Menjaga Asa di Bulan Puasa

Selasa, 11 April 2023 - 08:00:02


Nenden Wulan septianning
Nenden Wulan septianning /

Radarjambi.co.id-Marhaban Ya Ramadan, seruan yang senantiasa diucapkan oleh umat Muslim pada saat memasuki bulan suci Ramadan

Dimana dibulan tersebut umat Muslim dengan suka cita mengerjakan ibadah seperti berpuasa, salat tarawih dan juga amalan-amalan lainya untuk mencari keberkahan.

Dalam mengerjakan semua ibadah tersebut tidak hanya memerlukan niat yang ikhlas tetapi juga semangat dan juga harapan yang harus diraih supaya dalam menjalankan ibadah tersebut tidak semata-mata hanya menjalankan saja tetapi memiliki tujuan yang baik.

Pada saat berpuasa tentunya kita menahan lapar dan dahaga, namun bukan hanya itu saja kita juga harus menahan diri dari berbagai keluh kesah, bermalas-malasan, dan juga perbuatan tercela.

Kerap kali puasa dijadikan alasan untuk bermalas-malasan karena tubuh terasa lemas dan pada akhirnya meninggalkan pekerjaan yang seharusnya menjadi kewajiban yang harus dijalankan 

Tentu hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri bahkan orang lain. Itulah sebabnya Ketika kita berpuasa harus memiliki semangat dan harapan yang harus dicapai agar rasa malas dapat teratasi.

Ramadhan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia

Bulan Ramadan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia sendiri memiliki sejarah yang sangat berharga.

Ada beberapa peristiwa pada masa perjuangan para pahlawan kemerdekaan yang bersamaan dengan bulan suci Ramadandiantaranya yaitu pada saat tantara sekutu menjatuhkan bom ke kota Nagasaki yang mengakibatkan lumpuhmya kekuatan jepang dan terancam mengalami kekalahan perang

Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal satu Ramadan 1334 H atau 1945 M.

Keesokan harinya pada tanggal dua Ramadan pada tahun 1945, presiden pertama Indonesia Ir Soekarno Bersama dengan Drs. Mohammad Hatta dan dr. Radjiman Widyodiningrat pergi menemui Marsekal Terauchi di Vietnam untuk membicarakan kemerdekaan Indonesia.

Lalu Pada tanggal 6 Ramadan 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Pada akhirnya para pemuda Menyusun rencana kerjasama dan siasat untuk merebut kembali kekuasaan dari Jepang.

Pada malam harinya sekitar pukul 22.00 tanggal 7 Ramadan 1945 Soekarno didatangi oleh para pemuda yang dipimpin oleh Wikana dikediaman nya untuk mendesak Proklamasi kemerdekaan dilakukan malam itu juga. kemudian pada waktu Dini hari yaitu pada 8 Ramadan 1945 Soekarno dan Hatta diculik ke Rengasdengklok.

Bung Karno mengatakan bahwa sejak dari Saigon, telah direncanakan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 karena diyakini 17 merupakan angka istimewa, yang mana Al- Qur’an diturunkan pada 17 Ramadan.

Shalat terdiri dari 17 Rakaat dalam sehari, dan dipilihnya hari yang mulia, yaitu hari Jumat.

Selama masa persiapan menuju kemerdekaan, Bung Karno meminta rekomendasi dan mendapat masukan dari beberapa Ulama.

Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan rekomendasi yang diberikan oleh K.H Abdoel Moekti dari Muhammadiyah.

K.H Hasyim Asy’ari memberikan kepastian kepada Bung Karno untuk tidak takut dan ragu dalam memproklamasikan kemerdekaan diwaktu yang telah direkomendasikan para ulama tersebut.

Kemudian Mr. Achmad Soebardjo menjemput Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta.

Menurut Mr. Achmad Soebardjo, pukul 03.00 pada waktu sahur Ramadan teks proklamasi didiktekan oleh Bung Hatta, dan di tulis oleh Bung karno.

Lebih Merdeka Saat Puasa

Dari sepenggal sejarah itulah kita dapat memetik banyak pelajaran untuk bekal kehidupan, ditengah ibadah puasa para pahlawan berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dengan bertaruh nyawa.

Ditengah keadaan genting mereka terus berjuang dengan semangat yang berkobar tanpa mengeluh demi kemerdekaan Indonesia.

Maka dari itu kita yang saat ini dapat menjalankan ibadah di bulan Ramadan dengan aman dan damai tanpa adanya peperangan haruslah kita dapat lebih bersyukur dan bersemangat, tetap produktif melakukan pekerjaan dan menjalankan apa yang terlah menjadi kewajiban dan tanggung jawab kita.

Seperti mahasiswa contohnya yang merantau ke kota bahkan negeri orang tentunya merasakan sedih Ketika menjalankan ibadah di bulan Ramadan namun jauh dengan keluarga

Justru itulah tantangan bagi para mahasiswa untuk tetap semangat dalam mengejar asanya.

Jauh-jauh ke kota orang untuk menuntut ilmu dan berharap cita-citanya dapat tercapai tentunya sudah mempertimbangkan risiko sebelum memutuskan untuk merantau jauh dari keluarga.

Itulah mahasiswa yang diibaratkan seperti para pahlawan terdahulu berjuang untuk bangsa dan rela jauh dari keluarga

Jika dulu para pahlawan berkorban untuk memerjuangkan kemerdekaan Indonesia maka sekarang waktunya kita lanjutkan perjuangan mereka untuk mempertahankan kemerdekaan.

Merdeka dari rasa malas, merdeka dari ketertinggalan, dan merdeka dari putus asa.

Jadikan bulan Ramadan ini sebagai peluang untuk merajut keberkahan dalam proses perjuangan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.(*)

 

 

 

Penulis: Nenden Wulan Septianning Tiyas, Mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UAD