RADARJAMBI.CO.ID, JAKARTA– Ada dua kriteria utama yang diinginkan KPU RI untuk menjaring calon anggota KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dua kriteria utama tersebut yakni integritas dan ilmu tentang kepemiluan.
"KPU memprioritaskan, satu, dia yang punya integritas, kedua dia punya pengalaman. Tidak hanya pengalaman tentang pemilu, tetapi dia juga punya ilmu tentang pemilu. Jadi nanti dia kalau menyelenggarakan pemilu tidak hanya ber-basic pengalaman, tetapi juga keilmuan," kata Ketua KPU RI Arief Budiman di Jakarta, Senin (29/5).
Masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan berakhir pada Tahun 2018.Â
Arief mengatakan latar belakang keilmuan tersebut tidak harus diraih melalui pendidikan formal. Ia memaparkan, keilmuan yang dimaksud bisa diperoleh dari penulisan kajian terkait isu-isu strategis mengenai kepemiluan.
“Basic Ilmu beperti apa? Tidak hanya dari akademisi, tidak. Jadi dia yang banyak menulis buku tentang kepemiluan, banyak membuat kajian pemilu juga bisa. Sebab dia punya pengalaman, dan ini bisa menjadi nilai tambah,†terang dia.
Untuk membuat penilaian yang baik, Arief menjelaskan bahwa KPU akan membuat prosentase dari tiap-tiap aspek, sehingga jika ada calon yang lemah di aspek tertentu, hal itu tidak secara langsung menggugurkanya dari bursa calon anggota KPU di daerah.
“Kami (KPU RI) nanti memberi bobot, jadi bukan karena orang lemah di satu bidang maka itu menggugurkan dia. Tapi kita buat bobotnya, prosentasenya. Integritas mengambil porsi sekian persen, soal manajemen kepemiluan mengambil sekian persen, kesehatan, psikotesnya, dan segala macam itu ada prosentasenya,†lanjut Arief.
Selain penilaian tersebut, Arief memaparkan bahwa KPU akan melibatkan psikolog dalam proses seleksi itu, sehingga KPU bisa mendapatkan penilaian profesional mengenai aspek-aspek yang sulit diukur melaui tes tertulis ataupun wawancara.
“Penting untuk melibatkan psikolog di dalam proses seleksi. Karena ada banyak hal yang tidak dapat dilihat oleh kita, tetapi itu bisa dilihat oleh psikolog. Misalnya teamwork, ini yang bisa melihat mereka,†ujarnya.
Dari segi psikologis, Arief memaparkan bahwa KPU mencari calon yang memiliki tingkat kerja sama yang tinggi, karena pemilihan merupakan pekerjaan yang bersifat kolektif kolegial, bukan individual.
“Penting bagi kita untuk melihat hasil tes (psikotes) itu. Jika ini orang cenderung individualis, tidak bisa. Karena menyelenggarakan pemilu tidak bisa sendirian,†tandas dia.
Â
Editor: Gustav
KPU Baru Rekap Kecamatan Air Hitam dan Bathin VIII, CE-Hillal Unggul
Nama Ketua Tim Koalisi Dicatut, Advokasi CE-Hilal Lapor ke Panwas
Bahas Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Jambi, Pemkot Gelar Rakor Perekonomian dan FGD