“Memang tidak realis dalam kehidupan saat ini jika melewati kata berhutang, mayoritas manusia lebih ingin memenuhi keinginan dibandingkan kebutuhan mereka.
Kecuali anak-anak orang kaya yang mendapat privilege sejak mereka lahir bak cucu Soeharto atau pun Rafatar, tetapi bagi orang biasa seperti aku tetap kita yang harus take control rencana masa depan kita sendiri bukan?
Tapi bagaimana denganku? nasib ku sendiri sudah payah, apa memang takdir dan aku kurang bersyukur sehingga aku sulit menerima kenyataan ini, atau karena orang tuaku yang tidak memikirkan aku?"
Pikiran yang memutar-mutar layaknya kaset kusut ini terus aktif di benak Elsa, dia mencoba mencari jawaban itu dengan macam-macam pembelaan, dan yah Elsa mengenang sekilas masa lalu.
BACA JUGA : Cerpen salah kelas
Bagaikan berhasil bertahan diatas permadani terbang yang hilang keseimbangan, hidup Elsa Olivia berubah menjadi suram bahkan jika ada kesempatan untuk memutar waktu, ia menjawab “tidak” semua tidak terasa sebahagia saat ini (2011).
Awal mula kehidupan nyaman yang didambakannya hilang ketika perubahan suasana politik di daerahnya, karena orang tuanya memihak tim yang kalah dari pemilihan kepala daerah.
Yang seharusnya sebagai abdi negara, ASNharus tetap netral dan profesional dalam pilkada serentak.
Semula keluarganya baik-baik saja karena pendapatan yang cukup stabil dengan gaji dari pemerintah, disisi lain orang tuanya juga membuka praktik mandiri di rumah, benar sekali bahwa apa yang terjadi di masa depan tidak ada yang tau dan kini rumah itutak lagi berpenghuni setelah beberapa tahun tertinggal.
Sedikit menggambarkan rumah bergaya Belanda itu memilikigarasi di kiri dan kanan, ayunan besi berwarna biru di pojok halaman depan disertai lapangan badminton, yang paling berkesan adalah saat musim durian.
Diwaktu dini hari keluarga itu memanen durian di halaman belakangyang telah berusia puluhan tahun.
Orang tua Elsa cukup banyak dikenal karena profesi mereka, ibu dan ayah Elsa pun dikenal dengan kebaikannya.
Namun disisi lain juga boros dalam menggunakan uang, hampir setiap kali sepulang dari luar kota merekaselalu membawa mobil baru ditandai dengan suara klakson berbeda setiap kali meminta dibukakan pintu pagar.
Tak hayal karena orang tuanya adalah ASNmereka kerap kali berhutang dengan menjamin SK, rumah, atau pun tanah untuk memenuhi gaya hidup yang tampak mewah.
Hal ini berpengaruh pada kehidupan Elsa karena keluarga itu pada akhirnya selalu di tagih hutang baik pihak Bank, Koperasi bahkan dari orang yang dikenal sekalipun.
Pada saat memasuki Universitas dimulailah kegundahan Elsa, Pertama, dilelangnya rumah masa kecilnya, Kedua, tidak jadi memasuki program studi yang ia inginkan akibat kekurangan biaya, Ketiga, uang saku yang terbilang sangat sedikit membuat ia kerja sambil kuliah baik menjadi member oriflame, menjual pulsa, bahkan membuat produk kreatif untuk dijual.
Tak berakhir disini ketika ia semester akhir di kampus ibunya di vonis memiliki kanker leher rahim stadium dua dan ayah nya menikah lagi membuat keadaan dan mental Elsa lebih terpuruk.
Dia sangat membutuhkan dukungan tetapi kandas sebatas harap, usai menamati pendidikan S1, Elsa melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan dan pada akhirnya lolos untuk mengisi posisi teller di Bank Syariah Indonesia.
Namun, hal ini pun juga menjadi rantai yang mengikat Elsa, setiap bulan sehari sebelum gajian Ibunya selalu mengirim pesan untuk tidak memakai uang itu.
Karna ibunya perlu untuk membayar tagihan di rumah, bertahan diposisi itu dengan tegar walaupun tubuh Elsa sudah tampak sekurus papan tapi selalu ada support yang membuat elsa ingin bebas dari kehidupan seperti ini.
Elsa bertekad untuk tidak akan berhutang seperti orang tuanya, hutang akan membelenggu kita dari rasa aman dan nyaman semua terasa berat dan tidak bisa menikmati hidup.
“bahagia itu sederhana, aku menginginkannya”Elsa meregangkan kedua tangannya ke atas sambil tersenyum, “ayah, ibu walau bagaimanapun aku tetap belajar banyak dari kehidupan kalian, tetaplah sehat ayah, aku mohon, dan ibu berjuanglah melawan sakit mu”
"Elsa,,," Tersentak pandangannya mencari dari mana arah suara memanggil, dengan helaan nafas ringan, "Iyaa Mel?" Tanyanya, "hei, apa yang kau lakukan dari tadi? Aku sudah berkali-kali memanggilmu!, ayo kesini minum air buah Lontar, segar sekali loh",
"Iyaa iya aku datang, dasar!,,,kamu tidak bisa biarkan aku sebentar saja fokus menikmati me time yang langkahseperti ini!" Ucap Elsa sambil tersenyum manis.
“Mel, kau tau kalimat paling berkesan bagiku?”, “tau dong, jika kamu banyak tekanan artinya kamu kebanyakan gaya, haha” (***)
Karya : Fitriyani Azhary Mahasiswa Universitas Jambi
Tinjau Tembok Roboh, Pj Wali Kota : “Segera Ditangani Karena Akses Jalan Masyarakat”