Radarjambi.co.id-Kabar gembira itu datang dari Negeri Paman Sam. Lewat akun Instagram @badanbahasakemendikbud (30/3), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) menyampaikan kabar bahwa Universitas Harvard, Amerika Serikat, akan membuka kelas Bahasa Indonesia, Tagalog, dan Thailand.
Kelas itu akan dimulai pada tahun ajaran 2023/2024 mendatang. Fenomena ini menyiratkan betapa sihir pesona Bahasa Indonesia belum pudar sepenuhnya.
Pesona Bahasa Indonesia telah menyihir banyak orang asing sejak lama. Tempo (Edisi 14-20 November 2011) mengabarkan, Universitas Cornell, Amerika Serikat (AS), pernah menjadi kiblat kajian Indonesia dengan sejumlah pakar, seperti George McTurnan Kahin dan Benedict Anderson.
Namun, kegiatan kajian Indonesia di Universitas Cornell itu sempat redup lama dan kekurangan mahasiswa yang berminat mempelajari Indonesia.
Negeri Tirai Bambu
Lain di Negeri Paman Sam, lain pula di Negeri Tirai Bambu. Sejak 1949 Universitas Peking membuka Jurusan Bahasa Melayu. Setahun kemudian, nama jurusan itu berganti menjadi Jurusan Bahasa Indonesia.
Lulusan dari kampus itu telah menyebar ke mana-mana. Ada yang menjadi dosen Bahasa Indonesia, seperti Prof. Liang Minhe (Universitas Peking). Ada pula yang bekerja di Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia, seperti Yang Xiaoqiang.
Perkembangan kajian Bahasa Indonesia di AS dengan Tiongkok memang berbeda. Di AS, terjadi kekurangan mahasiswa yang berminat mempelajari Indonesia.
Sebaliknya, di Tiongkok, terjadi kelebihan mahasiswa yang berminat mempelajari Indonesia. Persamaan keduanya sama-sama dalam bidang keilmuan Bahasa Indonesia bagi penutur asing (disingkat BIPA). Belakangan, bidang keilmuan BIPA berkembang pesat, terkecuali saat pandemi Covid-19 lalu.
Pesatnya bidang keilmuan BIPA didukung oleh banyak faktor, salah satunya ialah pelaksanaan program BIPA Darmasiswa. Program tersebut dilaksanakan oleh Kemendikbud dan Kemenlu.
Peserta program tersebut adalah mahasiswa asing, baik yang berkuliah di Jurusan Bahasa Indonesia maupun non-Jurusan Bahasa Indonesia. Pelaksanaan program BIPA Darmasiswa di sejumlah PTN/PTS dan instansi di bawah pengelolaan Kemendikbud, termasuk UAD.
Selain itu, ada pula program kerja sama antaruniversitas (U to U). Sebagai contoh, UAD menjalin kerja sama dengan Universitas Kebangsaan Guangxi (GXUN) sejak 2007 lalu.
Mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia GXUN mengambil program “3+1” dan “2+2” di UAD. Program “3+1” maksudnya studi tiga tahun di Tiongkok dan satu tahun di Indonesia. Sedangkan program “2+2” maksudnya studi dua tahun di Tiongkok dan dua tahun di Indonesia.
Berikutnya, UAD mengirimkan dosen tamu (guest lecture) ke Jurusan Bahasa Indonesia GXUN dengan sistem kontrak per tahun. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai dosen tamu (2013-2015) di sana, Jurusan Bahasa Indonesia GXUN dibuka sejak 2005.
Hingga kini ada sekitar lima atau enam dosen tamu yang pernah mengajar di Jurusan Bahasa Indonesia GXUN, baik dengan status dosen UAD maupun non-dosen UAD.
Di GXUN, terdapat perpustakaan Asia Tenggara yang memiliki koleksi bacaan cukup lengkap. Dari buku-buku sejarah karya Onghokham dan Peter Carey, buku kesusasteraan Melayu karya Claudine Salmon, hingga novel-novel karya Tere Liye.
Yang menarik adanya aturan peminjaman 25 buah buku dalam satu tempo. Dosen dan mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia GXUN akan merasakan manfaat dari perpustakaan Asia Tenggara itu.
Di samping itu, perkuliahan di Jurusan Bahasa Indonesia GXUN cukup variatif. Dalam perkuliahan Sejarah dan Kebudayaan Indonesia, penulis memakai format lomba cerdas cermat BIPA.
Mahasiswa terbagi ke dalam tiga kelompok dan mendapatkan jatah pertanyaan seputar sejarah dan kebudayaan Indonesia. Mereka terlihat seru dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari dosen. Lebih seru lagi saat mereka menjawab pada sesi pertanyaan rebutan.
Menulis Skripsi
Di akhir studinya, mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia GXUN wajib menulis skripsi di bawah bimbingan dosen pembimbing. Pengalaman penulis sebagai dosen pembimbing skripsi, mahasiswa sangat rajin dan aktif dalam menulis skripsi.
Topik skripsi mahasiswa sangat beragam. Ada topik feminisme dalam novel Djenar Maesa Ayu, reog Ponorogo, tari Bedaya, pengaruh Ramayana bagi masyarakat Yogyakarta, hingga baju abdi dalem Kraton Yogyakarta.
Akhir kata, sihir pesona Bahasa Indonesia masih kuat di luar negeri, alih-alih dibilang redup. Untuk itu, pihak pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat Indonesia dapat didorong untuk mencintai Bahasa Indonesia sekaligus mempromosikannya ke luar negeri.
BIPA, hemat saya, menjadi sarana efektif dalam mempromosikan Bahasa Indonesia. Lewat BIPA, moga-moga cita-cita Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dapat terwujud nyata.(*)
Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota Majelis Tabligh dan Pustaka Informasi PRM Nogotirto
Pentingnya Adaptasi Bagi Akuntan yang Berperan Dalam Menghadapi Era Society 5.0
Jelang 27 November, Bawaslu Bangun Kolaborasi dengan Tokoh Lintas Agama