Bhumi Bambu Destinasi Wisata Alam Berbasis Lingkungan di Banyu Mas

Minggu, 21 Desember 2025 - 21:01:33


Fakhira Saffa Kamila
Fakhira Saffa Kamila /

Radarjambi.co.id-Bhumi Bambu merupakan destinasi wisata alam berbasis lingkungan yang mengusung hutan bambu sebagai daya tarik utama di Kabupaten Banyumas.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik Bhumi Bambu, mengidentifikasi perbedaannya dengan destinasi wisata alam lain di Banyumas, menganalisis strategi pengembangannya, serta mengkaji persepsi masyarakat terhadap keberadaan wisata tersebut.

Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan sumber data primer yang diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara semi-terstruktur terhadap pengelola dan pengunjung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Bhumi Bambu memiliki keunikan berupa hutan bambu dan konsep wisata minim ornamen artifisial, daya tarik utama bagi wisatawan masih didominasi oleh keberadaan curug.

Kurangnya media edukasi dan pemanfaatan bambu secara optimal menyebabkan fungsi wisata edukatif belum tercapai secara maksimal. Penelitian ini menegaskan pentingnya penguatan konsep ekowisata berbasis konservasi dan edukasi untuk meningkatkan daya saing Bhumi Bambu sebagai destinasi wisata alam berkelanjutan.

 Indonesia memiliki potensi wisata alam yang besar dan beragam, yang berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kabupaten Banyumas, khususnya kawasan Baturraden, dikenal sebagai salah satu wilayah dengan konsentrasi destinasi wisata alam berupa pegunungan dan air terjun.

Di tengah dominasi wisata curug, Bhumi Bambu hadir dengan konsep berbeda, yaitu menjadikan hutan bambu sebagai daya tarik utama yang menonjolkan keaslian alam dan minim intervensi artifisial. Keunikan tersebut menjadikan Bhumi Bambu relevan untuk dikaji sebagai bentuk pengembangan ekowisata berbasis konservasi.

Namun, dalam praktiknya, muncul kesenjangan antara tujuan awal pengelolaan wisata dengan persepsi dan minat pengunjung. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengkaji secara komprehensif posisi Bhumi Bambu dalam lanskap pariwisata alam Banyumas.

 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data diperoleh dari sumber data primer melalui observasi langsung di kawasan Bhumi Bambu dan wawancara semi-terstruktur dengan pengelola, karyawan, serta pengunjung.

Pemilihan informan dilakukan menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan relevansi terhadap tujuan penelitian. Analisis data dilakukan melalui tahapan reduksi data, penyajian data secara naratif dan tabel, serta penarikan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.

Gambaran Umum Wisata Bhumi Bambu

Bhumi Bambu merupakan destinasi wisata alam berbasis lingkungan yang terletak di Dusun II Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kawasan ini berada di lereng Gunung Slamet dengan luas sekitar enam hektare yang mayoritas ditumbuhi berbagai jenis bambu.

Awalnya, kawasan Bhumi Bambu merupakan lahan tidak terpakai yang kemudian dikembangkan melalui penanaman puluhan spesies bambu sejak akhir 1990-an. Seiring waktu, kawasan ini berkembang menjadi destinasi wisata yang menggabungkan hutan bambu dengan beberapa objek wisata alam lain berupa curug.

 Selain hutan bambu, Bhumi Bambu memiliki sejumlah daya tarik berupa Curug Tirto Widodari, Curug Kracakan, Curug Temon, dan Green Stone Waterfall. Keberadaan objek-objek tersebut menjadikan Bhumi Bambu sebagai destinasi wisata alam yang cukup lengkap.

Dari aspek 4A (Attraction, Amenity, Accessibility, dan Ancillary), Bhumi Bambu secara bertahap telah memenuhi unsur-unsur dasar pengembangan destinasi wisata, meskipun masih terdapat beberapa keterbatasan terutama pada aspek aksesibilitas dan penguatan daya tarik utama hutan bambu.

 Perbedaan Bhumi Bambu dengan Destinasi Wisata Alam Lain di Banyumas

Bhumi Bambu memiliki perbedaan mendasar dibandingkan dengan destinasi wisata alam lain di Banyumas, khususnya yang berada di kawasan Baturraden. Jika sebagian besar wisata alam di wilayah tersebut menitikberatkan pada curug dengan tambahan ornamen buatan dan wahana rekreasi, Bhumi Bambu justru mengusung konsep keaslian alam dengan meminimalkan intervensi artifisial. Tanaman bambu dibiarkan tumbuh secara alami tanpa pola tanam yang kaku, sehingga menciptakan suasana hutan yang teduh dan sejuk.

 Perbedaan ini memperlihatkan orientasi Bhumi Bambu sebagai kawasan konservasi bambu sekaligus wisata alam. Dibandingkan dengan wisata seperti Hutan Pinus Limpakuwus yang memiliki banyak wahana buatan, Bhumi Bambu lebih menonjolkan nilai ekologis dan ketenangan lingkungan. Konsep tersebut sejalan dengan prinsip ekowisata yang menekankan pelestarian lingkungan, edukasi, serta pemberdayaan masyarakat lokal.

Persepsi Wisatawan terhadap Hutan Bambu

Meskipun hutan bambu menjadi identitas utama Bhumi Bambu, hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi wisatawan masih lebih tertuju pada daya tarik curug. Sebagian besar pengunjung menganggap curug sebagai objek wisata utama yang lebih menarik secara visual dan rekreatif dibandingkan hutan bambu.

Kondisi ini dipengaruhi oleh minimnya media interpretasi dan edukasi mengenai bambu, seperti papan informasi, jalur edukasi, atau program wisata tematik yang menjelaskan nilai ekologis dan ekonomis bambu.

Dari sisi pengelolaan, Bhumi Bambu telah menerapkan beberapa strategi pengembangan, terutama dalam aspek keamanan dan promosi. Pemasangan kamera CCTV, penyediaan alat keselamatan, serta pendampingan pengunjung di area curug menunjukkan perhatian pengelola terhadap keselamatan wisatawan. Selain itu, promosi melalui media sosial menjadi strategi utama untuk menjangkau wisatawan, khususnya generasi muda.

 Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pengembangan Bhumi Bambu masih perlu diarahkan pada penguatan identitas hutan bambu. Pengembangan media edukasi, inovasi pemanfaatan bambu sebagai produk kreatif, serta optimalisasi lahan kosong dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan daya tarik wisata.

Kolaborasi dengan masyarakat lokal dan kelompok sadar wisata juga perlu diperkuat agar pengelolaan Bhumi Bambu selaras dengan prinsip pariwisata berkelanjutan..

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Bhumi Bambu memiliki potensi besar sebagai destinasi ekowisata berbasis hutan bambu di Banyumas. Keunikan konsep dan keaslian lingkungan menjadi kekuatan utama, namun implementasi wisata edukatif belum optimal karena keterbatasan media edukasi dan pemanfaatan bambu.

Persepsi masyarakat yang lebih memfokuskan kunjungan pada curug menunjukkan perlunya strategi pengembangan yang lebih terarah pada penguatan identitas hutan bambu. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan program edukasi, inovasi pemanfaatan bambu, serta peningkatan fasilitas pendukung untuk mewujudkan pariwisata alam yang berkelanjutan.(*)

 

 

 

Penulis : Fakhira Saffa Kamila Mahsiswi Fakultas Ilmu Budaya, Sastra Jepang, Universitas Andalas