Pemkab Tebo Berkomitmen untuk Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Hutan

Rabu, 12 Februari 2025 - 11:33:18


/
RADARJAMBI.CO.ID - Pemerintah Kabupaten Tebo dan WWF Indonesia  menggelar dialog publik bertajuk "Dialog Pembangunan Berkelanjutan: Kolaborasi Para Pihak Terhadap Praktik Baik Masyarakat Sekitar Hutan di Bentangan Bukit Tigapuluh Kabupaten Tebo".   Dialog publik ini menjadi platform bagi para pihak  termaksud CSO/CBO (kelompok Masyarakat baik petani petani dan Guru untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait praktik baik dalam mempromosikan pembangunan ekonomi hijau dan pendidikan berkelanjutan.   Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Tebo, Joko Ardiawan,  menyampaikan apresiasi atas kontribusi WWF Indonesia dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Tebo.   Ia juga menekankan pentingnya peran serta berbagai pihak dalam mengatasi isu deforestasi yang masih menjadi ancaman bagi Kabupaten Tebo.    
“Praktik baik yang sudah dilakukan ini harus kita gaungkan dan kita promosikan untuk menjadi inspirasi di tempat lain. Pendekatan penguatan lokal menjadi sangat penting dalam melakukan program yang ada di Tebo, untuk identitas masyarakat Kabupaten Tebo ini,” tegasnya. 
Ketahanan keluarga menjadi kunci dalam menjawab ancaman terhadap keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.  Salah satu upaya penting yang dilakukan WWF Indonesia untuk memperkuat ketahanan keluarga adalah meningkatkan kesejahteraan petani karet.  Melalui pelatihan dan pendampingan, WWF Indonesia berupaya meningkatkan kualitas dan produktivitas karet, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani dan memperkuat ketahanan ekonomi keluarga mereka.
Budi Ardiansyah, Ketua Kelompok Tani Karet Maju Bersama Desa Muara Sekalo bercerita bahwa dulunya pemahaman mereka bertani karet hanya mengejar berat, sekarang lebih pada mengejar mutu. 
“Dulu kami menjual karet hanya berpatok pada berat, sehingga kami tidak mendapatkan harga yang baik. Sekarang kami mendapatkan pembelajaran dari berbagai pelatihan termasuk tidak perlu menderes setiap hari dan plat deres biasanya sampai enam plat sekarang cukup satu saja karena itu malah melukai batang karet,” jelasnya sebagai pemapar cerita baik yang dilakukan petani karet di 3 Desa dampingan WWF, Desa Muaro Sekalo, Suo-suo dan Desa Semambu.
Karet masih menjadi komoditi andalan Provinsi Jambi , Joko Ardiawan bilang  bahwa melalui kegiatan pelepasan komoditi ekspor Provinsi Jambi yang baru-baru ini dilakukan, nilai ekspor dari karet mencapai 6,2 milir dari total nilai ekspor 7,2 miliar . Komoditi lainnya meliputi pinang dan kayu meranti. 
Potensi menjanjikan ini berbanding terbalik dengan harga yang diterima petani. Karet di tingkat petani masih dihargai rendah. Ketidakterbukaan informasi harga dan monopoli penjualan pada toke, meembuat petani tidak mendapatkan harga yang baik.  Kelompok tani ini bersepakat dalam membuat wadah UPPB (Unit Pengelolaan dan Pemasaran Bokar)  menjadi sistem pemasaran bersama untuk menjawab kendala 
UPPB ini dibangun di Desa Semambu dan Suo-Suo juga menjadi fokus utama.  UPPB ini berperan sebagai pusat agregasi dan pemasaran karet, yang memungkinkan petani menjual karet dengan harga lebih baik.   WWF Indonesia juga mendorong pembentukan forum petani untuk memperkuat posisi tawar petani dalam penjualan karet.    
Budi bercerita di beberapa bulan lalu mereka sudah melakukan penjualan bersama melalui UPBB dan mendapatkan harga yang baik. “Selisihnya Rp 2.000/kilo gram, setelah dikurangi dengan biaya pengiriman. Selisih ini sangat membantu petani, sehingga terus bertahan dengan kebun karetnya. Sekarang jumlah petani karet semakin berkurang, karena banyak yang beralih menanam kelapa sawit.
Istri-istri petani kini menanam sayur di pekarangan rumah untuk menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Mereka membentuk Robiah, Kelompok Petani Organik Harapan Makmur Desa Semambu, mengaku dengan adanya tanaman sayur di sekeliling rumah membuat mereka menghemat pengeluaran hingga 20 ribu setiap hari untuk membeli sayur. Mereka berinisiatif membentuk kelompok setelah menyadari penghitungan kebutuhan rumah tangga melalui pelatihan literasi keuangan keluarga. 
“Ternyata banyak pengeluaran dari belanja kebutuhan sehari-hari diantaranya untuk sayur, cabai,dan tomat. Dengan menanam sayur sendiri di pekarangan rumah kami terbantu, dan kebun kelompok juga sudah mendapatkan penghasilan dari penjualan sayur,” katanya. 
Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan
Pendidikan menjadi elemen penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.  Oleh karena itu,  pelatihan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD) diberikan kepada 76  guru di tujuh sekolah di tiga desa tersebut.   Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas guru dalam mengintegrasikan isu-isu lingkungan hidup ke dalam proses pembelajaran.   Hasilnya,  kesadaran siswa terhadap isu-isu lingkungan hidup meningkat dan mereka juga diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian lingkungan.  Tahun 2019, PLH sah menjadi Pelajaran Muatan Lokal di Kabupaten Tebo, bersadarkan SK Bupati nomor 370 tahun 2019.
SDN 067 Desa Muara Sekalo menjadi contoh dalam penerapan baik ESD, dimana selain pemahaman mata pelajaran PLH tapi juga mendorong perubahan dalam  pengetahuan, keterampilan, nilai -  nilai dan sikap yang membentuk budaya atau kebiasaan untuk memungkinkan  masyarakat yang lebih berkelanjutan (memiliki kesiapan untuk tantangan kehidupan dimasa yang akan datang).  
Sarjoni bercerita bagaimana sekolahnya menjadi basis solusi dengan mengajak partisipati warga dan lingkungan sekolah mengintegrasikan isu lingkungan dan budaya yang ada di sekitar sekolah. 
“Partisipasi masyarakat ini juga dimulai dalam forum komunitas berbasis sekolah. Kami tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga membangun kebiasaan dan nilai-nilai yang mendukung keberlanjutan. Dari sekolah untuk perubahan sosial yang lebih baik,” jelasnya. 
Kegiatan ini juga diukur melalui survei ESD. Hasilnya menunjukkan peningkatan pengetahuan, sikap, dan praktik lebih dari 60% guru yang dilatih.    
WWF Indonesia berharap program ini dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat,  meningkatkan pendapatan petani karet,  meningkatkan kesadaran lingkungan hidup,  dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian lingkungan.  Untuk memastikan keberhasilan program, Yayasan WWF Indonesia melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah melalui Kelompok Kerja Teknis (Technical WorkingGroup/TWG). Pembentukan Komite Pengarah dan Kelompok Kerja Pembangunan Hijau melalui SK Bupati No. 632 Tahun 2024. Inisiatif ini menjadi model kolaborasi inklusif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dalam TWG, untuk berpartisipasi secara sinergis. Heru Purnomo, S.E Kabag SDA Setda Kabupaten Tebo selaku Ketua TWG menyebutkan adanya dorongan program-program pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada solusi atas kendala dan tantangan di tingkat tapak, tetapi juga mendorong dampak yang lebih luas, memberikan manfaat bagi komunitas sekitar hutan, serta mengembangkan pembelajaran dan praktik terbaik.
“Pembelajaran baik dari seminar ini kita harapkan ada dukungan implementasi Rencana Tindak Lanjut TWG (Kelompok Kerja Teknis) Pembangunan Hijau, melalui program sinergis terhadap dokumen Rencana Pembangunan,” jelasnya.
Pendekatan kolaboratif ini bertujuan mengadvokasi berbagai kendala, termasuk konversi lahan karet ke sawit yang semakin masif. 
Nazli Herimsyah Project Executant WWF Indonesia Landscape Bukit Tigapuluh menegaskan pentingnya kontribusi inklusif semua pihak dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. “Jika upaya ini tidak dilakukan bersama-sama, kita menghadapi risiko serius terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan di masa depan,” tutupnya.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan dan berkelanjutan.(*)