Anomali Calon Guru

Rabu, 03 April 2024 - 11:47:39


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id-JAMBI-Meski dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, profesi guru nyatanya tak lepas dari anomali.

Anomali itu nyata-nyata telah ditunjukkan oleh mahasiswa kependidikan/calon guru dan lulusan kependidikan/guru.

Terkait itu, kita tidak berharap bahwa anomali calon guru dan/atau guru membuat profesi guru mengalami senja kala.

Apa pasal? Jika profesi guru mengalami senja kala, cita-cita Indonesia Emas 2045 tinggallah cita-cita belaka, tanpa usaha apa-apa.

Ada empat anomali dijelaskan di sini. Pertama, anomali jumlah mahasiswa kependidikan/calon guru.

Di sejumlah kampus eks IKIP/FKIP, terkuak fakta bahwa jumlah mahasiswa kependidikan menurun dari tahun ke tahun, terkhusus sejak pandemi Covid-19.

Contohnya, di program studi penulis biasanya menerima mahasiswa berjumlah 4 kelas besar (per kelas 40-50 orang). Sejak 2020 lalu, hanya menerima 2 kelas besar hingga kini.

Beasiswa Calon Guru

Dari data itu, kita tengarai bahwa animo lulusan SMA/MA/SMK kita mengalami penurunan.

Terkait itu, penulis mengusulkan agar Kemendikbudristek menginisiasi beasiswa kuliah calon guru bagi lulusan SMA/MA/SMK terbaik.

Kelak, dari beasiswa itu akan meningkatkan animo lulusan SMA/MA/SMK untuk memilih kuliah kependidikan.

Penulis meyakini, lulusan SMA/MA/SMK terbaik bila kuliah kependidikan akan menjadi guru berkualitas terbaik pula.
Kedua, anomali orientasi kerja lulusan kependidikan, khususnya program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan.

Secara desain, lulusan PPG Prajabatan akan menjadi guru ASN PPPK dan menggantikan guru yang pensiun. Alih-alih demikian, justru yang terjadi anomali.

Sebagian besar lulusan PPG Prajabatan ingin bekerja di sekolah yang dekat dengan domisilinya, padahal kebutuhan guru ASN PPPK di domisili terkait sedikit sekali.

Menyiasati hal itu, pihak LPTK penyelenggara PPG Prajabatan menawarkan peluang bekerja di sekolah swasta unggulan kepada para lulusan PPG Prajabatan.

Aneh bin ajaib, para lulusan PPG Prajabatan tetap menolak tawaran tersebut.

Fenomena ini, penulis kira, merupakan wujud pergeseran orientasi kerja lulusan kependidikan. Dulu mereka bersemangat kuliah kependidikan (PGSD, PBSI, PBI, dll.), tapi setelah lulus mereka tidak mau menjadi guru SD, Bahasa Indonesia, dll.

Ketiga, terkait butir kedua, anomali lulusan nonkependidikan yang ingin menjadi guru. Secara desain pula, PPG Prajabatan dapat diisi oleh lulusan nonkependidikan sesuai dengan linieritas bidang keilmuan.

Misalnya, lulusan Fisika UGM dapat mengikuti tes PPG Prajabatan bidang pendidikan fisika.

Aneh bin ajaib juga, lulusan Fisika UGM tadi bersedia menjadi guru ASN PPPK. Padahal, dulu saat berkuliah dia tidak mendapatkan mata kuliah kependidikan.
Di simpul ini, kita dapati fenomena pergeseran orientasi kerja lulusan kependidikan dan nonkependidikan.

Lulusan kependidikan tidak ingin menjadi guru, sedangkan lulusan nonkependidikan ingin menjadi guru.

Terkait itu, pihak Kemendikbudristek cq Direktorat Dikti dan Direktorat GTK dapat berdiskusi ulang desain perkuliahan kependidikan dan nonkependidikan terkini. Pun, Forum Rektor Indonesia (FRI) dan Forum Rektor LPTK se-Indonesia juga turut serta.

Guru Sehat dan Produktif

Keempat, anomali tuntutan kerja, kesejahteraan, dan kesehatan mental guru. Jujur diakui, saat ini tuntutan kerja guru terbilang tinggi.

Beban kerja guru mencapai 40 jam per minggu. Sementara itu, faktor kesejahteraan guru, terutama guru honorer, relatif sedikit.

Kondisi itu, mau tidak mau, berdampak terhadap kesehatan mental guru. Mengatasi hal itu, lagi-lagi, pihak Kemendikbudristek cq Direktorat GTK perlu mencarikan solusi atas persoalan kompleks itu.

Solusi atasi anomali di atas, di antaranya, mengurangi beban administrasi dan tagihan aplikasi (PMM) guru.

Berikutnya, mengevaluasi tingkat kesejahteraan guru, baik guru ASN, ASN PPPK, maupun honorer.

Selanjutnya, memberikan cuti libur bagi guru untuk istirahat dari aktivitas di sekolah (2-3 hari).

Kita berharap, semua anomali di atas dapat dicarikan solusinya. Dengan begitu, harapan kita bahwa para guru tetap sehat dan produktif bukanlah utopia belaka.(*)

 

 

Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota PRM Nogotirto; Anggota Divisi Humas Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) Pusat 2024-2029