, seorang motivator perempuan Indonesia.
Najwa Shihab dalam cetusanya itu untuk meningkatkan kepercayaan diri seorang perempuan dalam rangka Hari Kartini.
Dalam narasinya itu ia mengungkapkan bahwa seorang perempuan dapat menentukan definisi cantiknya sendiri, sebab cantik bukan hanya sebatas fisik.
Raden Ajeng Kartini adalah sosok perempuan yang berhasil mencetuskan mengenai kesetaraan gender dan kesamaan kelas sosial dalam masyarakat Indonesia.
R.A Kartini seorang wanita cerdas yang lahir pada 21 April 1979 di Jepara. Perempuan yang kuat hebat dan amat dihargai bagi kaum wanita.
Di waktu semua orang hidup dalam ruang lingkup ke standaran dan aturan yang ditentukan oleh suatu kaum atas, tetapi Kartini berbeda.
Ia menentang standar tersebut. Ia berjuang untuk mendapatkan kesetaraan yang sama terhadap wanita tanpa membeda-bedakan gender.
Latar belakang perempuan Indonesia berada pada standar rata-rata dalam masyarakat yang hanya dapat berperan di “dapur, sumur dan Kasur” anggapan inilah yang membuat perempuan Indonesia bergerak dan membuktikan bahwa stigma itu tidak benar.
Perempuan dianggap tidak memilik peran yang besar dalam masyarakat, tidak layak berpendidikan tinggi dan hanya berasa di bawah kendali laki-laki.
Pada masa generasi Milenial atau generasi Z ini sudah memberikan peluang yang sama bagi perempuan. Peluang- peluang tersebut seperti bebas untuk menempuh pendidikan tinggi dan perempuan bisa menjadi seorang pemimpin layaknya laki-laki.
Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan buah manis dari perjuangan Raden Ajeng Kartini. Kini kaum milenial yang melanjutkan perjuangan tersebut, meskipun perjuanganya berbeda namun semangat membaranya tetaplah sama.
Bijak tentukan cantik…
Namun, ada satu hal yang masih menjadi standar tertentu yang menuntut kaum wanita yaitu pernyataan dimana wanita harus cantik, berbadan langsing, berkulit putih, berkaki jenjang dan memiliki senyum manis.
Yang menjadi permasalahan terbesar saat ini adalah siapa yang menentukan standarisasi tersebut? Dan mengapa harus warna kulit dan bentuk badan yang menjadi masalah besar dalam berkarier? Mengapa harus wanita yang dituntut menjadi sempurna?
Dengan adanya pernyataan tersebut berpengaruh dalam bidang pendidikan yakni remaja menjadi tidak percaya diri dengan kemampuan berpikirnya disebabkan fisik yang tidak baik menurut mereka.
Dari hal tersebut dapat dicontohkan ketika sekolah memperingati Hari Kartini yang bertepatan pada 21 April, peserta didik berbondong-bondong datang ke salon kecantikan untuk merias diri secantik mungkin, dan mengenakan pakaian segalmor mungkin bahkan mereka berlomba-lomba siapa yang terlihat cantik nan mewah.
Apakah itu memperingati hari kartini atau unjuk kecantikan wajah? Padahal seperti yang kita ketahui dari sudut pandang R.A Kartini itu bukan unjuk kecantiakan atau kemewahan pakaian melainkan jiwa semangat juangnya seperti kartini dan pola pikir yang kritis layaknya ibunya para wanita.
Jika tidak menggunakan kebaya dan merias wajah bukan berarti tidak boleh memperingati Hari Kartini.
Justru yang hebat jika mereka menunjukkan kebolehan mereka yang tak kalah hebatnya dari Kartini dengan versi yang lebih modern dan kekinian.
Kartini telah tiada namun tidak dengan emansipasi wanitanya, kartini akan tersenyum manis melihat perjuangannya terbayarkan.
Kartini era milenial harus bijak dalam melawan perubahan yang ada. Keluarlah dari sebuah zona nyaman dan abaikan pernyataan yang membuatmu tidak percaya diri, berkacalah pada kartini tidak hanya cantik tetapi memiliki otak cerdas dan pemberani.
Kini Indonesia adalah negara yang membebaskan kita bekerja dan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya tanpa melihat gender.
Jadilah perempuan yang memiliki kualitas layaknya kartini sebab cantik saja tidak cukup.
Sebagai Kartini milenial, kita harus bijak dalam menyaring pernyataan yang dilontarkan masyarakat berhentilah membandingkan dirimu dengan orang lain.
Kita cantik dengan versi masing-masing. Dunia tidak melihat cantik fisikmu melaikan kualitas yang ada pada dirimu.(*)
Penulis : Amilia Rivanda , Mahasiswa PBSI FKIP S-1 UAD
Membuat Manfaat Penelitian dan Daftar Istilah yang Akurat (5)
KPU Sarolangun Optimalisasikan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024