DALAM KIPRAH kepenyairan saya, surat kabar harian Independent menempati hal yang cukup penting. Betapa tidak, surat kabar harian pertama di Jambi inilah yang mula-mula memuat puisi saya berjudul : "Sketsa Banjir".
Puisi yang sempat ‘diadili’ oleh kawan-kawan Teater Bohemian karena dianggap plagiat dari puisi penyair Acep Syahril.
Peristiwa yang justru menaikkan pamor saya sebagai seorang penyair. Setelah berganti nama menjadi Jambi Independent, digawangi oleh Ari Setya Ardhi dengan rubrik Gelegar di setiap Hari Minggu, surat kabar ini menjadi semacam kawah candradimuka-nya dunia kepenulisan di Jambi.
Hal yang sangat luar biasa di masanya. Mengapa surat kabar Jambi Independent mau berpayah-payah menyediakan diri untuk menjadi salah satu wadah pergumulan kesastraan Jambi
Jawabnya tak lain dan tak bukan karena Perintis dan Pendirinya, H. Syamsulwatir M adalah seorang yang mempunyai kepedulian lebih pada dunia sastra dan kesenian pada umumnya.
Memang, nama H. Syamsulwatir M. tidak dapat dilepaskan dari sejarah dunia Pers Jambi. Bersama nama-nama seperti : AK Mahmud, Rusmawi Rauf (Ketua PWI pertama di Jambi), Murman Thoha (alm) H. Marpaung (alm). Nama Syamsulwatir M. layak dicatat dengan tinta emas sebagai pejuang pers di Jambi.
Mereka adalah pelopor jurnalistik di tanah Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Mereka adalah wartawan yang benar-benar wartawan. Dalam menjalankan profesinya sebagai wartawan. Mereka benar-benar menjaga harkat dan martabatnya sebagai wartawan.
Diusia 20-an, Syamsulwatir muda dan teman-temannya sudah aktif di media massa Jambi. Bukan hanya sebagai wartawan tapi sebagai pimpinan redaksi. Tahun 1070an pada masa itu di Jambi terbit beberapa koran antara lain bernama Warta Massa, Ampera, dan Kelana Yudha.
Syamsulwatir M. juga tercatat sebagai wartawan Kantor Berita Nasional Indonesia (KNI), dan di tahun1972, surat kabar Independent berdiri setela memperoleh SIT (surat izin terbit) dari pemerintah. Tahun 1980-an berganti nama menjadi SIUPP (surat izin usaha penerbitan pers).
Hal yang patut kita teladani dari H. Syamsulwatir yaitu kegemarannya membaca. Dengan membaca kita akan tahu apa yang terjadi jauh di luar lingkungan tempat tinggal kita.
Kita akan tahu peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Kita juga dapat memperkirakan hal-hal yang bakal terjadi di masa depan.
Dengan pengetahuan yang diperolehnya dari membaca, pandangan Syamsulwatir M. melompat jauh ke depan melewati jamannya. Pemikirannya melampaui batas waktu.
Disamping gemar membaca, ia juga tekun mengamati lingkungannya. Hal ini menambah rasa cintanya pada Jambi. Ia juga mengamati masyarakat sekelilingnya. Mencatat perkembangan kotanya.
Sebagai penulis yang baik, Syamsulwatir M. telah memberikan contoh bagaimana kita harus bersikap terhadap lingkungan.
Kita harus mempunyai kepedulian yang tinggi, baik terhadap lingkungan alam maupun masyarakat di sekitar kita.
Simaklah judul-judul tulisannya berikut ini:
"Prospek Pariwsata di Sumatra" (Harian Singgalang, Sabtu, 7 Agustus 1976), "Petani Persawahan dan Pasang Surut" (17 April 1976), "Rimbo Bujang: Buat Calon Petani Kaya" (Haluan, 17 mei 1976), "Petani Bugis Ahli Persawahan Pasang Surut" (Berita Buana, 26 April 1976), "Peranan Kau Pui di Jambi, Suatu Tanda Tanya" (Harian Pelita, 17 April 1977),
Benarkah menjadi “anak dagang: adalah Tuntutan Kebudayaan Minang? (Harian Haluan), "Era Baru dalam Tataniaga Karet Rakyat" (Harian Pelita, 27 November 1975). Tukisan tersebut pernah dipamerkan tahun 2018 di Museum Siginjay.
Semua tulisan itu membuktikan bahwa Syamsulwatir M. begitu peduli pada masyarakat sekitarnya, pada sosial, ekonomi maupun budayanya.
Banyak orang yang tahu bagaimana kiprah dan perjuangan H. Syamsulwatir M. dalam perkembangan Pers Jambi.
Tetapi hanya sedikit yang mengetahui kiprahnya di dunia kesastraan dan kesenian. Padahal, lelaki kelahiran 15 September 1935 juga banyak meninggalkan jejak di dunia kesusastraan.
Sastrawan yang juga Pengacara asal Jambi yang bermukim di Yogyakarta, Kamal Firdaus, pernah menulis bahwa Syamsulwatir_lah yang memperkenalkannya dengan buku-buku sajak Chairil Anwar dan Rendra ( Dari Cahaya Sang Mawar Merah, Catatan Kenangan Kamal Firdaus).
Kamal juga mencatat bahwa Syamsulwatir M. juga aktif mendukung Gerakan sastrawan Manikebu yang digagas Wiratmo Sukito, Arif Budiman dan Goenawan Muhammad.
Selanjutnya, saya dibuat tercengang ketika membaca Direktori Penulis Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sayang tahunnya lupa), pada entri Konggres Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI) saya dapatkan nama Syamsulwatir M, wartawan Kantor Berita Nasional Indonesia (KNI) sebagai utusan Jambi.
Saya takjub, betapa Jambi ternyata punya wakil dalam konggres besar Sastrawan Indonesia yang melahirkan Manifes Kebudayaan itu. Orang Jambi juga punya andil dalam arus besar sastra Indonesia.
Dan saya bangga. Jejak Syamsulwatir M. yang lain, tersurat dalam piagam penghargaan dari Himpunan Pemuda Pelajar Minang ke-IV Daerah Jambi sebagai Sutradara t
Teater Anggun Nan Tongga Magek Djabang pada 15 Maret 1965. Dan yang perlu penelusuran lebih lanjut, adalah perannya sebagai Wakil Ketua Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia Provinsi Jambi di tahun 1987. (Ketua BKKNI Haris Fadilah red.)
Dua hari menjelang ulang tahunnya yang ke 55, H.Syamsulwatir Bin Mahyudin meninggal dunia di Jakarta. Telah cukup lama beliau meninggalkan kita semua. Jejak langkah dan kiprah telah ditinggalkannya. Entah kenapa, saya ingin terus menelisik, menggali dan mencoba mewarisinya.
(*)
Asro Al Murthawy, penyair. Tinggal di Bangko
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada