Radarjambi.co.id-Novel Totto chan karya Tetsuko Kuroyanagi bukan sekadar autobiografi masa kecil sang penulis, tetapi juga sebuah narasi yang sarat makna tentang kebebasan berpikir, keunikan setiap anak, dan relasi manusia dengan lingkungannya.
Kuroyanagi menggambarkan sosok Tottochan sebagai anak yang penuh rasa ingin tahu, imajinatif, dan memiliki semangat eksploratif terhadap dunia sekitarnya. Ia bukanlah anak bermasalah, tetapi keaktifannya yang tinggi membuatnya tidak cocok dengan sistem sekolah formal kala itu, hingga akhirnya ia pindah ke sekolah lain bernama Tomoe Gakuen, dipimpin oleh Kepala Sekolah Sosaku Kobayashi.
Dalam konteks teori William Rueckert, yang memperkenalkan pendekatan ekokritik dalam sastra, novel ini bisa dibaca sebagai upaya menghidupkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup baik sosial maupun alamiah.
Kepala Sekolah Kobayashi tidak hanya menciptakan metode pendidikan yang humanistik, tapi juga ekologis, ia menempatkan anak-anak dalam ruang belajar yang terbuka, penuh empati, dan selaras dengan ritme alam dan perkembangan batin anak.
Tetsuko Kuroyanagi Tetsuko Kuroyanagi lahir pada 9 Agustus 1933, ia dikenal luas sebagai aktris, pengisi suara, pembawa acara, dan aktivis kemanusiaan, Kuroyanagi merupakan sosok multitalenta yang tidak hanya berjaya di dunia hiburan, tetapi juga berperan penting dalam isu-isu sosial dan lingkungan global.
Dengan reputasi internasional yang langka bagi selebritas Jepang pada masanya, Kuroyanagi telah menjadi lambang keterbukaan, kemanusiaan, dan modernitas yang tetap berakar kuat pada nilai-nilai budaya Jepang.
Selain aktif di dunia hiburan, ia juga aktif dalam kegiatan sosial dan lingkungan, menjabat sebagai penasihat untuk World Wide Fund for Nature (WWF) serta menjadi Duta Persahabatan UNICEF.
Ia mendapat pengakuan luas atas dedikasinya dalam bidang kemanusiaan, dan menjadi salah satu selebriti Jepang pertama yang meraih reputasi internasional. Pada tahun 2006, kritikus budaya Donald Richie menobatkannya sebagai "wanita paling populer dan dihormati di Jepang" dalam bukunya Japanese Portraits: Pictures of Different People. 2.2.
Tomoe Gakuen Sebagai Ruang Ekologis Salah satu hal yang ikonik di novel ini adalah keberadaan Sekolah Tomoe Gakuen yang didirikan oleh Kepala Sekolah Kobayashi. Sekolah ini tidak dibangun seperti sekolah konvensional pada umumnya, melainkan menggunakan gerbong kereta sebagai ruang kelas.
Hal ini bukan hanya simbol keunikan, tetapi juga bentuk pemanfaatan kembali sumber daya yang sudah ada secara kreatif suatu nilai yang sangat selaras dengan prinsip ekosentrisme.
Di sekolah ini, siswa tidak dikekang oleh dinding dan jadwal yang kaku. Mereka memiliki kebebasan memilih pelajaran, belajar di luar ruangan, dan bersentuhan langsung dengan alam.
Dengan membiarkan anak-anak dekat dengan lingkungan fisik dan sosial secara alami, Kepala Sekolah Kobayashi menciptakan sistem pendidikan yang berlandaskan pada keselarasan dan penghormatan terhadap alam.
Pandangan ini selaras dengan prinsip ekoentrisme, bahwa alam bukan sekedar pelengkap dalam kehidupan manusia, melainkan elemen esensial yang mendukung pertumbuhan anak-anak.
Interaksi langsung dengan dapat mengajarkan kita menghargai lingkungan sekaligus mebentukan karakter yang kuat dan seimbang. 2.3. Hubungan Totto chan Dengan Rocky Salah satu aspek paling menonjol dalam novel ini adalah hubungan Totto chan dengan anjing peliharaannya, Rocky.
Totto chan tidak memperlakukan Rocky sebagai peliharaan semata, melainkan sebagai sahabat sejati. Ia berbicara, bermain, dan bahkan merasakan kehilangan yang dalam ketika Rocky tidak ada.
Hubungan yang erat ini menggambarkan adanya keterikatan emosional dan penghargaan terhadap makhluk lain sebagai sesama makhluk hidup, bukan sebagai objek.
