Radarjambi.co.id-Akhirnya, Kurikulum Merdeka (KM) ditetapkan menjadi kurikulum nasional pada Rabu (27/3) lalu.
Penetapan itu diperkuat dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024. Berkat aturan itu, KM akan diterapkan pada tahun ajaran 2024/2025 mendatang.
Pertanyaannya kini, apakah pemerintah dapat menjamin KM diterapkan dalam kurun lima tahun mendatang (2024-2029)? Juga apakah pihak sekolah (Kepsek, guru, siswa) dan pemerintah daerah mampu melaksanakan KM?
Dalam tulisan sebelumnya (KR, 16/3), penulis menganalisis peluang dan kontinuitas KM dilihat dari tiga kondisi.
Penetapan KM sebagai kurikulum nasional seharusnya dilihat dari kondisi yang lalu, saat ini, dan mendatang.
Terbitnya Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024, kelak menjadi jaminan bahwa KM akan diterapkan pada tahun ajaran 2024/2025.
Selanjutnya, Mendikbudristek yang terpilih dapat memastikan bahwa KM akan dilaksanakan dalam kurun lima tahun mendatang, sembari mengevaluasi dan memperbaikinya.
Dua Aspek
Terkait itu, KM perlu ditimbang dua aspek. Pertama, aspek positif terhadap pelaksanaan KM. Data Asesmen Nasional (2021-2023) menunjukkan bahwa terdapat dampak positif penerapan KM.
Kemudian hasil Rapor Pendidikan (2023) menunjukkan bahwa satuan pendidikan yang melaksanakan KM mengalami peningkatan literasi, numerasi, karakter, inklusivitas, dan kualitas pembelajaran.
Selaras dengan itu, para siswa di sekolah juga memiliki antusiasme terhadap kegiatan literasi/baca-tulis, salah satunya di SMAN 1 Pleret, Bantul.
Dalam pelaksanaan PPL 2 di SMAN 1 Pleret, atas bimbingan mahasiswa PPG Prajabatan FKIP UAD, para siswa kelas X aktif menulis puisi akrostik.
Kemudian puisi tersebut diterbitkan menjadi buku Senandung Semesta: Antologi Puisi Kolaborasi. Berkat pengalaman menulis puisi akrostik, para siswa kelas X merasakan betapa kualitas pembelajaran, terutama teks puisi, meningkat.
Di samping itu, siswa kelas XII juga terlibat aktif dalam ujian praktik musikalisasi puisi. Dari sini, kita sepakati bahwa KM mendorong perbaikan kualitas pembelajaran.
Selain itu, pelaksanaan KM di satuan pendidikan bersifat bertahap. Bagi satuan pendidikan yang baru mendaftar KM, diarahkan untuk membaca Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 dan menentukan periode pelaksanaan KM.
Sementara itu, bagi satuan pendidikan yang sudah terdaftar KM, diarahkan untuk mencermati penyesuaian di tahun ajaran 2024/2025 dan pelbagai praktik baik pelaksanaan KM.
Dengan begitu, pelaksanaan KM diserahkan pada kesiapan satuan pendidikan/pihak sekolah masing-masing.
Kedua, aspek negatif terhadap pelaksanaan KM. Dalam pelaksanaannya, KM menuntut para guru menggunakan Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Para guru dapat menjadikan PMM sebagai sumber mengajar, dengan catatan diselaraskan kebutuhan siswa dan tujuan pembelajaran. Secara isian, PMM memuat menu pengembangan diri, inspirasi, dan mengajar.
Sebagai contoh, menu pengembangan diri menyajikan pelatihan mandiri, komunitas, refleksi kompetensi, seleksi kepala sekolah, LMS, dan pengelolaan kinerja.
Banyaknya menu dalam PMM ternyata berdampak pada penurunan kinerja guru di sekolah. Berdasarkan penuturan sejumlah guru kepada penulis, saat ini dijumpai (oknum) guru meninggalkan kelas demi ikut pelatihan.
Dijumpai pula (oknum) guru kelelahan mengikuti pelatihan pada malam hari karena dirinya mengajar di sekolah sejak pagi sampai siang/sore.
Tentu, indikasi penurunan kinerja guru yang disebutkan tadi, berdampak luas terhadap kualitas pembelajaran di kelas. Akhirnya pula terjadi penurunan kualitas pembelajaran secara umum.
Evaluasi yang Bijak
Berpijak dari dua aspek di atas, penulis memandang perlunya evaluasi yang bijak atas pelaksanaan KM selama ini.
Pertama, dampak positif atas pelaksanaan KM di sekolah dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Peningkatan literasi (membaca, matematika, dan sains), karakter, dan kualitas pembelajaran dapat dipertahankan oleh tiap-tiap satuan pendidikan.
Terlebih peningkatan tadi mengarah pada peningkatan kualitas dan kuantitas literasi siswa kita di kancah global nanti, seperti PISA 2025, 2028, dan 2031.
Kedua, dampak negatif atas pelaksanaan KM di sekolah dapat dikurangi, bahkan dihapus.
Beban administrasi guru dalam PMM sehingga berakibat pada banyaknya jam kosong, kelelahan fisik dan psikis guru, dll. perlu dikurangi, bahkan dihapus.
Secanggih apapun kurikulum dirancang, apabila performa guru tidak optimal, kelak tujuan dari pelaksanaan kurikulum itu tidak tercapai.
Untuk itu, pemerintah pusat/daerah perlu memikirkan ulang kondisi kesehatan lahir dan batin guru dalam melaksanakan KM di masa-masa mendatang.(*)
Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Divisi Humas ADOBSI Pusat 2024-2029
Surplus Neraca Perdagangan RI Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurun Tetapi Masih Banyak Pengangguran? Ini Solusinya
Softskill dan Literasi Digital: Kiat Sukses Generasi Z di Era Teknologi