Radarjambi.co.id-Museum memainkan peranan penting sebagai pusat literasi dan peradaban bangsa. Sayangnya narasi yang mendalam mengenai sejarah, budaya, dan peradaban semakin jarang diperhatikan.
Kisah-kisah masa lalu yang tersimpan dalam koleksi dan artefak museum inilah yang menjadi dasar untuk membangun literasi abad 21. Museum selayaknya menjadi tempat masyarakat belajar, berdialog, dan berinovasi bukan hanya sekeder wisata belaka.
Museum adalah jejak sejarah bangsa Indonesia. Patung, lukisan, prasasti, hingga pakaian tradisional membawa pesan peradaban dan perjuangan bangsa. Sayangnya, banyak museum di Indonesia masih menerapkan model konvensional seperti halnya pameran statis, keterangan singkat, dan ruang sunyi yang terasa mistis. Akibatnya tidak banyak yang tertarik untuk mengunjungi museum.
Museum perlu menghidupkan kembali koleksinya melalui penceritaan naratif yang kreatif, interaktif, dan relevan serta menggunakan teknologi audio-visual. Selain itu, museum dapat menjadi ruang dialog antar generasi.
Literasi naratif tidak hanya tentang membaca cerita tetapi juga menciptakan narasi baru. Perlu adanya kolaborasi dengan siswa, mahasiswa, dan komunitas literasi untuk menulis ulang kisah sejarah berdasarkan imajinasi mereka setelah berkunjung ke museum. Dari sinilah museum menjadi ruang yang dapat melahirkan sebuah karya baik karya sastra, esai sejarah, bahkan film dokumenter.
Pengembangan museum berbasis literasi multimodal juga perlu diupayakan. Museum menjadi media untuk menyajikan pengalaman interaktif yang menggabungkan teks, gambar, audio, video, hingga teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR).
Literasi multimodal adalah kemampuan memahami dan memaknai informasi melalui berbagai mode penyajian. Museum bukan lagi sekadar ruang diam, melainkan ruang literasi abad 21 yang didalamnya memanfaataakan beragam teknologi.
Belum semua museum di Indonesia menekankan pada pengembangan literasi naratif dan multimodal. Pemerintah, Dinas kebudayaan, Perguruan Tinggi, Peneliti, komunitas literasi dan seni, dan industri kreatif perlu bersinergi untuk mendorong digitalisasi museum sekaligus meningkatkan kualitas literasi masyarakat.
Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta dinas kebudayaan daerah dapat memberikan dukungan berupa program revitalisasi museum, dan digitalisasi koleksi.
Perguruan Tinggi dapat bersinergi dalam kajian akademik dan literasi naratif. Mahasiswa dan peneliti dapat membantu menafsirkan koleksi museum melalui pendekatan ilmiah seperti halnya menghasilkan storytelling berbasis riset.
Selain itu dapat juga melakukan riset pengembangan teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) baik melalui pendanaan internal PT maupun eksternal. Sehingga PT dapat berkontribusi dalam menjaga warisan bangsa.
Komunitas literasi, penulis, dan seniman dapat berperan sebagai mediator melalui kegiatan seperti baca karya sastra berbasis koleksi museum, pameran seni interaktif, atau penulisan cerita rakyat lokal. Transformasi museum menuju literasi multimodal juga membutuhkan dukungan dunia teknologi dan industri kreatif.
Kerja sama ini dapat menghadirkan aplikasi digital, tur virtual, dan pameran berbasis teknologi interaktif. Untuk mempromosikan museum media menjadi sumber informasi. Oleh karenanya, keberadaan media dapat meningkatkan minat wisatawan domestik maupun mancanegara untuk menjelajahi museum. Dengan begitu, kedepannya museum dapat menjadi tempat bermain dan belajar yang menyenangkan serta dikenal hingga kancah internasional.(*)
Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan mahasiswa S3 UNS.