Radarjambi.co.id-Komentar Deddy Corbuzier tentang seorang siswa yang mengkritik menu makanan di sekolahnya memicu perdebatan di media sosial X. Dalam video tersebut, Deddy menanggapi kritik siswa itu dengan pernyataan, "Sekaya apa ente?" Pernyataan ini memunculkan beragam reaksi dari publik, sebagian mendukung, sebagian lagi mengkritik.
Namun, di balik perdebatan ini, terdapat elemen penting yang perlu disoroti: logical fallacy atau kesesatan logika. Logical fallacy merupakan kesalahan dalam cara berpikir atau berargumen yang tampak meyakinkan, tetapi sebenarnya cacat logika.
Dalam kasus ini, komentar Deddy Corbuzier mengandung logical fallacy jenis ad hominem, yaitu menyerang pribadi pengkritik daripada membahas substansi argumen.
Pernyataan "Sekaya apa ente?" mengalihkan fokus dari isu utama, terhadap kualitas menu makan gratis yang dibagikan, ke status ekonomi siswa yang mengkritik. Pendekatan ini tidak memberikan jawaban dari kritik tersebut, tetapi justru merendahkan pengkritik berdasarkan faktor yang tidak relevan dengan topik.
Dengan demikian, diskusi menjadi kurang konstruktif dan gagal mencapai solusi atau kesimpulan yang berguna. Penggunaan logical fallacy dapat merusak kualitas diskusi publik.
Dalam konteks ini, mengabaikan kritik siswa tentang menu makanan justru melemahkan kesempatan untuk mengevaluasi apakah menu tersebut memenuhi standar gizi atau tidak. Sebaliknya, tanggapan yang berfokus pada fakta dan data dapat memicu diskusi produktif yang menguntungkan semua pihak.
Kritik, terutama yang datang dari siswa dan masyarakat umum, seharusnya diterima sebagai masukan untuk perbaikan. Alih-alih mengalihkan perhatian dengan pernyataan yang menyerang pribadi, respons yang lebih relevan seharusnya bisa memperkaya diskusi.
Misalnya, mengevaluasi kualitas menu berdasarkan standar gizi atau kebijakan sekolah. Respons tersebut tidak hanya mengundang perdebatan, tetapi juga mengandung logical fallacy yang dikenal sebagai bandwagon, atau "efek ikut-ikutan”.
Bandwagon merupakan kesesatan logika yang terjadi ketika seseorang mengasumsikan bahwa sesuatu benar atau salah hanya karena banyak orang mendukungnya.
Dalam konteks ini, argumen Deddy dapat diartikan sebagai pembelaan terhadap pihak sekolah atau penyelenggara menu dengan dasar bahwa banyak siswa lain tidak mengeluhkan menu tersebut, sehingga kritik dari siswa yang bersangkutan dianggap tidak relevan.
Dengan menyoroti status ekonomi siswa sebagai tanggapan atas kritiknya, pernyataan Deddy secara implisit mengesampingkan kemungkinan adanya masalah nyata pada menu makanan. Argumen ini seolah mengajak audiens untuk mengabaikan kritik siswa tersebut karena ia dianggap "tidak mewakili mayoritas.
" Hal ini menciptakan tekanan sosial untuk mendukung pandangan bahwa menu sekolah sudah cukup baik, tanpa memberikan ruang untuk mengevaluasi validitas kritik secara objektif.
Diskusi mengenai komentar Deddy Corbuzier atas kritik siswa terhadap menu makan siang gratis memperlihatkan pentingnya memahami logical fallacy dalam komunikasi publik.
Ad hominem dan bandwagon menjadi dua jenis kesesatan logika yang muncul dalam pernyataan tersebut, menggiring perhatian masyarakat dari masalah inti menuju hal yang tidak relevan.
Respon yang fokus pada fakta, data, dan analisis objektif jauh lebih konstruktif untuk membangun solusi yang bermanfaat bagi semua pihak. Kritik, jika diterima dengan tepat, menjadi peluang untuk perbaikan, bukan sekadar bahan perdebatan.(*)
Penulis : Dwi Shadillah Talentania Putri W, Masyitoh Intan Brilliani, M Yudistira Putra Pamungkas T, Nicho Desvasyawindra Kalwa, Rizka Arifia, Shafira Amalia Chandra, Shakira Athilla Faralenni
Iman kepada Hari Akhir: Fondasi Akidah dan Motivasi Hidup Bermakna
Logical Fallacy Dalam Kritik Menu Makan Siang Gratis Oleh Deddy Corbuzier