Pandangan ini selaras dengan prinsip biosentrisme, yang menolak diskriminasi antar spesies dan menjunjung nilai kehidupan semua makhluk. 2.4.Pendidikan yang Mendorong Kesadaran Ekologis Kepala Sekolah Kobayashi mendorong anak-anak untuk belajar dari pengalaman nyata, dari alam, dan dari hubungan sosial yang sehat.
Ia percaya bahwa setiap anak unik dan memiliki cara sendiri untuk belajar. Ia tidak memaksa anak-anak duduk diam sepanjang hari, tetapi mengizinkan mereka bergerak, berbicara, dan bertanya.
Pendidikan seperti ini menumbuhkan kesadaran ekologis, yaitu kesadaran akan keterhubungan antara manusia, lingkungan, dan semua bentuk kehidupan. 2.5.
Kasih Sayang Ibu Kepada Totto chan Ibu Totto chan memainkan peran penting dalam mendukung perkembangan anaknya. Saat sekolah lama menganggap Totto chan sebagai anak bermasalah, sang ibu tidak menyalahkannya, tetapi mencari lingkungan yang lebih sesuai
Tindakan ini merepresentasikan bentuk solidaritas perempuan dan penolakan terhadap sistem patriarkal yang kaku dalam pendidikan. Sang ibu menjadi contoh bagaimana perempuan dapat menjadi agen perubahan yang peka terhadap kebutuhan anak dan lingkungan.
Ekofeminisme melihat kasih sayang dan perawatan sebagai nilai-nilai etis penting yang sering diremehkan oleh budaya dominan yang lebih menekankan rasionalitas dan kompetisi.
Pendidikan yang dijalani Totto chan di Tomoe, yang penuh cinta, empati, dan kebebasan, mencerminkan prinsip-prinsip ini. Di sekolah tersebut, anak-anak belajar dari alam, belajar menghargai makanan dan tubuh mereka, dan membangun relasi yang sejajar dengan orang lain dan lingkungan sekitar
Novel Totto chan merupakan karya yang tidak hanya menceritakan masa kecil seorang gadis unik, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai lingkungan yang mendalam. Prinsip Eko kritik yang dikemukakan oleh William Ruckert adalah ekosentrisme, biosentrisme, dan ekofeminisme tercermin kuat dalam narasi dan karakter-karakter dalam novel ini.
Ekosentrisme tampak dalam cara Tomoe Gakuen dibangun dan dijalankan. Ramah lingkungan, terbuka, dan dekat dengan alam. Pendidikan yang diberikan tidak bersifat mekanistik, melainkan menyatu dengan ritme alam dan menghargai keseimbangan ekosistem.
Biosentrisme hadir melalui penghormatan terhadap semua makhluk hidup, seperti relasi Totto chan dengan anjing peliharaannya, Rocky. Semua bentuk kehidupan dipandang memiliki nilai intrinsik, tidak sekadar sebagai alat bagi kepentingan manusia.
Ekofeminisme tercermin dari karakter Ibu Totto chan sebagai sebagai orang tua yang akan mendukung pertumbuhan anaknya disegala situasi. Meskipun tidak selalu menjadi pusat cerita, perannya sangat besar sebagai ibu yang penuh pengertian, penyayang, dan berpikiran terbuka.
Novel ini menyuarakan keterkaitan antara pembebasan perempuan dan pelestarian alam melalui pendekatan pendidikan yang penuh empati dan kasih sayang. Dengan pendekatan pendidikan yang inklusif dan manusiawi, Kepala Sekolah Kobayashi menjadi simbol harapan bagi sistem pendidikan yang tidak mengekang, melainkan membebaskan.
Di sisi lain, peran ibu Totto chan menunjukkan pentingnya dukungan orang tua dalam mendampingi pertumbuhan anak secara utuh. Novel Totto chan bukan hanya cerita anak, tetapi juga manifesto halus tentang pentingnya membangun hubungan yang adil, setara, dan penuh cinta baik terhadap sesama manusia, hewan, maupun alam secara keseluruhan.(*)
Penulis : Allayya Safara Mahasiswi universitas andalas,
Pendekatan Humanistik dalam Novel Totto-chan Berdasarkan Teori Abraham Maslow
Represi dan Ketakutan dalam The Memory Police Tinjauan Psikoanalisis Sigmund Freud
Analisis Karakter Tokoh Totto-chan Dalam Tinjauan Sigmund Freud
Krisis Identitas Memory Police Karya Yoko Ogawa: Tinjauan Psikoanalisis Freud
Ingatan yang Terlarang: Analisis Tokoh “R” dalam Novel Memory Police