Nepotisme dalam sektor swasta di negara berkembang merupakan fenomena yang kompleks, menggabungkan elemen ekonomi dan politik yang saling mempengaruhi.
Praktik ini sering kali muncul karena sistem patronase yang sudah mengakar, di mana hubungan keluarga atau kedekatan personal menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan, terutama dalam hal perekrutan dan promosi karyawan.
Dari perspektif ekonomi, nepotisme dapat menyebabkan inefisiensi di perusahaan karena keputusan perekrutan dan promosi tidak didasarkan pada meritokrasi atau kinerja, melainkan pada hubungan personal.
Hal ini dapat menghambat produktivitas dan inovasi, serta menyebabkan ketidakpuasan di kalangan karyawan yang merasa tidak adil dalam persaingan karir.
Dari sisi politik, nepotisme dalam sektor swasta sering kali berkaitan erat dengan korupsi dan praktik kolusi antara pemimpin perusahaan dan pejabat pemerintah.
Di banyak negara berkembang, pengusaha memiliki hubungan dekat dengan politisi atau pejabat tinggi, yang dapat memberikan keuntungan kompetitif melalui akses istimewa ke kontrak pemerintah, informasi internal, atau regulasi yang menguntungkan.
Hubungan ini menciptakan siklus kekuasaan yang sulit dipatahkan, di mana kekuatan ekonomi dan politik saling memperkuat, menghambat reformasi yang mungkin mengarah pada transparansi dan akuntabilitas.
Studi kasus di berbagai negara berkembang menunjukkan bahwa nepotisme dapat memperburuk kesenjangan ekonomi dan sosial.
Perusahaan yang dikelola berdasarkan nepotisme cenderung mengabaikan potensi individu berbakat dari latar belakang yang kurang beruntung, memperkuat elitisme dan mengurangi mobilitas sosial.
Ini tidak hanya berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang, tetapi juga memicu ketidakpuasan sosial yang dapat mengarah pada ketidakstabilan politik.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Reformasi regulasi yang menekankan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perekrutan dan promosi di sektor swasta harus didorong.
Selain itu, peran lembaga independen dan organisasi masyarakat sipil sangat penting dalam mengawasi praktik bisnis dan memastikan bahwa prinsipprinsip meritokrasi diterapkan dengan benar.
Pendidikan dan peningkatan kesadaran tentang dampak negatif nepotisme juga harus menjadi prioritas, baik di kalangan pemimpin bisnis maupun masyarakat umum.
Secara keseluruhan, mengatasi nepotisme dalam sektor swasta di negara berkembang memerlukan kombinasi antara reformasi struktural, pengawasan yang efektif, dan perubahan budaya.
Hanya dengan pendekatan yang terintegrasi, negara-negara berkembang dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan efisien, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Penerapan teknologi juga dapat menjadi alat penting dalam memerangi nepotisme. Sistem perekrutan dan promosi berbasis digital yang transparan dan terdesentralisasi dapat mengurangi peluang nepotisme.
Misalnya, penggunaan blockchain dalam sistem perekrutan dapat memastikan bahwa semua data dan keputusan dapat diaudit dan diverifikasi secara transparan oleh pihak yang berkepentingan.
Selain itu, upaya pemberdayaan sumber daya manusia juga harus ditingkatkan. Pelatihan dan pengembangan keterampilan yang merata bagi semua karyawan, tanpa memandang hubungan personal atau keluarga, dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih kompeten dan kompetitif.
Program mentoring dan beasiswa bagi karyawan berprestasi dari latar belakang kurang beruntung juga dapat membantu mengurangi kesenjangan yang diakibatkan oleh praktik nepotisme.
Kerjasama internasional juga memainkan peran penting dalam memberantas nepotisme. Negaranegara berkembang dapat belajar dari pengalaman negara lain yang telah berhasil mengurangi praktik ini melalui reformasi hukum dan kebijakan yang efektif.
Bantuan teknis dan finansial dari organisasi internasional juga dapat membantu negara berkembang dalam membangun kapasitas institusi yang diperlukan untuk mengawasi dan mengurangi nepotisme.
Dalam jangka panjang, penghapusan nepotisme akan membutuhkan perubahan budaya yang mendalam. Masyarakat harus mulai menghargai kinerja dan kompetensi di atas hubungan personal dalam semua aspek kehidupan, termasuk bisnis.
Pendidikan moral dan etika bisnis sejak dini juga dapat membentuk generasi baru pemimpin bisnis yang lebih berintegritas.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan yang dihadapi dalam mengatasi nepotisme di sektor swasta di negara berkembang sangat besar, kombinasi dari reformasi kebijakan, pengawasan efektif, inovasi teknologi, dan perubahan budaya dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih adil dan berkelanjutan.
Hal ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, tetapi juga akan memperkuat kepercayaan publik dan stabilitas ekonomi jangka panjang.(*)
Penulis: Rida Nurkhadijah
Mahasiswa Ilmu Perpustakaan, Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Strategi Reformasi Birokrasi untuk Memperkuat Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin