Plastik : Dari 'Throwaway Economy ' Menjadi 'Reuse Socety'

Minggu, 04 Juni 2023 - 07:20:15


Wachid E Purwanto
Wachid E Purwanto /

Radarjambi.co.id-Hari lingkungan Hidup Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Juni.

World Environment Day ini ditetapkan pada tahun 1972 oleh PBB pada saat Konferensi Stockholm yang sedang membahas tentang Lingkungan Hidup Manusia.

Pada konferensi tersebut, disepakati bagaimana langkah-langkah skala internasional guna mengatasi masalah lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia adalah perayaan internasional yang dipimpin oleh Program Lingkungan PBB (United Nations Environment Programme/UNEP).

Dirayakan sejak tahun 1973 kemudian berkembang menjadi platform global terbesar dalam ranah pelestarian lingkungan. Perayaan ini dimaksudkan guna mendorong kesadaran warga masyarakat dunia untuk melindungi lingkungan hidup di daerahnya.

Menilik kondisi permasalahan berbagai lingkungan di penjuru dunia saat ini.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia diharap mampu memberikan kesempatan kepada semua warga masyarakat dunia dari semua lapisan masyarakat.

Baik pemerintah, swasta, dan masyarakat umum untuk mengambil langkah nyata dalam melindungi lingkungan.

Beberapa tantangan utama masalah lingkungan yang dihadapi dunia saat ini adalah perubahan iklim, penggundulan hutan, peningkatan polusi, dan punahnya keanekaragaman hayati. Berkaitan dengan hal tersebut, UNEP pada tahun ini berfokus pada satu masalah yang akan di atasi, yakni penanggulangan sampah plastik.

Tagar resmi yang digunakan secara internasional pada perayaan tahun ini adalah #BeatPlasticPollution.

Hal ini disebabkan plastik telah menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan cepat.

Perayaan tahun ini dipusatkan di Pantai Gading dengan dukungan penuh dari negara Belanda.

UNEP mengadakan sesi interaktif yang akan mempertemukan staf PBB, negara anggota, kedutaan besar, mitra, dan pemangku kepentingan guna membahas langkah-langkah strategis guna mengatasi polusi plastik dan dampaknya. UNEP mendorong warga dunia untuk hidup lebih baik dengan cara mengurangi limbah, menghemat energi, menerapkan praktik ramah lingkungan, dan mendukung pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan.

Sebagaimana diketahui bersama, produk plastik sekali pakai telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sehari-hari.

Plastik telah memenuhi kehidupan mulai dari kemasan, produk kecantikan, kebutuhan rumah tangga, hingga pakaian.

Hal ini disebabkan plastik telah terbukti memiliki daya tahan, fleksibilitas, kemudahan produksi dan keterjangkauan yang luas.

Menurut catatan UNEP dari tahun 1950-an hingga 1970-an plastik belum banyak diproduksi. Sampah plastik relatif mudah dikelola.

Pada tahun 1970-an dan 1990-an, sampah plastik meningkat tiga kali lipat.

Pada awal tahun 2000-an, jumlah sampah plastik meningkat lebih banyak dalam satu dekade dibandingkan 40 tahun sebelumnya. Saat ini sampah plastik yang dihasilkan telah mencapai lebih dari 430 juta ton setiap tahun.

Dengan demikian, laju produksi plastik tumbuh lebih cepat daripada bahan lainnya. Terdapat tren yang mengkhawatirkan perihal produk plastik sekali pakai.

Daftar limbah barang sekali pakai yang dibuang akan meningkat. Di seluruh dunia, 1 juta botol plastik dibeli setiap menit, sementara hingga 5 triliun kantong plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahun.

Apabila tren pertumbuhan ini berlanjut, produksi global plastik primer diperkirakan akan mencapai 1.100 juta ton pada tahun 2050.

Dari tujuh miliar ton sampah plastik yang dihasilkan secara global sejauh ini, kurang dari 10 persen telah didaur ulang.

Jutaan ton sampah plastik hilang ke dalam lingkungan. Terkadang dikirim ribuan kilometer ke negara tujuan yang sebagian besar hanya dibuang dan dibakar.

Perkiraan kerugian tahunan penanggulangan sampah plastik ini telah mencapai US$ 80-120 miliar.

Di negara-negara dengan sistem pengelolaan limbah padat yang buruk – terutama kantong plastik sekali pakai – dapat ditemukan menyumbat selokan, menyebabkan banjir dan menjadi tempat perkembangbiakan penyakit malaria. Sebagian besar barang plastik tidak pernah hilang sepenuhnya.

Plastik ini hanya terurai menjadi mikroplastik. Sebuah penelitian baru-baru ini mendeteksi mikroplastik di plasenta bayi yang baru lahir.

Mikroplastik tersebut dapat masuk ke tubuh manusia melalui inhalasi, terserap dan tertumpuk di organ. Mikroplastik juga ditemukan di paru-paru, hati, limpa, dan ginjal nanusia dewasa.

Perubahan sistemik diperlukan untuk menghentikan aliran sampah plastik. Sebagai individu atau kelompok ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai bagian dari solusi.

Beberapa diantaranya adalah ikut aktivitas relawan membersihkan pantai, membersihkan sungai, memulai gaya hidup tanpa sampah, dan mengadopsi kebiasaan baru membatasi jejak plastik.

Caranya dengan berhenti menggunakan sedotan plastik, berbelanja makanan tanpa kemasan plastik, beli produk lokal, dan membawa tas sendiri yang dapat digunakan berkali-kali.

Produk perawatan pribadi adalah sumber utama mikroplastik. Pilih produk sabun, pencuci muka, krim, makeup, deodoran, sampo, dan produk lainnya yang bebas plastik.

Guna mengatasi sampah plastik ini UNEP dalam buku laporan tahun 2023 yang berjudul Turning off the Tap:

How the world can end plastic pollution and create a circular economy memberikan tiga tawaran solusi kepada pemerintah negara seluruh dunia.

Pertama, Reuse dengan menciptakan barang plastik yang dapat digunakan berkali-kali. Hal ini mengacu pada transformasi 'throwaway economy' menjadi 'reuse society'.

Penggunaan kembali produk plastik lebih masuk akal secara ekonomi daripada membuangnya.

Kedua, Recycling dengan membuat barang yang memungkinkan bahan daur ulang dapat bersaing dengan bahan produk baru.

Hal ini guna memastikan bahwa daur ulang menjadi usaha yang lebih menguntungkan.

Ketiga, Reorient and diversify dengan mengacu pada pergeseran permintaan konsumen, kerangka peraturan, dan biaya menuju alternatif plastik berkelanjutan.

Transformasi ini dapat menghadirkan peluang ekonomi yang signifikan. Disinyalir dapat menciptakan 700.000 pekerjaan tambahan pada tahun 2040.(*)

 

Penulis: Wachid E. Purwanto
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UAD