Tonggak Baru (Politik) Bahasa Kita

Sabtu, 02 Desember 2023 - 20:06:55


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id+Bahasa Indonesia memiliki tonggak baru setelah mendapatkan pengakuan sebagai bahasa resmi di Sidang Umum UNESCO di Paris, Prancis tempo hari.

Pengakuan dari UNESCO itu merupakan bentuk ikhtiar Indonesia dalam meningkatkan kesadaran global terhadap Bahasa Indonesia.

Dari situ, kelak dikembangkan konektivitas antarbangsa dan kerja sama dengan UNESCO. Apa peluang dan tantangan dari tonggak baru itu bagi kita?
Secara historis, Bahasa Indonesia telah memiliki tiga tonggak.

Tonggak pertama pada peristiwa pembacaan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Melalui ikrar itu, Bahasa Indonesia dijunjung sebagai bahasa persatuan.

Tonggak kedua pada penetapan UUD 1945, khususnya Pasal 36, tentang Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Lewat penetapan itu, pemerintah melaksanakan politik bahasa nasional secara adekuat di semua lini bidang.

Penginternasionalan Bahasa Indonesia
Tonggak ketiga pada penerbitan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, terutama Pasal 44, tentang Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.

Melalui penerbitan itu, pemerintah melakukan penginternasionalan Bahasa Indonesia melalui pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).

Terbukti, ada 45 negara di dunia yang mengajarkan Bahasa Indonesia di jenjang sekolah dan perguruan tinggi (PT).

Kini, tonggak baru atau keempat pada pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO pada 20 November 2023.

Di balik pengakuan itu, ada empat peluang sekaligus tantangan. Pertama, terjadi peningkatan citra dan reputasi Indonesia di dunia internasional. Bahasa Indonesia merupakan representasi bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, pengembangan, pembinaan, dan pelindungan atas Bahasa Indonesia harus berjalan efektif dan efisien.

Kedua, terjadi penguatan posisi Indonesia dalam dunia pendidikan, sains, dan kebudayaan.

Pengajaran BIPA di dalam dan luar negeri perlu ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Para akademisi Indonesia perlu didorong untuk lebih giat publikasi ilmiah dalam Bahasa Indonesia atau kajian Indonesia (Indonesian studies).

Para sastrawan, penerjemah, dan penerbit buku Indonesia perlu diinisiasi melakukan penerjemahan karya-karya sastra Indonesia.

Ketiga, terjadi pendorongan perkembangan bahasa dan budaya Indonesia. Melalui program Beasiswa Darmasiswa, Kemendikbudristek membuka kembali kesempatan bagi warga asing untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia.

Program itu sempat terhenti saat pandemi. Selanjutnya, melalui pemberian penghargaan bahasa dan sastra, Badan Bahasa menaruh perhatian kepada para penulis Indonesia yang menulis puisi, cerpen, novel, dan esai.

Keempat, terjadi perluasan akses masyarakat Indonesia terhadap informasi dan pengetahuan internasional.

Kemendikbudristek perlu mendorong pengelola jurnal ilmiah, terutama terindeks SINTA 1 s.d. 6, untuk menggunakan Bahasa Indonesia dalam terbitannya.

Dengan begitu, kelak masyarakat Indonesia, terutama akademisi dan mahasiswa pascasarjana Indonesia, dapat mengakses dan memublikasikan artikelnya secara mudah dan profesional.

Politik Bahasa Abad Kedua
Terkait hal di atas, kita menyadari pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO berdampak luas.

Salah satu dampak itu ialah pemutakhiran politik bahasa kita. Secara definitif, politik bahasa adalah kebijakan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah bahasa.

Dengan begitu, definisi politik bahasa perlu dimutakhirkan pada ranah internasional.

Pemerintah, dalam hal ini Badan Bahasa dan Kantor/Balai Bahasa, perlu merumuskan ulang Politik Bahasa Abad Kedua guna menyambut pengakuan UNESCO itu.

Dari situ, kita lebih berfokus pada pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra Indonesia di masa mendatang.

Pengakuan dari UNESCO atas Bahasa Indonesia menjadi titik berangkat untuk lebih menjunjung bahasa nasional, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.(*)

 

Penulis: Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota MTPI PRM Nogotirto