Radarjambi.co.id-Aforisma Presiden Joko Widodo (Jokowi) di atas sungguh benar. Bagi Presiden Jokowi, berkat buku kita akan dapat mengembarai dunia yang lebih luas dan jauh, menambah pengetahuan, dan memahami duduk persoalan.
Dan, bagi Presiden Jokowi juga, hanya mereka yang rajin membaca buku, melekat pikiran yang terbuka, pandangan maju, dan kemampuan menerima keberagaman. Pendek kata, sekali lagi, aforisma Presiden Jokowi di atas sungguh benar, dan bagian dari impian kita semua.
Lain impian, lain pula kenyataan. Hasil Program for International Student Assessment (PISA) 2022 menunjukkan data yang memprihatinkan.
Dari aspek membaca, misalnya, siswa Indonesia meraih skor 359. Skor tersebut dinilai jauh dari negara-negara jiran kita, seperti Singapura (543), Vietnam (462), Brunei Darussalam (429), Malaysia (388), dan Thailand (379). Skor 359 milik siswa Indonesia dianggap lebih baik dari Filipina (347) dan Kamboja (329).
Dari sini, kita simpulkan bahwa budaya membaca siswa Indonesia masih rendah.
Tulisan ini akan menelisik ihwal Pojok Baca (dalam konteks tulisan ini disingkat PB), minat baca, dan literasi siswa Sekolah Dasar (SD) di Indonesia.
Terkait itu, ada tiga artikel ilmiah sebagai alat bantu guna menelisik ketiga ihwal tadi. Pertama, artikel Peranan Pojok Baca dalam Menumbuhkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar (2019) karya Agung Rimba Kurniawan, dkk.
Kedua, artikel Peran Literasi dalam Meningkatkan Minat Baca Siswa di Sekolah Dasar (2020) karya Dhina Cahya Rohim dan Septina Rahmawati.
Ketiga, artikel Peningkatan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar Melalui Pojok Baca (2023) karya Arum Putri Rahayu, dkk.
Berikutnya, tulisan ini akan ditutup dengan beberapa saran terkait peningkatan minat baca siswa.
Kelak, diharapkan beberapa saran itu dapat diwujudkan di tiap-tiap sekolah, termasuk SD, sehingga minat baca siswanya dapat meningkat.
Tentu, peningkatan minat baca siswa perlu dukungan dan kerja nyata dari semua pihak. Dari kepala sekolah, guru, siswa, orang tua/wali siswa, hingga masyarakat sekitar.
Pojok Baca dan Minat Baca
Pojok Baca atau PB adalah sebuah sudut baca di kelas yang dilengkapi dengan koleksi buku yang ditata secara menarik untuk menumbuhkan minat baca (Faradina lewat Kurniawan, dkk., 2019).
PB merupakan perpanjangan dari fungsi perpustakaan SD, yaitu untuk mendekatkan buku kepada siswa dan buku yang tersedia bukan hanya buku pelajaran, melainkan juga buku nonpelajaran.
Melalui PB, siswa dilatih untuk membiasakan diri membaca buku sehingga siswa memiliki kegemaran membaca.
Di samping itu, PB berbeda dengan perpustakaan karena PB bagian dari ruang kelas siswa sehingga mudah diakses (Marg lewat Rahayu, dkk., 2023).
Siswa memiliki kebebasan memilih buku untuk diri sendiri dan mendorong diri sendiri bertanggung jawab atas koleksi buku-buku di kelasnya sendiri.
Dengan begitu, kehadiran PB di kelas dapat melatih rasa tanggung jawab siswa.
Sebagai contoh, siswa menyediakan rak buku, memilah dan memilih koleksi buku yang variatif, menata koleksi buku, dan mempersiapkan buku rekap baca.
Terkait itu, apa relevansi PB terhadap minat baca siswa? Rahayu, dkk. (2023) merujuk hasil penelitian Rofiuddin dan Hermintoyo (2017) bahwa PB memiliki dampak yang signifikan pada peningkatan minat baca siswa.
Semakin berkualitas PB, maka semakin tinggi pula minat baca siswa. Kualitas PB ditentukan banyak faktor, di antaranya, pengelolaan penataan PB, dekorasi PB, koleksi buku PB, dan pembaruan koleksi buku PB.
Apabila kualitas PB kian lama kian baik, kelak minat baca siswa di kelas kian lama kian baik pula.
Sebagai contoh, SDN Girimulyo I telah melaksanakan program PB atas pendampingan dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Maarif Magetan, Jawa Timur.
Pada Maret hingga Mei 2023, SDN Girimulyo melaksanakan program PB di kelas III, IV, V, dan VI. Setelah melaksanakan program PB, Rahayu, dkk. (2023) memaparkan data menarik.
Yaitu, data kenaikan minat baca siswa terjadi setelah dilaksanakan program PB. Siswa kelas III mencapai 2,3% sebelum mengikuti PB dan setelah mengikuti PB menjadi 4,5%.
Fenomena serupa juga terjadi pada hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) siswa SDN Girimulyo I. Awalnya siswa hanya mencapai skor AKM rata-rata 70, setelah mengikuti PB di kelasnya masing-masing, skor AKM berubah menjadi 85.
Ditambah lagi faktor antusiasme dan keterlibatan siswa dalam PB ternyata berdampak positif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Lebih dari 90% siswa merasa lebih termotivasi untuk belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran (Rahayu, dkk., 2023).
Pengalaman siswa SDN Girimulyo I kurang lebih sama dengan pengalaman siswa SDN 34/1 Teratai Muara Bulian. Pada Oktober hingga November 2019, siswa SDN 34/1 Teratai Muara Bulian mengikuti kegiatan PB.
Menurut Kurniawan, dkk. (2019), kegiatan PB sangat membantu menumbuhkan minat baca siswa SDN 34/1 Teratai Muara Bulian.
Hal itu terlihat dari keterlaksanaan indikator yang digunakan pada saat observasi dan wawancara terhadap guru dan siswa dalam pelaksanaan PB.
Kurniawan, dkk. (2019) membagi sejumlah peran PB di sekolah, yaitu sebagai fasilitas tempat membaca, bahan bacaan terdekat, tempat yang nyaman untuk membaca, dan tempat baca yang menarik perhatian.
PB yang menarik dan nyaman mampu menumbuhkan minat membaca siswa. Hal itu tampak dari antusias siswa mengunjungi PB yang setiap hari selalu ada siswa yang berkunjung untuk membaca buku pelajaran atau buku nonpelajaran.
Dengan begitu, hadirnya PB berdampak positif terhadap peningkatan minat baca siswa.
Hadirnya PB juga mendorong guru untuk memfasilitasi siswa dalam membaca dengan nyaman, rapi, dan menarik. Apabila PB didesain dengan nyaman, rapi, dan menarik, kelak siswa akan senang berkunjung tiap hari.
Selain itu, guru dapat pula melakukan pemilihan Duta Baca tiap bulan berdasarkan pohon literasi yang sudah diisi oleh siswa. Kelak, adanya Duta Baca akan memotivasi siswa untuk lebih giat membaca (Rahayu, dkk., 2023).
Penulis yakin bahwa minat baca siswa akan bertumbuh dengan hadirnya PB di sekolah.
Menuju Literasi Siswa
Minat baca siswa akan bertumbuh, salah satunya berkat hadirnya PB di sekolah. Dengan begitu, tiap-tiap sekolah wajib membuat PB di kelas.
Dari situlah, kita berharap budaya literasi siswa kita, terutama di jenjang SD, akan bertumbuh lebih baik di masa mendatang.
Terkait itu, Rohim dan Rahmawati (2020) menguraikan tiga usaha yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah dalam upaya peningkatan literasi siswa.
Ketiga usaha ini sangat berdampak luas terhadap bertumbuh-tidaknya budaya literasi di sekolah.
Pertama, pihak sekolah perlu menambah sarana prasarana berupa pengadaan buku-buku yang menarik minat membaca siswa. Misalnya, buku dongeng, buku cerita rakyat, atau fabel. Pengadaan buku ini dapat diambilkan dari bantuan operasional sekolah (BOS) atau donasi dari pihak siswa/orang tua.
Bahkan, ada pengalaman menarik, pihak sekolah mendapatkan hibah buku dari pihak penerbit buku.
Bukan tidak mungkin penerbit semacam Pustaka Pelajar atau Penerbit Buku Kompas memberikan donasi buku kepada pihak sekolah.
Kedua, pihak sekolah perlu melakukan sosialisasi yang intens kepada para siswa tentang pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
Dalam kurun waktu 15 menit itu, para siswa diajak membaca bacaan nonpelajaran yang menarik bagi dirinya. Siswa yang senang membaca novel akan memilih novel.
Demikian halnya dengan siswa yang senang membaca komik akan memilih komik. Selanjutnya, pihak sekolah dapat melakukan kontrol terhadap aktivitas membaca melalui jurnal membaca yang diisi oleh siswa setelah membaca.
Ketiga, pihak sekolah perlu mengadakan berbagai lomba sebagai wadah siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan literasi. Di antaranya, lomba membaca puisi, lomba menulis puisi, lomba pidato, lomba berkisah, lomba mading, dan lomba menulis cerpen.
Pelaksanaan lomba-lomba itu pada jeda tengah semester atau setelah ujian akhir semester. Selain itu, diadakan pula lomba Duta Baca atau Raja Buku dan Ratu Buku sebagai bentuk apresiasi pihak sekolah terhadap minat baca para siswa.
Terkait itu, merujuk Rohim dan Rahmawati (2020), ada dua saran terkait peningkatan minat baca siswa.
Saran pertama, sebaiknya guru menggunakan metode yang variatif dalam pelaksanaan kegiatan literasi.
Ada beragam metode dalam pembelajaran, antara lain, metode ceramah, metode diskusi, metode kuis, metode sosiodrama, dan metode cerdas cermat.
Di kelas, guru dapat memulai menggunakan metode ceramah. Selanjutnya, guru dapat menggunakan metode diskusi guna mendorong siswa berdiskusi dengan siswa lainnya.
Saran kedua, sebaiknya bahan bacaan juga variatif yang akan dibaca oleh para siswa. Di PB seyogianya tersedia bahan bacaan yang variatif, seperti buku kumpulan cerita pendek, buku kumpulan dongeng, buku kumpulan puisi, buku kumpulan fabel, novel, naskah drama, dsb.
Variasi bahan bacaan itu penting, mengingat siswa perlu bahan bacaan yang beragam dan tidak hanya satu genre semata. Dengan demikian, pihak sekolah dan orang tua dapat berpikir ihwal bahan bacaan yang lebih variatif.(*)
Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI FKIP UAD; Anggota Majelis Tabligh dan Pustaka Informasi PRM Nogotirto; Mahasiswa S-3 UNY
Begini Strategi Kementerian Tingkatkan Kualitas pendidikan di Indonesia
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin