RADARJAMBI.CO.ID - Temenggung Jelitai, Temenggung Ngelembo , Temenggung Ngentam dan Temenggung Ngelambu perwakilan dari masyarakat adat Orang Rimba, secara tegas mengecam tindakan illegal drilling dan perambahan hutan di kawasan Hutan Harapan. Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (1/11), Jelitai menyatakan bahwa Orang Rimba sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan kelestarian hutan, serta mendukung penuh upaya restorasi yang dilakukan oleh PT REKI.
“Di adat Kami Orang Rimba, menebang satu pohon samo dengan menghancurkan kehidupan. Dendanya 500 lembar kain. Itu pelanggaran berat,” jelasnya.
Temenggung Jelitai mengungkapkan bahwa ada oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan masyarakat Orang Rimba untuk melakukan perambahan hutan. "Mereka mencoba melobi dan mengarahkan warga kami untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan adat," ujarnya.
Keempat Temenggung ini sudah melakukan kunjungan dan mengajak oknum Orang Rimba yang terlibat secara adat. Mereka memberikan pengarahan dan menyadarkan kelompoknya yang ada di lokasi tersebut.
Berdasarkan kronologi yang dipaparkan PT REKI selaku pemegang izin restorasi hutan harapan di wilayah Jambi dan Sumsel seluas 98 ribu hektare, perambahan dan aktivitas ilegal drilling di kawasan Hutan Harapan semakin intensif sejak tahun 2021. Awalnya, aktivitas ini terkonsentrasi di wilayah perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan. Namun, pada tahun 2023, luas area yang terdampak mencapai 380 hektare. Pelaku perambahan diduga kuat berasal dari warga Desa Sungai Bahar dan Sako Suban yang memanfaatkan Orang Rimba untuk memuluskan kegiatan terlarang yang mereka lakukan.
Hukum adat Orang Rimba sangat menghormati alam dan lingkungan. Bagi masyarakat adat, hutan adalah sumber kehidupan dan harus dijaga kelestariannya.
Jelitai juga mengungkapkan bahwa beberapa anggota masyarakat Orang Rimba telah terbujuk rayu oleh para pelaku perambahan. Mereka hanya mendapatkan imbalan yang sangat kecil, seperti makanan dan rokok, tanpa menyadari dampak buruk yang ditimbulkan dari tindakan mereka.
"Kami telah bertemu dengan saudara kami, Bayung, yang terlibat dalam aktivitas ini. Dia menceritakan bahwa ada oknum bernama Ujang dari Unit 1 Sungai Bahar dan oknum kepala desa Bungku, dan Oknum Kepala Desa dari Sumsel yang mengizinkan mereka disana dan harus menyetor sebesar Rp20.000 per drum minyak ilegal drilling," ungkap Jelitai.
Upaya diskusi adat yang dilakukan tampaknya tidak membuahkan hasil. Temenggung Jelitai menyerahkan penindakan bisa dilakukan dengan hukum negara.
“Yang patuh balik ke penghulu, yang ingkar balik ke Rajo. Kalau dari masyarakat kami sudah tidak lagi mendengarkan kato adat dan temenggung. Berarti dengan berat hati kami menyerahkan ke Rajo (Pemerintah) untuk melakukan pembinaan kepada mereka,” jelasnya.
Adam Aziz, Direktur PT REKI berterimakasih dengan kehadiran dan kerjasama para Temenggung Orang Rimba untuk bersama-sama menjaga Hutan Harapan. Dia mengatakan Orang Rimba menjadi contoh bagaimana kedekatan masyarakat adat dengan hutan dan harusnya menjadi inspirasi semua orang.
“Hutan Harapan adalah aset berharga bagi kita semua. Menjadi harapan sebagai satu-satunya hutan dataran rendah yang tersisa. Sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaan dan restorasi hutan ini, PT REKI sangat prihatin dengan adanya tindakan-tindakan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat adat Orang Rimba.
Kami berterimakasih banyak atas ketegasan Temenggung Jelitai dan para tokoh adat Orang Rimba yang telah bersuara lantang untuk membela hak-hak mereka dan melindungi hutan . PT REKI sepenuhnya mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat adat untuk menjaga kelestarian Hutan Harapan,” jelasnya.
Kejadian perambahan hutan dan aktivitas ilegal drilling yang terjadi di Hutan Harapan merupakan tindakan yang sangat disesalkan. Tindakan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencoreng nama bagi Orang Rimba.
“ Oknum-oknum ini mencoreng adat kami, nama baik dan identitas kami sebagai Orang Rimba atau suku anak dalam. Kami mendukung penuh upaya pelestarian hutan yang dilakukan PT REKI, karena sejalan dengan adat kami,”tambah Temenggung Ngelembo yang turut hadir dalam kegiatan diskusi duduk bersama Orang Rimba membongkar mafia tanah di Hutan Harapan.
Manajer Perlindungan Hutan Harapan, T.P Damanik setidaknya ada lebih dari 20 sumur aktif yang dipantau tim Hutan Harapan di lokasi tersebut. Para pekerja juga berganti-ganti setiap minggunya, guna melancarkan modus ketidaktahuan bahwa praktek yang dilakukan melanggar hukum.
“Kita akan segera melakukan upaya penegakan hukum, karena tadi informasi yang kita dapatkan ada Orang Rimba tadi kita coba melalui pendekatan adat. Namun para Temenggung juga menyerahkan kembali kepada penegak hukum. Berdasarkan informasi para Temenggung, oknum Orang Rimba ini juga ternyata memang beberapa kali terlibat dalam kasus jual beli lahan,”ungkapnya.(*)