Radarjambi.co.id-Wacana perubahan kurikulum hampir selalu muncul dalam diskusi pendidikan di Indonesia. Setiap kurikulum baru hadir dengan semangat pembaruan dan janji perbaikan mutu pendidikan.
Namun, di tengah antusiasme tersebut, sering kali muncul satu persoalan penting yang kurang mendapat perhatian, yaitu bagaimana kurikulum itu dikelola dalam praktik pendidikan sehari-hari.
Menurut pandangan saya, pendidikan kita sebenarnya tidak kekurangan konsep kurikulum. Justru yang masih menjadi masalah adalah lemahnya pengelolaan kurikulum di tingkat pelaksana.
Kurikulum kerap diperlakukan sebagai kewajiban administratif, bukan sebagai pedoman utama dalam merancang dan menjalankan proses pembelajaran. Akibatnya, perubahan kurikulum sering terasa besar di tataran kebijakan, tetapi kecil dampaknya di ruang kelas.
Di banyak lembaga pendidikan, penerapan kurikulum baru belum sepenuhnya diiringi dengan kesiapan sumber daya manusia. Guru diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan cepat, sementara dukungan berupa pelatihan, pendampingan, dan evaluasi masih terbatas.
Program-program pendidikan yang seharusnya menjadi penguat kurikulum pun sering berjalan tanpa perencanaan yang jelas dan tidak terintegrasi secara menyeluruh.
Padahal, manajemen kurikulum menuntut proses yang berkesinambungan. Mulai dari perencanaan yang realistis, pembagian peran yang jelas, pelaksanaan yang konsisten, hingga evaluasi yang berorientasi pada perbaikan.
Kurikulum yang baik tidak akan menghasilkan perubahan berarti apabila hanya berhenti sebagai dokumen tertulis. Sebaliknya, kurikulum yang dikelola dengan sungguh-sungguh akan memberi arah yang jelas bagi seluruh proses pendidikan.
Dalam pendidikan Islam, pengelolaan kurikulum memiliki makna yang lebih luas. Kurikulum tidak hanya bertujuan meningkatkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter, akhlak, dan nilai spiritual peserta didik.
Jika manajemen kurikulum tidak berjalan optimal, maka berbagai program pembiasaan keagamaan dan penguatan karakter berpotensi berjalan sendiri-sendiri dan kehilangan arah tujuan yang seharusnya.
Selain itu, perubahan kurikulum yang terlalu sering juga dapat menimbulkan kebingungan di kalangan pendidik. Guru membutuhkan waktu untuk memahami dan menginternalisasi kurikulum sebelum mampu menerapkannya secara efektif.
Tanpa manajemen transisi yang matang, pergantian kurikulum justru berisiko melemahkan proses pembelajaran dan menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, perhatian terhadap pendidikan seharusnya tidak hanya tertuju pada seberapa sering kurikulum diperbarui, tetapi juga pada seberapa serius kurikulum tersebut dikelola. Penguatan manajemen kurikulum dan program pendidikan perlu menjadi prioritas agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar berdampak pada peningkatan mutu pembelajaran.
Sebagai mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam, saya meyakini bahwa kemajuan pendidikan tidak ditentukan oleh banyaknya perubahan kurikulum, melainkan oleh kualitas pengelolaan kurikulum itu sendiri. Pendidikan akan berkembang jika kurikulum dipahami, dijalankan, dan dievaluasi secara konsisten oleh seluruh pihak yang terlibat.
Pada akhirnya, kurikulum hanyalah alat, bukan tujuan akhir pendidikan. Tanpa manajemen yang kuat, perubahan kurikulum akan terus berulang tanpa menghasilkan perbaikan yang berarti. Pendidikan membutuhkan pengelolaan yang serius, kesabaran dalam proses, dan komitmen bersama agar benar-benar mampu melahirkan generasi yang berpengetahuan, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan. (*)
Penulis : Assyahlan vauzan mahasiswa IAIN kerinci
Implementasi Prinsip Ekowisata dalam Pengelolaan Kawasan Candi Borobudur
Ketidaksiapan Guru dan Sekolah Dalam Penerapan Kurikulum Merdeka
Rendahnya Literasi Siswa dalam Proses Pembelajaran di Sekolah
MBG: Solusi Menuju Indonesia Sehat atau Sekadar Permainan Politik?
Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Kawasan Lembah Colol Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur
Pentingnya Perencanaan Kurikulum yang Sitematis Dalam Dunia Pendidikan