Bahasa Ofensif: Tantangan dan Solusi

Senin, 10 April 2023 - 20:07:49


Arivianti Destriana
Arivianti Destriana /

Radarjambi.co.id-Ribuan kasus kriminal dipicu kata-kata jahat. “Ada ribuan kasus di seluruh Indonesia, paling tidak setiap tahun itu lebih dari seribu kasus bahasa”.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, Prof. Endang Aminudin Aziz, M.A., Ph.D. Ofensif dinilai kata-kata yang bersifat menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, hendaknya ketika berbicara harus menggunakan ujaran yang pantas.

Dari banyaknya kasus yang hanya dipicu oleh ujaran, menjadi tantangan bagi masyarakat bangsa untuk menjaga tuturan yang santun.

Setiap individu memiliki kebebasan berbicara dan berpendapat. Sayangnya, tidak sedikit kebebasan tersebut menjadi pemicu ujaran kasar, sehingga berujung tindak kejahatan.

Di negara kita tercinta, kasus-kasus ujaran kasar yang bersifat menyerang sangat beragam. Diantaranya, pencemaran nama baik, provokasi, fitnah, dan ancaman.

Bahkan, kasus tersebut tidak mengacu pada orang dewasa saja, namun juga anak-anak dan remaja yang kurang edukasi berkomunikasi.

Masalah dan Tantangan

Ujaran kasar yang saat ini marak terjadi menjadi salah satu permasalahan yang cukup sulit diatasi. Media sosial seperti WhatsApp, Twitter, Facebook, Instagram,Tik Tok,dan sebagainya juga sudah tidak menjadi hal asing lagi.

Media tersebut sangat menjanjikan bilamana digunakan untuk komunikasi, belajar, game, berbelanja online, dan hiburan. Namun, ada banyak kasus karena seseorang tidak dapat mengontrol dirinya saat berkomunikasi di media sosial.

“Adapun etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan kata-kata kasar”,kata-kata tersebut disampaikan oleh Albertus Indratno, Founder & CEO Namasta.id saat menjadi narasumber webinar literasi digital.

Seringkali menjadi jebakan, media sosial semakin beragam mulai dari yang berbasis foto hingga video. Di era digital ini, nyaris tidak ada penutup antara mana yang ranah pribadi dan mana yang pantas menjadi konsumsi publik.

Hal yang sering menjebak adalah sebuah perdebatan online pada unggahan konten di media sosial, sehingga menimbulkan opini yang kurang lazim. Seringkali pula, warganet justru menyerang balik tanpa memikirkan secara matang gagasan yang diajukan, sehingga timbul kontraversi tanpa kejelasan permasalahan yang terjadi.

Kata-kata kasar tersebut tidak hanya marak terjadi di media sosial, di lingkungan sekitar kita seringkali terjadi permasalahan yang serupa.

Tidak sedikit anak-anak dan remaja yang masih duduk di bangku sekolah melontarkan kata-kata yang menyimpang. Bukan karena orang tua dan guru yang kurang mengedukasi, namun  mereka mendapat pengaruh negatif dari media sosial.

Sekali lagi, media sosial sering menjadi jebakan, siapapun bebas menjadi pembuat informasi tanpa mengetahui kebenarannya. Hal tersebut berisiko menimbulkan orang lain tersinggung dan berujung tindak kriminalitas.

Solusi

Media sosial telah menjadi salah satu cara terpenting untuk berkomunikasi, sayangnya wacana tersebut sering diilumpuhkan oleh bahasa kasar.

Banyak kasus yang berawal dari media sosial hingga berakhir di meja hijau, hal tersebut menunjukkan bahwa kita harus berhati-hati dalam bertutur kata baik lisan maupun tulis.

Dilansir dari diskominfo.kalteng.go.id mengenai Pentingnya Menjaga Etika di Media Sosial, Kepala Dinas Kominfosantik Provinsi Kalimantan Tengah, Agus Siswandi menyampaikan ajakan untuk menjaga etika dan menyikapi media sosial secara bijak. Ia menghimbau agar selalu sopan, santun, dan bersikap respekkepada teman dan orang-orang yang terkoneksi.

Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan untuk memuluskan kepentingan tertentu. Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mempertimbangkan frekuensi postingan, hindari jenis konten dan bahasa yang menyinggung karena tidak sepenuhnya orang berargumentasi yang positif mengenai suatu informasi.

Media sosial menjadi alat yang bermanfaat untuk terkoneksi dengan orang lain. Gunakan media sosial secara bijak dan bentuklah kepribadian yang konsistensi terhadap peradaban.Sebagai warga Indonesia yang bijak, wajib bagi kita untuk menjaga eksistensi bahasa dengan cara menjaga tutur kata yang baik. (*)

 

Penulis :  Arivianti Destriana,

Mahasiswa S-1 PBSI FKIP UAD