Radarjambi.co.id-Jamu merupakan salah satu manifestasi budaya yang telah diturunkan nenek moyang.
Jamu diperkirakan sudah ada sejak 1300 M. Hal tersebut ditandai dengan adanya penemuan ilustrasi pembuatan jamu yang terdapat di berbagai situs. Salah satunya Situs Liyangan terdapat artefak Cobek dan Ulekan sebagaialat tumbuk untuk membuat jamu.
Lokasi situs liyangan berada di lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah.Selain artefak Cobek dan Ulekan, ditemukan juga alat-alat membuat jamu yang banyak ditemukan di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, Candi Brambang, dan beberapa lokasi lainnya.
Kata jamu berasal dari bahasa Jawa kuno, yaitu jampi atau usodo yang memiliki arti penyembuhan menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa.
Istilah jampi banyak ditemukan pada naskah kuno, seperti pada naskah Gatotkacasraya yang ditulis oleh Mpu Panuluh dari Kerajaan Kediri pada masa Raja Jayabaya.
Tradisi minum jamu sempat populer sekitar tahun 1940-an. Terbentuknya komite Jamu Indonesia memberikan kepercayaan pada masyarakat akan kegunaan jamu bagi kesehatan.
Sejak saat itu, muncullah beragam prodak jamu hingga berdirinya Industri Jamu di Indonesia. Seiring perkembangan zamankini jamu kurang diminati tidak banyak usaha jamu yang bertahan.
Terlebih generasi z tidak banyak yang tau akan manfaat jamu tradisional. Oleh karena itu, untuk mengembalikan kejayaan jamu Universitas Ahmad Dahlan melalui tim Pengabdian yang diketuai Bambang Robiin menginisisasi terciptanya kafe jamu dengan pendanaan Kemendikbudristek.
Kafe jamu akan dibangun di Kawasan Kampung Wisata Purbayan dimana merupakan kawasan petilasan Kerajaan Mataram Islam. Ditempat itulah tradisi minum jamu dilestarikan hingga kini.
Salah satu jenis jamu yang akan diangkat menjadi brand Kampung Wisata Purbayan ialah sapto roso yang berbahan dasar empon-empon. Dengan tersedianya kafe jamu diharapkan dapat memeperkenalkan kepada wisatawan jamu khas di kawasan wisata Kampung Purbayan.
Pelatihan pembuatan jamu tradisional di Kampung Wisata Purbayan terus di galakkan sebagai upaya untuk menghidupkan wirausaha jamu berbasis kafe. Hal tersebut sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat luas akan ketertarikan terhadap jamu tradisional.
Pembuatan jamu pun cukup mudah hanya mengambil sari dari perasan tanaman herbal. Seperti halnya kunyit, temulawak, lengkuas, jahe, kencur, kayu manis dan tanaman herbal lainnya.
Khusus gula jawa, gula batu, dan jeruk nipis biasanya digunakan sebagai penambah rasa segar dan rasa manis. Selain itu, pembuatan jamu juga disesuaikan takaran tiap bahan, suhu, lama menumbuk atau merebus, dan lainnya.
Dengan terciptanya kafe jamu di kawasan Kampung Wisata Purbayan diaharpakan dapat menjadi role model bagi daerah lain untuk melestarikan jamu tradisional. Kafe jamu dipilih agar dapat bersaing dengan minuman kekinian.
Konsep kafe tentu akan lebih familiar bagi konsumen ketimbang penjualan dengan konsep jamu gendong. Dengan begitu, jamu tradisional akan tetap lestari mengikuti perkembangan zaman. (*)
Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan
Mahasiswa KKN UAD Berhasil Manfaatkan Limbah Plastik Menjadi Tempat Sampah Ecobrick
Pro Kontra Putusan MK yang Membolehkan Kampanye Ditempat Pendidikan
Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Era 4.0
KPU Sarolangun Optimalisasikan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024