Tidak Dapat Diterima Uji Materi UU Kabupaten Batanghari, Pemohon Tidak Miliki Kedudukan Hukum

Kamis, 02 Januari 2025 - 21:45:35


/

Radarjambi.co.id-Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari).

Perkara Nomor 166/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Bupati Batang Hari Fadhil Arief dan Ketua DPRD Kabupaten Batang Hari Rahmad Hasrofi, pada Kamis (2/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK. “Mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, menurut Mahkamah, pengujian seluruh frasa “Kabupaten Batanghari” dalam UU 37/2024 serta Pasal 2 UU 37/2024 yang berkenaan dengan tanggal pembentukan Kabupaten Batanghari yang dimohonkan pengujiannya oleh para Pemohon adalah terkait dengan urusan kepentingan pemerintahan daerah.

Maka, yang dapat mewakili kepentingan daerah untuk mengajukan pengujian terkait ketentuan dimaksud adalah pemerintahan daerah, yakni Bupati Kabupaten Batang Hari bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Batang Hari sebagai satu kesatuan Pemerintahan Daerah Kabupaten Batang Hari.

Berkenaan dengan persoalan ini, pada saat persidangan pendahuluan dengan agenda mendengar pokok-pokok permohonan Pemohon serta memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang diselenggarakan pada 4 Desember 2024.

Mahkamah telah memberikan nasihat kepada para Pemohon yang pada pokoknya untuk memperkuat subjek hukum terkait dengan kedudukan hukum para Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU MK, yaitu dengan melampirkan bukti berupa hasil Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Batanghari yang menyetujui pengajuan permohonan pengujian UU 37/2024 ke Mahkamah.

Kemudian, sambung Ridwan, dalam Persidangan Pendahuluan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan pada 17 Desember 2024, para Pemohon dalam perbaikan permohonannya menambahkan 2 (dua) Pemohon baru, yakni Pemohon III dan Pemohon IV serta mengubah kualifikasi Pemohon I dan Pemohon II yang semula adalah mewakili Pemerintahan Daerah Kabupaten Batanghari menjadi perorangan warga negara Indonesia.

“Adapun Pemohon III dan Pemohon IV mengkualifikasikan diri sebagai perorangan warga negara Indonesia dan merupakan Ketua Umum (Pemohon III) dan Sekretaris Umum (Pemohon IV) Pengurus Harian Lembaga Adat Melayu Jambi Bumi Serentak Bak Regam Kabupaten Batang Hari Masa Bakti 2021 – 2026,” sebutnya.

Oleh karena Pemohon III dan Pemohon IV merupakan perorangan warga negara Indonesia dan bukan merupakan pemerintahan daerah yakni kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota) bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Berdasarkan hukum Mahkamah di atas, Pemohon III dan Pemohon IV sebagai subjek hukum tidak memiliki kedudukan hukum untuk melakukan pengujian norma yang berkaitan dengan urusan pemerintahan daerah.

Dengan demikian, Ridwan melanjutkan, berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV yang merupakan perorangan warga negara Indonesia dan bukan merupakan pemerintahan daerah tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemerintahan daerah, in casu Pemerintahan Daerah Kabupaten Batanghari.

Terlebih, para Pemohon tidak dapat menyertakan bukti adanya Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Batanghari yang dilakukan sebelum diajukannya permohonan ke Mahkamah perihal persetujuan pengajuan permohonan pengujian UU 37/2024 ke Mahkamah, sehingga Mahkamah berpendapat Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo

Oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, maka pokok permohonan para Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.

Sebelumnya, para Pemohon mempermasalahkan penulisan nama “Kabupaten Batang Hari” yang berubah menjadi “Kabupaten Batanghari” dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2024 tentang Kabupaten Batanghari di Provinsi Jambi (UU Kabupaten Batanghari).

Bupati Batang Hari Fadhil Arief dan Ketua DPRD  Kabupaten Batang Hari Rahmad Hasrofi tercatat menjadi Pemohon Perkara Nomor 166/PUU-XXII/2024 tersebut. Sidang perdana perkara ini digelar pada Rabu (4/12/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Vernandus Hamonangan mengatakan, Pemohon mendalilkan frasa “Kabupaten Batanghari” (ditulis menyambung) dalam undang-undang tersebut, yang menurut para Pemohon seharusnya ditulis "Kabupaten Batang Hari" (ditulis terpisah).

Para Pemohon berpendapat bahwa penggunaan frasa yang tidak sesuai tersebut menimbulkan berbagai permasalahan administratif dan budaya. Selain itu, penulisan yang berubah tersebut dapat mengganggu administratif dalam penyelenggaraan Kabupaten Batang Hari—dalam hal pengelolaan dokumen, verifikasi data, pencatatan data dan dokumentasi resmi, seperti surat-surat resmi, statistik dan arsip sejarah.

Para Pemohon meminta MK untuk menyatakan penulisan "Kabupaten Batanghari" dalam UU No. 37 Tahun 2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga mengusulkan agar Pasal 2 diubah untuk mencantumkan tanggal pembentukan yang sesuai dengan fakta sejarah.(*)

 

 

Sumber  : https://www.mkri.id/