Menelusuri Asal Nama Desa Rantau Kapas Tuo

Berawal dari Melako Kecik dan Pohon Kapas Berduri

Kamis, 17 Maret 2022 - 10:36:59


Suasana desa rantau Kapas
Suasana desa rantau Kapas /

Dengan lokasi yang jauh dari perkotaan, Bupati Kabupaten Batanghari, Desa Rantau Kapas sudah tak asing lagi bagi warga, terutama warga Batanghari.

Banyak cerita menarik dari desa ini. Bagaimana ceritanya berikut ulasannya.

Rantau Kapas Tuo, salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Desa yang terkenal akan adat dan budaya Melayu Jambinya yang kental ini memang terlihat masih asri sekali.

Hal itu nampak dari masih banyaknya pohon besar dan hutan disekitaran desa yang masih terjaga. Letaknya yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan jalan raya membuat desa ini masih terkesan damai.

Saat pertama memasuki desa, hal yang dirasakan adalah udara yang segar dan sejuk, rumah-rumah panggung yang berjejer rapi dan senyum masyarakatnya yang ramah.
Banyak kisah di desa ini, mulai dari ditakuti sampai runtuhan emas pembawa rezeki.

Zaman semakin maju tidak mengghilangkan jati diri asli warganya. Desanya asri namun anehnya banyak masyarakat luar yang takut memasuki desa ini.

Kekeluargaan di Desa Rantau Kapas Tuo masih sangat erat karena menurut Mansur selaku ketua adat, prinsip masyarakat Desa Rantau Kapas Tuo adalah satu kampung itu bersaudara. berat ringannya dipikul sama-sama.

“Kami intinya kalau ada yang susah dibantu, senang sama-sama. bisa dibilanglah kalau satu kampung ini kami semua bersaudara,” ujar Mansur.

Selain kekeluargaan, masyarakat Desa Rantau Kapas Tuo juga sangat menjaga tradisi, adat istiadat, dan peninggalan bersejarah yang ada di desanya. Hal itu terlihat dari masih terjaganya salah satu makam yang disebut masyarakatnya dengan “Makam Keramat Ayam”.

Menurut Mansur ketua Adat Desa Rantau Kapas Tuo menceritakan, konon katanya, makam itu adalah makam dari seseorang tetuah karena ukuran makam yang besar melebihi ukuran manusia pada umumnya.

Mansur pun mengatakan, bahwa banyak orang dari luar desa yang mengunjungi makan untuk keperluan pribadi, padahal bagi masyarakat Desa Rantau Kapas Tuo, makam itu sama seperti makam biasa yang tidak ada kekuatan apapun.

“Kadang ada saja orang dari luar yang datang ke makam bawa ayam, kelapa, dan banyak lagi buat keperluannya pribadi. Padahal kami masyarakat di sini tidak percaya kalau makam itu ada kekuatan. Kami hanya merawatnya karena dia ada di Desa kami,” tambahnya.

Desa rantau kapas tuo mempunyai sejarah yang unik, dahulu desa ini bernama Desa Melako Kecik yang terletak di seberang desa yang sekarang.

Lalu pindah ke wilayah yang sekarang karena banyak binatang buas. Asal muasal nama “rantau kapas tuo” sendiri kata Mansur adalah dari kata rantau yang berarti panjang dan saat itu, dipinggir desa banyak terdapat pohon kapas yang berjejer panjang dan lurus.

Dari situlah tercetus nama desa rantau kapas dan sekarang menjadi rantau kapas tuo karena sebagian wilayah sudah memisahkan diri menjadi rantau kapas mudo.

“Dulu nama desa ini melako kecik, karena ada banyak pohon kapas berduri disepanjang desa yang lurus berjejer jadilah disebut rantau kapas. Rantau itu artinya lurus dan panjang, tapi sekarang sudah jadi rantau kapas tuo karena ada pemekaran,” ungkap Mansur.

Bertani adalah mata pencarian utama sebagian masyarakat di Desa Rantau Kapas Tuo ini. Lahan sawah yang luas, cukup menarik perhatian pemerintah daerah untuk mengembangkannya.

''Sudah banyak bantuan alat pertanian canggih yang diberikan pemerintah seperti alat panen dan tanam padi otomatis,'' ujar Kepala Desa Rantau Kapas Tuo, Fitri Kurniawan, ditemui di kediamannya.

Karena itu, masyarakat Desa Rantau Kapas Tuo selalu mengadakan pesta panen meriah yang kadang mengundang Bupati setiap habis panen. “Manyarakat di sini kalau panen banyak, ngundang Bupati,” tutur Kades yang bergelar Datuk Depati Melako Kecik ini.

Desa Rantau Kapas Tuo menjadi langganan banjir karena letaknya yang bersebelahan dengan sungai Batanghari.

Siapa sangka, Desa Rantau Kapas Tuo ternyata merupakan desa yang menyimpan banyak emas dibawahnya.

Hal itu karena desa ini termasuk wilayah reruntuhan kerajaan Sriwijaya. Sejak dahulu, masyarakatnya mencari emas dan benda berharga lainnya untuk dijadikan uang.

Bahkan, Fitri Kurniawan mengatakan bahwa dulu ada warga desa yang menemukan patung emas tahun 1992. Namun, tidak lama, tangan si penemu tadi terputus sama seperti tangan patung yang ditemukannya.

“Dulu ada yang menemukan patung emas, ditukarkannya dapat uang 7 juta rupiah. Tapi tidak lama, tangannya juga putus sama seperti patung tadi.”, Ujarnya.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id diketahui bahwa patung yang ditemukan adalah sejenis arca dari masa seni Cola yakni arca Awalokiteswara dari abad 11-12 Masehi. Patung yang ditemukan ini sekarang masih bisa dilihat karena berada di Museum Siginjai Jambi.

Meskipun letak desa jauh dari perkotaan, tapi desa Rantau Kapas Tuo bukan termasuk desa yang tertinggal.

Masyarakatnya sudah banyak yang berpendidikan. Bahkan, di dalam Desa sudah ada puskesmas, kantor kepala desa, Sekolah Dasar, Mandrasah, dan Taman Kanak-kanak sendiri.

Walaupun letaknya dipinggir sungai Batanghari, namun masyarakatnya tidak mencari ikan untuk mata pencarian.

Mereka hanya mencari ikan saat musimnya saja yakni saat air pasang atau dikenal dengan istilah “Ikan mudik” yang biasanya masyarakat akan beramai-ramai ditepi sungai Batanghari untuk menjaring ikan.

Selain itu, banyak dari mereka yang masih memilih untuk mandi dan mencuci pakaian di sungai karena dinilai lebih asik, bisa bersenda gurau dengan warga lainnya.

“Banyak jamban di sungai ini karena kami lebih suka mandi sama nyuci pakaian di sungai, bisa ketemu warga lain,” ujar Wanti, warga desa.

Desa yang terdiri dari enam RT dan 3 RW ini patut karena diapresiasi karena mampu mempertahankan kebudayaan Jambi dan jati dirinya orang Indonesia tanpa buta akan kemajuan zaman. (***)

 

Siti Aisyah, Batanghari