Radarjambi.co.id-Kata flare ramai dibahas terkait insiden kebakaran di kawasan Gunung Bromo. Kebakaran di Bukit Teletubbies di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) diduga disebabkan oleh penggunaan flare atau suar oleh pengunjung.
Kebakaran di kawasan Gunung Bromo kali ini bukan karena faktor alam, melainkan akibat ulah pengunjung atau wisatawan yang menyalakan flare untuk kepentingan foto prewedding atau pra pernikahan.
Lokasi kebakaran berada di Blok Savana Lembah Watangan atau Bukit Teletubbies.Insiden tersebut terjadi pada Rabu (6/9/2023) malam.
Terkait flare prewedding yang menjadi pemicu kebakaran di kawasan Bukit Teletubbies, Bromo, pada Rabu (6/9/2023) itu, Kapolres Probolinggo AKBP Wisnu Wardana mengungkap kronologinya. Sebanyak 6 orang terlibat kegiatan pengambilan gambar prewedding gi Padang Savana.
Secara penggunaannya, flare adalah alat yang mengeluarkan cahaya terang dan api. Meski begitu, dalam beberapa tahun terakhir ini, penggunaan flare lebih sering mewarnai momen selebrasi atau juga untuk kepentingan lain yang membutuhkan pencahayaan lebih. Nyala api dari flare memberikan kesan merah pada suasana di sekitar.
Dalam kegiatan tersebut, ada salah satu sesi yang menggunakan sebanyak 5 flare asap. Kelima flare itu dinyalakan untuk melengkapi gambar sesuai yang diinginkan oleh Tim Wedding Organizer (WO) yang tengah disewa oleh calon pengantin asal Surabaya. Namun, 1 dari 5 flare itu gagal dinyalakan.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Hendro Widjanarko mengungkapkan bahwa nilai kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pekan lalu di kawasan Gunung Bromo diperkirakan mencapai Rp5,4 miliar.
Menurut Hendro, penghitungan nilai kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan di kawasan Bromo mencakup biaya pemadaman kebakaran dari darat, kerugian akibat hilangnya habitat satwa, dan kerugian akibat terhentinya aktivitas wisata di taman nasional.
Dampak bagi warga sekitar atau para jasa seperti sewa kuda, jeep, sewa motor, dan lain sebagainya adalah mereka mengalami penurunan pendapatan karena terhentinya aktivitas dikawasan tersebut.
Mekanisme alam berarti ekosistem di sabana misalnya akan merestorasi sendiri secara alamiah.
Sementara itu, pohon-pohon yang terbakar harus dilakukan mekanisme rehabilitasi berupa penanaman kembali.
Hal ini perlu dilakukan mengingat banyak pohon asli TNBTS yang turut terdampak seperti cemara gunung, kesek dan sebagainya. Pohon-pohon tersebut membutuhkan waktu sekitar tiga sampai empat tahun untuk tumbuh.(*)
Penulis : Andhini Amalia tri lestari dan Tasya Melinda Mahasiswa UAD Jogya
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada