Sastra Siber, Banyak di Samber?

Minggu, 23 Juli 2023 - 20:23:42


Shabila Meidiana Utami
Shabila Meidiana Utami /

Radarjambi.co.id-Karya sastra merupakan salah satu kebanggaan para sastrawan. Hidup sastrawan sepenuhnya tertuang ke dalam kumpulan kata yang dirangkai begitu indahnya.

Banyak dari mereka mengandalkan penghasilan hanya dari menulis kemudian mencetaknya dan dipublikasikan ke khalayak ramai. Akan tetapi, apakah semua usaha sastrawan itu sama?

Zaman semakin maju, teknologi semakin canggih, segala hal dapat diakses melalui benda pipih yang menghubungkan ke sebuah dunia bernama ‘dunia maya’.

Bukan hanya pekerjaan kantor saja yang dapat menggunakan internet. Karya sastra juga kini ikut merambah dan masuk menguasai pembaca daringnya.

Karya sastra tidak lagi berbentuk cetakan buku atau pun lembaran kertas. Pembaca dapat mengakses sebuah karya sastra melalui sebuah forum baca daring seperti Wattpad untuk novel dan cerpen serta Webtoon untuk cerita bergambar seperti komik.

Kedua forum baca daring ini lah yang kita kenal sebagai ‘Sastra Siber’. Sastra siber merupakan sebuah karya sastra berbentuk digital, dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Istilah ini muncul dikarenakan banyaknya sastra dalam bentuk daring.

Membentuk Pemahaman Unik

Dewasa ini, sastra siber bukan fenomena yang begitu mencengangkan. Dikutip dari Balai Bahasa Jawa Tengah, manusia di bumi ini sudah mengenal jenis sastra siber sejak tahun 1990-an.

Kala itu, muncul komunitas-komunitas sastra siber yang memanfaatkan teknologi situs, mailing list, dan blog. Hingga pada tahun 2001 terbitlah buku antologi puisi pertama karya para sastrawan siber ini yang berjudul Graffiti Gratitude. Maka, sejak saat itu sastra siber dianggap sebagai wadah yang tepat bagi sastrawan pemula.

Seiring berkembangnya teknologi, muncul aplikasi kepenulisan bernama Wattpad di tahun 2006 yang bertujuan untuk mewadahi penulis-penulis iseng.

Seperti Tenderlova, namanya langsung melejit tinggi setelah ia berhasil menyelesaikan novel siber pertamanya yang berjudul Tulisan Sastra di aplikasi Wattpad. Buku tersebut mengisahkan seorang pemuda bernama Andhika Sastra Gautama yang terobsesi untuk menulis sebuah karya sastra.

Susah payah ia menekuni dunia sastra hanya untuk membuat suatu kisah abadi yang nantinya dibaca oleh banyak orang dan manfaatnya dikenang oleh pembacanya. Sastra juga memiliki kebiasaan yang sangat aneh dan tentunya diluar nalar.

Karakternya yang tengil mampu menarik hati para pembaca daringnya. Apalagi quotes-quotes yang disampaikan dalam setiap dialognya mampu membuat pehamaman baru mengenai kehidupan duniawi ini.

Salah satu kutipan paling ikoniknya yaitu ‘Hidup itu seumpama jalan yang harus kita lewati, ada berbagai macam rintangan yang harus kita lalui. Perjalanan itu membuat kita mempunyai dua pilihan, Abang mau meninggalkan jejak wangi untuk dikagumi orang-orang atau jejak busuk yang merugikan mereka?’

Melalui kutipan tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa sastra siber berpengaruh besar terhadap pola pikir para pembaca.

Ibaratnya kertas kosong, pembaca generasi Z yang notabene lebih menyukai gadget daripada buku akan menimbulkan rasa cintanya terhadap karya sastra melalui sastra siber.

Pemahaman yang ditanamkan dalam novel siber Tulisan Sastra mengenai tujuan penciptaan manusia adalah untuk meninggalkan jejak wangi di sepanjang jalan kehidupan.

Hingga sampai saatnya kita tiada, orang-orang di sekitar kita hanya akan mencium wangi harum dari jejak-jejak kehidupan yang kita tinggalkan dan tentunya membuat kenangan manis bagi mereka yang ditinggalkan.

Menciptakan Strategi Baru

Sebagaimana pernyataan seorang sastrawan bahwa ‘sastra siber merupakan tong sampah’ sangatlah menyakiti hati penulis siber. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar.

Banyak di antara penulis sastra siber yang mencoba memberikan pembelajaran terutama mengenai arti kehidupan kepada para pembaca daringnya.

Sastrawan yang lebih mengerti dunia kepenulisan tentunya telah melalui banyak proses tangga kehidupan untuk mendapat pengakuan di khalayak ramai. Akan tetapi, penilaian ini tidak dapat diterapkan kepada semua sastrawan.

Dewasa ini, sastra siber memiliki otoritas tersendiri dalam penerbitan karyanya. Kunci utamanya hanyalah konsisten dalam menulis. Peraturan penerbitan pada buku cetak tentu tidak berlaku bagi sastra siber.

Tidak adanya perturan otoriter dari pihak manapun yang memberatkan penulis siber. Ketentuan dalam penyeleksian karya yang akan di terbitkan sudah tidak mungkin terjadi karena sistem penerbitan novel siber hanya secara personal dengan aplikasi menulisnya. Tentunya siapapun boleh mengunggah karyanya di aplikasi daring tersebut.

Seperti halnya Tenderlova, melalui novel Tulisan Sastra lah yang menjadikannya haus pencapaian. Berawal dari hobi menulisnya, ia menciptakan karya sastra yang mampu menyihir jutaan hati pembaca.

Pembaca daring ini kemudian menjelma menjadi pengikut setianya. Maka, ketika novel siber ini akan dialihkan menjadi versi cetaknya, para penggemarnya inilah yang paling antusias untuk membelinya.

Pada kasus Tenderlova dapat disimpulkan bahwa kesuksesan sastrawan tidak hanya melalui satu cara. Sebaliknya, ada banyak cara untuk untuk mencapai kesuksesannya sendiri.

Salah satunya dengan menarik pembaca dari jejaring sosial tentu akan lebih mudah membuat namanya terkenal. Cara inilah yang lebih banyak digunakan di zaman modern ini.

Perlu adanya kesadaran serta kemauan untuk belajar hal-hal baru supaya wawasan kita semakin luas. Kebutuhan penulis semakin banyak dan melalui platform Wattpad dan Webtoon inilah yang dapat mewadahi imajinasi penulisnya.

Hal yang harus dilakukan adalah mengikuti dan menerima keberadaan teknologi dengan cara memanfaatkannya sebaik mungkin. Jangan sampai keahlian yang kita miliki diambil alih oleh orang-orang tak bertanggung jawab karena tidak bisa mengendalikan teknologi canggih tersebut.

Sekali lagi, sastra siber dihuni oleh penulis-penulis pemula yang sekadar menyalurkan hobinya. Jadi, bukankah hal yang wajar apabila sastra siber tak seindah karya sastrawan elit?. (*)

 

Penulis : Shabila Meidiana Utami Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan