Sumbun? Pasti sangat asing di telinga anda bukan? Nah jadi, Sumbun ini biasanya dikenal dengan nama Kerang Bambu.
Sumbun atau sejenis kerang bambu adalah salah satu fauna yang jarang ditemukan karena terdapat dibeberapa daerah di dunia ini salah satunya di Kampung laut.
Tentunya dengan kelangkaan tersebut menjadi sebuah harta karun bagi daerah Kampung laut. Sumbun kini menjadi salah satu ikon Kampung Laut, berikut laporannya.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kecamatan Kuala Jambi, Kampung Laut memiliki keunikan tersendiri lewat faunanya yaitu Sumbun.
Keunikan tersebut muncul karena hanya di beberapa wilayah tertentu saja sumbun dapat ditemukan. Selain itu, proses pengambilannya pun terbilang unik.
Menginginkan informasi yang detail, media ini pun bergegas bertemu dengan salah seorang warga Kampung Laut yang mengetahui tentang informasi sumbun ini.
Bermodalkan bertanya kepada warga sekitar siapa yang kiranya bisa menjadi narasumber, tercetus satu nama yaitu Pak Asri atau warga setempat memanggil Wak Asri.
Media ini pun menanyai kediaman Wak Asri pada warga sekitar. “Ha! Ape hal?” (Ha! Ada apa? red) Tanya pria yang sedang mengenakan baju putih itu.
Usai bertemu dengan Pak Asri, media ini langsung menanyakan seluk beluk hewan laut tersebut.
“Nak nanye sumbun rupenye," (Mau tanya sumbun rupanya. red) jawab Wak Asri sambil duduk di kursinya.
Ia pun memulai menjelaskan secara singkat tentang sejarah Sumbun menurut pak Asri, sumbun ini awalnya ditemukan sama suku duano.
Suku Duano merupakan suku pertama yang memijakkan kaki di Kampung laut yang dulunya hutan belantara. Untuk bertahan hidup, masyarakat Suku Duano pergi ke daerah yang berlumpur dan berpasir yaitu Beting, daerah bagian seberang Kampung laut.
Ternyata masyarakat suku duano pada saat itu menemukan Sumbun lalu dijadikan santapan untuk bertahan hidup.
“Walaupun sumbun ni di sini jumpenye (ketemu red) tapi die tak selalu ade cuma di bulan tertentu be,” kata Wak Asri.
Keberadaan Sumbun yang hanya dapat ditemukan di daerah berpasir dan berlumpur seperti Kampung Laut rupanya hanya bisa ditemukan pada bulan-bulan tertentu biasanya di bulan Maret hingga Juni dalam setahun sekali.
Sehingga ketika musimnya tiba, warga di daerah tersebut berbondong-bondong memanennya untuk dapat dikonsumsi ataupun diperjualbelikan.
Jika sudah tiba musimnya warga akan mengambil sumbun dengan menggunakan bambu, kapur sirih serta gelas untuk meletakan kapur.
''Warga disini menyebut Mutik Sumbun, itu tadi hanya menggunakan bambu yang telah dipotong tipis, kapur sirih, gelas/bambu untuk meletak kapur,'' sebutnya.
“Kan kalau nak ngambek sumbun tu kite pakai bambu yang dah dipotong tipis trus dicelupkan di gelas atau bambu yang berisi kapur sirih tadi. Dah tu tusuklah di lobang sumbun tu, karena dia betapok (bersembunyi red) di dalam lumpur tu jadi kalau dah ditusuk, nanti sumbun tu keluar die dari lubang," terangnya.
Wak Asri yang juga merupakan Kepala Suku Duano menambahkan, bahwa dalam proses pengambilan sumbun tidak sembarangna harus mengetahui tata letak sumbun itu sendiri. Hal ini dilakukan agar dapat sumbun yang akan ditangkap.
“Kalau ditengok emang mudahlah tinggal tusuk di lubang dah keluar, tapi bukan baseng-baseng. Nak dapat sumbun ni karena kite harus tau posisi dimane sumbun tu ade, supaye bise muncul ke atas,” paparnya.
Pak Asri lalu mempratekan bagaimana cara mengambil sumbun yang benar, setelah berdiri Pak Asri, lalu menekan tumit kakinya ke lantai sembari menjelaskan jika pasir yang telah diinjak tersebut membentuk seperti lubang Sumbun dan mengeluarkan air.
''Kalau sudah muncul air jadi tinggal tusuk kapur pakai lidi ke dalam lubang tu. Nanti keluar sendiri die dari lobang,” tukasnya, (7/03) lalu.
Selain untuk di konsumsi sendiri, Sumbun ini kadang juga dijual ke pasar, mengingat peminatnya juga banyak.
Dari hasil tangkapan kadang warga bisa meraih keuntungan yang diperoleh dari menjual sumbun tersebut.
Sumbun ini dijual warga kisaran harga Rp10.000 hingga Rp15.000 per kilonya kepada pembeli. Dengan harganya yang relatif murah banyak warga Kampung laut dan pendatang yang membeli sumbun untuk dijadikan lauk pauk ataupun oleh-oleh.
Dalam proses mengolah sumbun sebagai makanan dapat dilakukan dengan cara digoreng ataupun direbus.
Contoh hidangan sumbun dengan cara digoreng yaitu seperti Sambal Sumbun yang mana cangkangnya ataupun bambu dari sumbun itu harus dilepas dalam proses memasak sumbun.
Sedangkan makanan sumbun yang direbus tidak perlu melepas cangkangnya seperti Sumbun Rebus dan Pindang Sumbun. “Nah itulah kalau kite becakap tentang sumbun,” pungkasnya.
Dengan adanya waktu tertentu untuk muncul, menjadikan sumbun ini sebagai keunikan bagi daerah Kampung Laut dan menjadi daya tarik tersendiri untuk mengetahuinya.
Bahkan bisa mendatangkan wisatawan dari luar daerah yang ingin berkunjung ke Kampung Laut untuk melihat atau membeli sumbun bahkan bisa langsung mengikuti proses pengambilan sumbun itu sendiri. (***)
Penulis : MUHAMMAD FIQHI FAHREZY
Lancar, Touring Syariah Jambi-Bengkulu Unniversary Vesva Pegawai ke 3
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin