Radarjambi.co.id-Di era globalisasi saat ini hampir semua orang memiliki akun media sosial. Mulai dari facebook, twitter, instagram, dan lainnya.
Dengan media sosial orang dapat saling berkomunikasi atau membagikan konten berupa video, foto, maupun tulisan. Media sosial sendiri memiliki cakupan yang luas bahkan bisa seluruh dunia.
Menurut McGraw Hill Dictionary dikutip dari halaman Pakar Komunikasi. Media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan komunikasi virtual.
Seseorang bebas mengekspresikan kreativitas atau apa yang ada dalam pikirannya di media sosial. Namun, sekarang ini banyak orang yang melupakan etika dalam bermedia sosial karena kebebasan itu.
Salah satu etika bermedia sosial adalah etika berbahasa. Etika berbahasa di media sosial dapat diartikan sebagai sopan santun dalam kita berkomunikasi, berpendapat, atau berkomentar di media sosial.
Dalam media sosial seringkali ditemukan juga perubahan bentuk kata yang kurang pas namun itu dianggap sebagai bahasa gaul.
Misalnya kata “kalau” menjadi klu, klo, atau kalo. Perubahan seperti itu tentu tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal itu, juga bisa termasuk salah satu akibatnya kurangnya pemahaman etika berbahasa di media sosial.
Banyak juga dijumpai juga orang-orang yang berkomentar menggunakan kata-kata kotor. Bahkan tidak jarang mereka menghina ras, suku, bahkan agama.
Orang seperti ini biasanya cenderung menggunakan akun palsu atau fake account. Tentu hal tersebut akan menyakiti hati beberapa orang. Kurangnya pemahaman etika berbahasa di media sosial menjadi salah satu faktor hal tersebut muncul.
Munculnya tulisan berita palsu atau hoax juga merupakan salah satu kurangnya kesadaran mengenai etika berbahasa di media sosial.
Mereka menulis berita palsu tujuannya ingin terkenal tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi terkait apa yang mereka tulis. Tidak jarang karena sebuah berita palsu bisa menyebabkan perselisihan antar dua kubu yang berujung ke perkelahian di dunia nyata.
Pentingnya beretika dalam berbahasa di media sosial harus dimulai dari sendiri. Pertama, dalam berkomentar atau membuat tulisan di media sosial menggunakan kata yang sesuai dengan kaidahnya.
Kedua, kurangi dan hilangkan komentar tulisan-tulisan di media sosial tanpa kata-kata kotor dan menghina. Ketiga, bijak dalam membuat tulisan dengan tidak membuat berita palsu.
Suatu media sosial akan dikatakan sehat apabila didalamnya bersisi konten tulisan positif. Lebih baik diam daripada menyebar keburukan di media sosial.
Isi media sosial dengan konten positif bukan negatif. Netizen cerdas adalah netizen yang mampu paham akan etika berbahasa di media sosial.(***)
Penulis : Arofan Siwi Wicaksana, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan.
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre