Radarjambi.co.id-Korupsi bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat sering mendengar maupun melihat kasus tersebut di surat kabar, layar kaca, maupun media sosial lainnya.
Korupsi seolah olah menjadi kebiasaan atau perilaku yang wajar dikalangan oknum tertentu. Saat ini, kasus korupsi semakin marak terjadi dan semakin mengkhawatirkan.
Salah satu kasus yang sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat yaitu kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan Menteri Kementerian komunikasi dan informatika ( kemen KOMINFO ) Johnny G. Plate terkait kasus korupsi pengadaan Base Trabsceiver Station (BTS) 4G yang menyangkut badan aksesibilitas telekomunikasi dan informasi.
Diketahui, Johnny G Plate dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar terkait kasus korupsi BTS Kominfo. Plate juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar.Plate diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Johnny Plate merupakan terdakwa dalam perkara dugaan korupsi proyek penyediaan menara base trabsceiver station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Mantan Menkominfo, Johnny G Plate dituntut hukuman 15 tahun penjara. Jaksa meyakini Plate terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G Kominfo secara bersama-sama dengan terdakwa lain. (Dikutip dari kompas.com)
Kasus yang dilakukan oleh Johnny G. Plate tentu memberikan banyak dampak buruk di segala aspek. Contohnya pada bidang ekonomi yaitu dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, dapat menurunkan investasi.
Dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Johnny G. Plate Negara mengalami kerugian sebesar 8 triliun rupiah. Kerugian ini menyebabkan pembangunan proyek terhambat sehingga masyarakat di daerah 3T mengalami kesulitan dalam mengkases internet. Selain itu, mampu memperlambat pertumbuhan ekonomi di masyarakat dan menurunkan investasi.
Dampak lain yang ditimbulkan oleh Tindakan korupsi adalah menghambat peran Negara dalam pengaturan alokasi dan menghambat negara melakukan pemerataan akses dan asset. Korupsi juga menghambat Negara melakukan pemerataan akses dan asset untuk memperkecil jarak ketimpangan antara pusat dengan daerah terpencil.
Untuk melakukan hal tersebut, pemerintah memerlukan dana yang bessar untuk membangun Infrastruktur yang baik di daerah yang masih mengalami kekurangan.
Jika terjadi korupsi maka bisa jadi anggaran yang tadinya ditujukan untuk melakukan pemerataan justru bisa jadi dialihkan ke program yang lain.
Solusi psikologi yaitu dalam lingkup nilai psikologi pendidikan yaitu dengan meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif korupsi dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini sehingga dapat membentuk nilai-nilai etika yang kuat dan memperkecil kemungkinan perilaku korupsi di masa depan.
Sementara, dalam lingkup nilai psikologi keluarga ialah memberikan pendidikan formal dan non formal yang dapat menanamkan nilai integritas, jujur, dan bertangggung jawab dalam pembentukan karakter.
Sementara itu, lingkup nilai psikologi sosial yaitu mengembangkan program pemberdayaan masyarakat yang melibatkan partisipasi aktif seperti memberikan penyuluhan.
Solusi-solusi psikologi ini merupakan bagian dari pendekatan holistik yang melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu untuk mengatasi masalah korupsi.
Dengan menerapkan pendekatan ini, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang tidak mendukung tumbuhnya perilaku koruptif di masyarakat dan lembaga-lembaga publik maupun swasta.
Pendekatan ini adalah tawaran bagi seluruh Masyarakat Indonesia dan berbagai elemen sehingga dapat menanggulangi masalah korupsi dari akarnya.(*)
Penulis : Chofila Zahra, Mazida Rahma El- Burhany, Dania Bhivatta Sani, Uswatun Hasanah Syam, Retno Zulfa’tin Ni’mah. Mahasiswa UAD Jogya
PetroChina International Jabung Raih Penghargaan Subroto 2024