Radarjambi.co.id-Stunting adalah suatu kondisi dimana anak mengalami kegagalan tumbuh kembang yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perkembangan fisik yang tidak dapat diubah, berkurangnya kemampuan kognitif dan motorik serta seperti menurunnya prestasi kerja, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Stunting biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, terutama pada dua tahun pertama.
Data stunting di Indonesia diperoleh berdasarkan hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
SSGI menyatakan stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2021 sebesar 37,8%, hal tersebut menjadikan NTT sebagai kasus stunting tertinggi di Indonesia.
Februari 2023, Prevalensi stunting NTT mengalami penurunan 2 persen dibandingkan angka stunting pada tahun 2022 sebanyak 17,7% balita stunting, sedangkan pada tahun 2023 sebanyak 15,7% atau berjumlah 67.538 anak stunting di NTT.
Penurunan angka stunting tersebut dikarenakan sudah adanya penimbangan di posyandu, sehingga mudah diklasifikasikan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi, dan mudah untuk dipantau perkembangan dan pertumbuhannya
Penimbangan di posyandu seharusnya sudah dilaksanakan, karena layaknya posyandu adalah memiliki fasilitas alat timbang dan alat ukur tinggi badan.
Namun posyandu di daerah NTT masih memiliki kekurangan fasilitas, seperti alat Antropometri yang berfungsi sebagai alat ukur dimensi, berat, volume pada tubuh manusia atau pertumbuhan tubuh balita untuk mengetahui asupan gizi pada anak.
Sehingga ini menjadi suatu yang harus diperhatikan pemerintah untuk memberi fasilitas kesehatan terutama di posyandu.
Prevalensi mayoritas adalah bayi yang seharusnya masih diberi ASI eksklusif di enam bulan pertama sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tetapi terdapat kesalahan dalam praktik memberikan makanan tambahan ASI. Sehingga ini menjadi hal yang harus ditangani dengan pemberian edukasi pada orang tua terutama para Ibu
Pendidikan seorang ibu sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan termasuk pengaturan gizi saat pemberian makanan dan menjaga kesehatan anak.
Karena seorang ibu yang memiliki pendidikan yang memadai dapat menerima informasi dari luar dan memiliki pemahaman tentang pengasuhan anak.
Maka dari itu diperlukan peranan kader untuk memantau tumbuh kembang balita di posyandu terlebih di pedesaan serta diadakannya sosialisasi intensif tentang peningkatan status gizi saat masa kehamilan.
Dan diberikan pembiasaan makanan pendamping asi dan asi sampai seorang anak berusia 24 bulan.
Pemberian makanan pendamping berupa biskuit yang kaya nutrisi dan seharusnya,difasilitasi oleh pemerintah untuk memberikan biskuit MP-ASI di tempat pelayanan kesehatan setempat.(*)
Penulis: Setty Elonita dan 'Aisyah' Ainun Jariyah Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogya
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin