Radarjambi.co.id-TEBO-Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK) dibawah binaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebo dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi yang selama ini melakukan aktivitas pendampingan dan pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD).
Kelompok Temenggung Apung di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, tampaknya menjadi perhatian khusus Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI).
Bahkan pihak Kejagung RI melalui Direktur B pada Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung RI, Ricardo Sitinjak, SH, MH bersama rombongan mengunjungi Kabupaten Tebo untuk menjumpai dan berdiskusi langsung dengan pengurus Yayasan ORIK dan perwakilan MHA SAD Kelompok Temenggung Apung.
Dalam pertemuan yang langsung difasilitasi oleh Kajari Tebo, Imran Yusuf, Ricardo Sitinjak bersama rombongan bertemu langsung dengan perwakilan pengurus Yayasan ORIK dan MHA SAD Kelompok Temenggung Apung, di aula utama kantor Kejari Tebo, Jumat (08/10).
Dalam pertemuan ini, Ricardo Sitinjak mengatakan jika pendampingan dan pemberdayaan MHA SAD Kelompok Temenggung Apung meski ditingkatkan lagi, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi maupun wilayah atau kawasan hidup.
"Kedatangan kami disini untuk silaturahmi sekaligus untuk mengenai langsung kawan-kawan dari Yayasan ORIK dan MHA SAD Kelompok Temenggung Apung," kata Ricardo Sitinjak.
Pada kunjungan ini, Ricardo Sitinjak bersama rombongan langsung berdialog dengan pengurus Yayasan ORIK dan MHA SAD Kelompok Temenggung Apung.
"Terimakasih kepada bapak-bapak dari Kejagung RI yang telah menyempatkan diri bersilaturahim dengan kami disini. Mudah-mudahan ini menjadi berkah bagi kita semua," kata Firdaus, Ketua Yayasan ORIK mengawali Diskusi.
Dijelaskannya, sejak tahun 2009 lalu, dia bersama kawan-kawan yang peduli dengan MHA SAD melakukan pendampingan terhadap MHA SAD Kelompok Temenggung Apung.
Saat itu, MHA SAD Kelompok Temenggung Apung masih hidup primitif dan berpindah-pindah. Meramu dan berburu merupakan cara mereka ( SAD) bertahan hidup di hutan. "Hutan bagi mereka adalah rumah sekaligus tempat hidup," kata Firdaus.
Saat ini, lanjut Firdaus menjelaskan, luasan hutan sudah sangat jauh berkurang. Hal ini dampak dari alih fungsi hutan menjadi area perkebunan perusahaan maupun perkebunan warga. Kondisi ini sangat mengancam keberadaan SAD.
Hal ini dibena oleh Temenggung Apung, pemimpin MHA SAD di Desa Muara Kilis. Saat ini kata dia, SAD dibawah kepemimpinannya telah hidup menetap dengan cara berkebun dan berladang.
"Kami tidak mungkin lagi hidup berpindah-pindah seperti dahulu, sebab hutan sudah tidak ada. Makanya kami sekarang hidup menetap, dan kami akan mempertahankan tempat tinggal kami sekarang," pungkas Temenggung Apung. (yan/akd)
Banyak Warga Tidak Melapor, Desa Kesulitan data Pendatang Antisipasi Covid 19
Desa Pematang Jering Terima Penghargaan Sebagai Kampung Tangguh
Tanjabarat Sukses Raih Juara Umum MTQ ke 50 Tingkat Provinsi Jambi
Bansos Covid 19 di Desa Mendalo Indah tak Hanya Berupa Sembako
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre