UU Pers sebagai Roh Regulasi

Sabtu, 11 November 2023 - 08:59:17


Intan Pertiwi, Khanisa Khalimatul Rofikoh, Fadhilatun Nisa Pohan, Satria Galih Samodra
Intan Pertiwi, Khanisa Khalimatul Rofikoh, Fadhilatun Nisa Pohan, Satria Galih Samodra /

Radarjambi.co.id-Penyusunan regulasi publisher rights atau hak penerbit perlu diprioritaskan untuk mendukung ekosistem media berkelanjutan dan jurnalisme berkualitas.

Namun, regulasi berupa peraturan presiden (perpres) ini mesti menempatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai rohnya agar tetap menjaga kemerdekaan pers di Tanah Air.

Pembahasan regulasi publisher rights yang sudah berada di tangan pemerintah masih berlarut-larut.

Alhasil, permintaan Presiden Joko Widodo agar perpres itu rampung dalam waktu satu bulan sejak peringatan Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2023 pun gagal terwujud.

Draf perpres versi pemerintah yang masih diharmonisasikan menuai beberapa catatan.

Draf ini terdiri dari 19 pasal yang mengatur sejumlah ketentuan, di antaranya kerja sama perusahaan platform global dengan perusahaan pers, pembentukan komite, serta pendanaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan tanggung jawab platform digital dalam mendukung jurnalisme berkualitas.

Dalam draf tersebut, UU Pers tidak menjadi konsiderans atau pertimbangan yang mendasari penetapan keputusan.

”Tentu kami berharap itu muncul dalam konsiderans sehingga menjadi roh dari perpres ini. Kehadiran UU 40/1999 sebagai rujukan,” ujar Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers Asmono Wikan, di Jakarta, Senin (17/7/2023) seperti dikutip dari kompas.com.

Substansi regulasi publisher rights itu diharapkan mengedepankan aspek kemandirian digital dan mengawal jurnalisme berkualitas.

Perpres akan menegaskan kehadiran negara dalam melindungi ekosistem media digital. Kerja sama pers dengan platform tetap dibutuhkan.

”Kita berharap perpres ini memberikan keseimbangan lebih obyektif antara peran pers dan upaya mewujudkan praktik bisnis digital berkeadilan,” katanya.

Urgensi

Pengamat media yang juga dosen Akademi Televisi Indonesia (ATVI) Jakarta, Agus Sudibyo, mengatakan, situasi media digital di Indonesia saat ini sangat monopolistik.

Sekitar 80 persen distribusi konten didominasi platform global Google dan Facebook.

Kedua perusahaan itu juga menguasai lebih dari 70 persen iklan digital serta mendominasi penambangan dan pemanfaatan data pengguna.

”Salah satu urgensi dari regulasi publisher rights adalah untuk menciptakan iklim bisnis media yang kondusif,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, disadur dari kompas.com

Menurut Agus, negara harus mengendalikan monopoli itu. Sebab, hal ini telah menciptakan tekanan disrupsi pada media yang berkaitan dengan kepentingan publik dan kualitas demokrasi.

”Kalau ekonomi tidak sustain, sulit mengharapkan fungsi kontrol sosial pada media dalam demokrasi untuk mengontrol kekuasaan,” ujarnya.

Agus menambahkan, dengan kekuatan besar, platform juga perlu diberi tanggung jawab besar untuk memastikan konten yang disebarkan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, tidak memecah belah, dan tidak memuat unsur ujaran kebencian.
Kalau dalam konteks jurnalisme, berarti sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong menyebutkan, pembahasan perpres ”publisher rights” mempertimbangkan masukan berbagai pihak, seperti Dewan Pers dan perusahaan platform digital.

Regulasi ini mengatur tanggung jawab platform digital dalam mewujudkan jurnalisme berkualitas dan bekerja sama dalam hal ekonomi dengan media-media di Indonesia.

”Perpres ini adalah upaya menciptakan lapangan pertandingan yang setara antara platform dan media. Selama ini, platform sangat mendominasi dalam penyaluran konten.

Dengan terbentuknya ekosistem ini, media bisa menghasilkan produk yang berorientasi pada jurnalisme berkualitas,” ujarnya.(*

 

Penulis: Intan Pertiwi, Khanisa Khalimatul Rofikoh, Fadhilatun Nisa Pohan, Satria Galih Samodra Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum,Universitas Ahmad Dahlan..