Kemarau Tapi Kedinginan Kenapa?

Sabtu, 28 Oktober 2023 - 16:14:50


Embun es di kawasan Candi Arjuna Dirng
Embun es di kawasan Candi Arjuna Dirng /

Radarjambi.co.id-Pada awal musim kemarau biasanya kita merasakan suhu udara yang lebih dingin dari pada biasanya.

Terkhusus saat memasuki tengah malam hingga pagi hari. Namun akan terasa sangat panas dan terik pada siang harinya.

Fenomena hawa dingin ini kerap disebut bediding. Kondisi ini terjadi saat sebagian besar zona wilayah Indonesia yang masih dalam periode musim kemarau.

Hampir seluruh wilayah Pulau Jawa mengalami fenomena bediding ini. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa suhu lebih dingin menjelang puncak kemarau memang kerap terjadi.

Fenomena bediding adalah fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau yakni sekitar Juli hingga September. Periode ini ditandai dengan adanya pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia.

Fenomena bediding ini tidak terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini umum terjadi pada wilayah dekat khatulistiwa hingga bagian utara.

Fenomena bediding menyebabakan berbagai masalah kesehatan, seperi: mimisan, batuk pilek, dan bibir pecah-pecah sehingga menurunkan nafsu makan.

Udara dingin ini juga menyebabkan kekambuhan pada beberapa penyakit, seperti: asma, pilek alergi, serta alergi kulit karena udara dingin.

Selain itu fenomena bediding ini bisa menyebabkan permasalahan pada kulit, seperti: kulit kering dan telapak kaki pecah-pecah.

Udara dingin pada awal musim kemarau disebabkan karena jumlah awan sedikit bahkan tidak ada, sehingga angin lebih kencang dan udara terasa lebih dingin ketika malam hari.

Ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk menghadapi fenomena bediding, seperti mengatur pola makan yang sehat karena makanan yang sehat dan bergizi seimbang akan membuat imun kita menjadi lebih kuat dan terhindar dari permasalah kesehatan seperti di atas.

Menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan yang bersih menjadi salah satu faktor untuk hidup lebih sehat.

Menjaga suhu badan tetap hangat, hal ini sangat penting bagi penderita penyakit yang bisa kambuh pada udara dingin.

Menggunakan pelembab, karena pada fenomena ini sering terjadi kulit kering maka disarankan untuk menggunakan pelembab agar kulit tetap terhidrasi sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Perbanyak konsumsi buah yang merupakan sumber vitamin paling besar yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam menjaga kesehatan.

Olahraga secara teratur, karena memiliki banyak sekali manfaat dan dengan olahraga tubuh kita akan merasa lebih hangat.

Hindari perubahan suhu ekstrem seperti dengan tidak mengonsumsi es pada siang hari yang sangat terik atau menghindari terkena angin atau udara dingin saat badan berkeringat.

Perbanyak minum air putih agar tubuh tetap terhidrasi, selain menjaga kelembaban kulit kita juga harus menjaga tubuh agar tetap terhidrasi.

Selain mempengaruhi kesehatan, fenomena bediding juga mempengaruhi pertanian dan peternakan.

Seperti pada peternakan ikan, penurunan suhu udara akan menurunkan suhu air sehingga ikan menjadi stress, nafsu makan, dan daya tahan tubuhnya menurun.

Pada bidang pertanian sebagian ada yang diuntungkan dan sebagian dirugikan.

Tanaman-tanaman yang memang membutuhkan udara dingin untuk tumbuh seperti tanaman selada, kembang kol, brokoli dan semua jenis sayuran serupa akan tumbuh subur pada fenomena bediding ini.

Namun sebagian pada tanaman kopi, cuaca dingin menyebabkan bunga kopi yang tebuka menjadi hitam seperti terbakar karena perubahan suhu yang drastis pada malam dan siang hari.

Jadi, fenomena bediding adalah fenomena yang normal sejak dahulu ketika musim akan berganti kekemarau. Pada saat itu banyak permasalahan kesehatan yang kerap kali terjadi.

Bahkan berefek pula pada penghasilan daerah-daerah yang terkena fenomena ini. Namun tak jarang pula fenomena bediding menjadi sangat bermanfaat bagi sebagian kalangan.

Bahkan pada fenomena ini di daerah Dataran Tinggi Dieng terjadi embun es yang dapat menarik para wisatawan dari berbagai daerah. (*)

 

Penulis :  Ajeng Aulia Dewi dan Fairuz Marshanda Mochtar