Diskusi NGO lingkungan dan AJI Kota Jambi
RADARJAMBI.CO.ID, KOTA JAMBI- Aturan moratorium hutan akan habis pada 15 Mei 2015. Sejumlah NGO di Jambi tetap meminta agar aturan ini diperpanjang mengingat persoalan hutan yang ada saat ini. Dimana, dengan adanya moratorium saja, masih banyak pelanggaran yang dilakukan.
Ini terungkap dalam diskusi yang digelar AJI Kota Jambi dengan sejumlah NGO lingkungan yakni WARSI, CAPPA, Perkumpulan Hijau, Gita Buana dan Sumatera Pundi serta media di Jambi.
Manager Komunikasi KKI Warsi Jambi Rudy mengatakan jika moratorium ini tidak diperpanjang maka akan mengancam sejumlah hutan yang ada di Jambi, pasalnya hutan-hutan di Jambi selama ini menjadi incaran untuk investasi penggunaan HTI dan juga perkebunan sawit.
"Moratorium kalau dihentikan lahan gambut yang pertama yang akan terancam, karena lahan gambut ini statusnya bukan hutan lindung maupun taman nasional," kata Rudi.
Dia mengatakan sebagian besar wilayah Jambi yang masuk ke dalam moratorium yakni di kawasan-kawasan hutan lindung, Taman Nasional dan kawasan konservasi lainnya.
Paling tidak menurut hitungan Warsi lahan gambut seluas 160 ribu ha yang tersebar di wilayah Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur terancam keberadaannya.
Rudi mengatakan mestinya moratorium penebangan hutan yang disahkan pada masa pemerintah Presiden SBY ini lebih lama dilakukan, "Paling tidak waktunya 20-30 tahun baru alam itu bisa dibilang istirahat," katanya.Â
Upaya yang dilakukan untuk menahan laju deforestasi akibat penebangan hutan tanpa adanya moratorium sebut Rudi bakal tidak efektif, upaya semisal dengan memperbanyak hutan adat katanya di Provinsi Jambi tidak sebanding dengan laju deforestasi akibat masuknya perusahaan-perusahaan. "Upaya minimal dengan hutan adat yang paling besar hanya 3.000 ha di Lubuk Beringin, sementara di seluruh Jambi hanya 49 ribu ha, itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan ekspansi perusahaan yang mencapai ratusan ribu ha," katanya.Â
Dipaparkan Rudi pelaksanaan moratorium penebangan hutan di Jambi sendiri menurutnya masih banyak ditemukan overlap luas wilayah hutan oleh perusahaan, terutama perusahaan sawit.
Sementara itu, Ferry dari Perkumpulan hijau, pengehentian moratorium juga makin parah dengan kebijakan biofuel dengan insentif. Ini akan memicu perluasan sawit besar-besaran yang menggerus hutan. "Kebijakan ini berbahaya bagi hutan. Apalagi di Jambi termasuk target pendiriannya,"katanya.
Kebijakan ini tak hanya berbahay bgi hutan, tapi juga bisa ematikan petani sawit. Karena sawit yang bisa dibeli hanya sawit yang bersertifikasi. Ini berarti hanya sawit perusahaan yang bisa melakukannya.
Makanya, dirinya juga termasuk yang menolak kebijakan ini. Ia juga menerangkan agar moratorium hutan terus diperpanjang. Mengingat meski ada moratorium, banyak perkebunan sawit yang berdiri di daerah yang dilarang. "Apalagi kalau sudah dicabut. Saat ini dari 1,5 juta hutan yang dimoratorium, separuhnya juga sudah beralih fungsi,"katanya.
Sementara Umi dari Cappa menekankan perlu ada tata kelola yang standar terhadap pengelolaan hutan baik taman nasional, hutan lindung dan jenis lainnya.
Editor: Gustav
Al Haris: Jika Terbukti Bermasalah, Hasil Tes Satpol PP Batal
Pj Wali Kota Jambi Lepas Logistik Pilkada Di 943 TPS Dalam Kota Jambi