Pembelajaran Pantun Islami Berbasis Kearifan Lokal

Rabu, 03 Januari 2024 - 16:07:04


/

Radarjambi.co.id-Pantun adalah bentuk puisi paling terkenal dalam sastra Melayu. Pada zaman dahulu, pantun digunakan untuk melengkapi percakapan sehari-hari.

Bahkan, saat ini mayoritas masyarakat pedesaan Melayu masih menggunakannya.

Pantun menjadi salah satu materi pembelajaran dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, baik di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Menengah Atas.

Oleh karena itu, kemampuan menulis pantun harus dimiliki oleh peserta didik.

Menulis pantun tidak semudah yang dibayangkan. Pantun adalah puisi lama yang memiliki banyak aturan.

Ketika ingin menulis pantun, maka penulis harus memperhatikan beberapa hal seperti jumlah suku kata, jumlah larik, sajak, sampiran, dan tentu saja isi dari pantun tersebut. Jumlah suku kata dalam satu larik antara 8 sampai 12.

Pantun terdiri dari empat larik dalam satu bait dan harus berima akhir dengan pola a-b-a-b. Segala bentuk pantun terdiri dari dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran terkadang mempunyai makna simbolis.

Dengan demikian, hadirnya sampiran bukan sekedar pengenalan yang memuat kesamaan bunyi isinya saja, melainkan pengenalan terhadap suatu tema atau persoalan yang disajikan sekaligus.

Pantun memiliki banyak jenis, diantaranya pantun nasihat, kasih sayang, teka-teki, jenaka, kiasan, dan agama. Pantun agama bisa disebut dengan pantun Islami.

Tidak banyak sekolah yang memfokuskan pada pembelajaran pantun Islami, terutama di sekolah negeri. Pantun Islami dapat diimplementasikan dengan kearifan lokal.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menggabungkan nasihat keagamaan dengan topik kearifan lokal.

Implementasi pembelajaran pantun berbasis kearifan lokal dapat dilakukan dengan cara mengaitkan sampiran dengan kearifan lokal dan mengaitkan isi dengan nasihat keagamaan.

Hal tersebut dapat memberikan manfaat pada peserta didik agar mereka lebih mengenal kearifan lokal yang ada di daerahnya.

Selain itu pembelajaran mengenai ilmu keagaamaan akan lebih menyenangkan. Berikut ini contoh pantun islami berbasis kearifan lokal.

Sungguh indah Gunung Merapi
Begitu juga Gunung Merbabu
Kalau kamu ingin kedamaian hati
Bacalah Al-Qur'an setiap waktu


Malioboro begitu ramai
Banyak orang berwisata
Jadilah anak yang pandai
Agar berguna bagi agama

Salah satu cara yang dapat dilakukan agar implementasi pembelajaran pantun berbasis kearifan lokal dapat tercipta yaitu dengan melakukan sinergi.

Hal tersebutlah yang melatarbelakangi tim Pengabdian Universitas Ahmad Dahlan Iis Suwartini bersama mahasiswa melakukan aksi gerakan pelestarian pantun islami berbasis kearifan lokal di TPA Masjid Nur Jannah Sindurejen.

Proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena peserta mengikuti berbagai kegiatan mulai dari pembelajaran materi pantun, pendampingan pembuatan pantun hingga pagelaran pantun.

Para peserta pun sangat antusias untuk mengasah kreativitasnya dalam hal menulis serta menyajikan pantun pada khalayak ramai.

Pagelaran pantun merupakan salah satu cara untuk melestarikan pantun dan mengenalkan kembali kepada khalayak ramai. Agar keberadaannya tidak punah tentu menjadi tanggung jawab berbagai pihak.

Maka dari itu peran dari berbagai lapisan masyarakat perlu ditingkatkan. Dengan begitu, lambat laun pantun dapat hadir di tengah masyarakat dalam berbagai perayaan seperti menyambut hari kemerdekaan, menyambut hari ibu, menyambut Ramadan dan lain sebagainya. (*)

 

 

Penulis : Anis Surya Trisanti, M.Pd.