Kebakaran Bromo, Siapakah yang Patut Disalahkan ?

Senin, 13 November 2023 - 23:37:00


/

Radarjambi.co.id-Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada 6–15 September 2023 telah mengubah hamparan padang savana di kawasan Gunung Bromo menjadi lautan abu. Dikutif dari bbcnewsindonesia.com.

Kebakaran tersebut diketahui terjadi akibat penggunaan flare untuk keperluan foto pre-wedding yang ternyata memicu munculnya api di tengah padang savana.

Akibatnya, lebih dari 500 hektare lahan vegetasi hangus, yaitu yang berada di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), yang tersebar di empat kabupaten di Jawa Timur, yakni Malang, Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang.

Penyebab kebakaran Gunung Bromo dipicu oleh penggunaan lima flare asap sebagai properti foto prewedding calon pengantin asal Surabaya, Jawa Timur. Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Malang Sadono Irawan mengatakan salah satu penyebab api cepat menyambar kawasan lain karena angin di kawasan Gunung Bromo cukup kencang.

Bahkan beberapa kali ditemukan angin puting beliung yang membuat api semakin berkobar. 

"Di Bromo saat musim kemarau itu anginnya kencang, sesekali muncul puting beliung kecil-kecil. Iya betul (angin jadi faktor api cepat menyebar). Karena sebetulnya walaupun tidak ada puting beliung angin kencang di situ (Bromo)," kata Sadono, Senin, 11 September 2023.

Sementara kendala utama yang dialami adalah medan menuju titik api berada. Api berada di punggung bukit, hal ini menyulitkan petugas gabungan memadamkan api melalui jalur darat. 

Bahkan untuk titik api yang sudah terjangkau dan padam. Sering kali kembali terbakar dan muncul titik api lagi saat angin kencang menyambar wilayah-wilayah itu.

Saat ini pihak KHLK sudah menangani 22 gugatan perdata karhutla yang sudah inkrah 14 kasus dan eksekusi. Ada pun penegakan hukum terhadap pelaku ditangani pihak Polres Probolinggo.

Kendati demikian, Kapolres Probolinggo, AKBP Wisnu Wardana,menyampaikan pada konferensi pers di Polres Probolinggo, Kamis (7/9/2023), ancaman hukum untuk pelaku adalah penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Pelaku dijerat dengan Pasal 50 ayat 3 huruf D juncto Pasal 78 ayat 4 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b juncto Pasal 78 ayat 5 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PP pengganti UU RI 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU dan/atau Pasal 188 KUHP.

Andrie Wibowo Eka Wardana, 41 tahun, selaku manajer wedding organizer yang digunakan jasanya untuk prewedding di Bukit Teletubbies, telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dirinya dianggap paling bertanggung jawab atas peristiwa karhutla Bukit Teletubies. Bukti yang sudah diamankan adalah flare beserta korek, kamera, hingga baju pengantin. Saat sesi pemotretan berlangsung, empat dari lima flare berhasil dinyalakan. Tiba-tiba satu flare meletup dan memicu kebakaran.

Wedding organizer (WO) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kebakaran di Bukit Teletubbies Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Tersangka bernama Andrie Wibowo Eka Wardhana (41) berperan sebagai penanggung jawab terkait perizinan masuk ke kawasan konservasi Gunung Bromo.

Diketahui bahwa kegiatan foto prewedding yang menyebabkan kebakaran tidak mengantongi izin masuk kawasan konservasi. Padahal, setiap orang yang hendak melakukan kegiatan di area tersebut wajib meminta izin kepada pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Dikarenakan perbuatannya, Andrie dikenai Pasal 50 ayat 3 huruf D juncto Pasal 78 ayat 4 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b juncto Pasal 78 ayat 5 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 2 tahun 2022 tentang Ciptaker menjadi UU dan atau Pasal 188 KUHP.

Warga Kelurahan Tompokersan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang itu terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp1,5 miliar.

Sementara itu, pasangan calon pengantin dikenakan sanksi berupa wajib lapor. Kebakaran di Bukit Teletubbies bermula ketika tim WO tengah melakukan sesi pemotretan untuk prewedding.

Mereka menyalakan 4 buah flare, sedangkan 1 flare gagal dinyalakan. Flare yang gagal menyala itu kemudian meletup dan menimbulkan api. Situasi lahan yang kering dan panas menyebabkan api cepat menyebar dan akhirnya membuat padang sabana seluas 50 hektar itu terbakar.

Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan konservasi yang merupakan taman nasional dan dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Lebih lanjut, taman nasional merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Kawasan pelestarian alam ini salah satunya mencakup hutan konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Berdasarkan UU Kehutanan dan perubahannya setiap orang dilarang membakar hutan. Setiap orang yang dengan sengaja membakar hutan (termasuk taman nasional), diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar.

Sementara itu, setiap orang yang karena kelalaiannya membakar hutan (termasuk taman nasional) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3,5 miliar.

Jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi dan/atau atas nama korporasi, maka korporasi dan pengurusnya dikenai pidana dengan pemberatan 1/3 dari denda pidana pokok Selain sanksi pidana di atas, pihak yang menyebabkan kebakaran hutan (termasuk taman nasional).

Tanpa mengurangi sanksi pidananya, mewajibkan kepada penanggung jawab perbuatan itu untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan.(*)

 

Identitas Penulis: Nadia Nur Azizah Subagio dan Rona Aurora Pradatha (Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Ahmad Dahlan)