Radarjambi.co.id-Semua serba baru—tahun baru, semester baru, semangat baru. Lantas, apa yang dapat dimaknai dari pembelajaran ‘paradigma baru’? Apakah konsep tersebut juga dapat dikatakan baru dalam dunia pendidikan?.
Lalu, bagaimana seorang pendidik menyelenggarakan pembelajaran paradigma baru yang menggembirakan bagi peserta didik?
Berbagai pertanyaan di atas, tentu sedikit banyak mewakili benak bapak ibu guru sekalian. Pembelajaran paradigma baru sejatinya bukanlah perihal yang anyar dalam dunia pendidikan.
Lahirnya paradigma baru di Indonesia merupakan jawaban dari tantangan pendidikan abad ke-21, terlebih sejak pandemi Covid-19 yang sangat berdampak pada kompetensi peserta didik.
Akibatnya, muncul kesenjangan tingkat kemampuan pemahaman peserta didik saat pembelajaran kembali berlangsung tatap muka di sekolah.
Oleh karena itu, pembelajaran paradigma baru memandang esensi pembelajaran yang perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dilaksanakan secara berdiferensiasi melalui implementasi kurikulum merdeka (IKM).
Pendekatan Pembelajaran Pada IKM
IKM saat ini memasuki tahun ajaran ketiga diterapkan pada pembelajaran berbagai jenjang. Kurikulum yang lahir dari pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara ini bertumpuan dasar pada pemahaman kemerdekaan dalam belajar oleh setiap anak.
Artinya, pembelajaran bukanlah ihwal bagaimana mencetak generasi secara dogmatik, melainkan mengakomodasi setiap keunikan mereka yang beragam untuk dapat maju berkembang.
Kurikulum merdeka dirancang lebih relevan dan interaktif yang melibatkan partisipasi peserta didik melalui kegiatan pembelajaran yang esensial dan sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Melalui pembelajaran IKM, guru perlu memahami pentingnya menghadirkan pembelajaran yang dapat mengakomodasi kebutuhan belajar berdasarkan karakteristik peserta didik.
Guru perlu merancang strategi pembelajaran yang tepat melalui pengoptimalan media belajar yang mewadahi setiap profil belajar peserta didik. Tidak sebatas itu, guru perlu mempertimbangkan tingkat kemampuan pemahaman peserta didik yang tentu bervariasi di kelas.
Keterbatasan pelaksanaan pembelajaran selama pandemi Covid-19 mau tidak mau diakui sebagai kecacatan yang mengakibatkan turunnya kualitas pendidikan Indonesia.
Ketimpangan kompetensi peserta didik kian terpampang secara nyata, sehingga guru dituntut untuk menyiasatinya sedemikian rupa agar setiap anak merasakan keadilan dalam proses pembelajaran.
Pendekatan teaching at the right level (TaRL) menjadi salah satu pendekatan yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran yang berlangsung secara berdiferensiasi.
Di samping itu, pembelajaran dengan kurikulum merdeka juga dirancang untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Pembelajaran kurikulum merdeka secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual yang erat kaitannya dengan keseharian peserta didik. Perwujudan pembelajaran bermakna dapat dijelmakan melalui aktivitas pembelajaran yang terglokalisasi—mengadopsi isu pemahaman global dengan kearifan lokal setempat.
Paradigma baru pada kurikulum merdeka yang menekankan pada fleksibilitas pembelajaran memungkinkan adanya keberagaman kompetensi antara daerah A dan daerah lainnya.
Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran tanggap budaya atau culturally responsive teaching (CRT) sekiranya dapat dipertimbangkan oleh guru untuk dapat diimplementasikan dalam pembelajaran.
Dengan demikian, kegiatan pembelajaran dapat lebih berkesan karena kontekstual dengan peserta didik dan relevan dengan kebutuhan di masyarakat.
Lalu, bagaimanakah strategi tepat yang dapat dilakukan untuk menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik? Strategi Pembelajaran yang Menggembirakan Strategi yang dapat dilakukan salah satunya dengan mengintegrasikan media sosial dalam pembelajaran.
Dengan karakternya yang memiliki perhatian singkat (short attention), peserta didik cenderung menyukai penyajian informasi melalui media sosial.
Desain UI dan UX yang sederhana serta interaksi antarpengguna yang masif melalui aktivitas komentar dan berbagi menjadikan media sosial sangat populer di berbagai kalangan, tidak terkecuali peserta didik.
Persoalan yang awalnya merupakan tantangan bagi guru, kini mulai bertransformasi menjadi salah satu media yang dapat dioptimalkan pemanfaatannya dalam pembelajaran.
Beberapa guru mulai merambah jangkauannya melalui dunia maya, misalnya melalui konten TikTok, Instagram, YouTube, dan sebagainya. Hal ini secara implisit mampu memberikan pemahaman pembelajaran kepada peserta didik, meskipun tidak berlangsung di dalam ruang kelas.
Lebih lanjut, tantangan yang juga perlu dihadapi guru adalah tingginya minat peserta didik terhadap mobile game. Namun, persoalan ini dapat diatasi dengan menyajikan pembelajaran secara interaktif melalui pemanfaatan gim edukasi—edugame, seperti WordWall, Kahoot, Quizziz, dan sebagainya.
Beragam web gamifikasi menyediakan templat gim yang dapat dikustomisasikan sesuai dengan bentuk asesmen yang diperlukan. Pengemasan yang menyenangkan ini tentu saja dapat memunculkan kembali motivasi belajar peserta didik.
Strategi inilah yang telah saya implementasikan di kelas saat melaksanakan praktik pembelajaran terbimbing pada PPL I PPG Prajabatan UAD.
Praktik baik tersebut berdampak signifikan pada peningkatan minat belajar peserta didik dan mereka antusias mengikuti kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Di samping itu, beragam inovasi pembelajaran juga cukup banyak bermunculan. Pembelajaran dimungkinkan tidak hanya berlangsung di kelas, tetapi juga di mana dan kapan saja. Sumber belajar kini bukan lagi terbatas pada buku teks, melainkan cukup variatif serta disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter lingkungan masing-masing.
Dalam dunia bisnis, mungkin istilah soft-selling cukup lazim didengar. Hal inilah yang juga dapat diterapkan dalam dunia pendidikan oleh guru masa kini melalui taktik gerilya pembelajaran.
Secara tidak langsung, peserta didik dapat mempelajari dan memahami materi pembelajaran melalui beragam media interaktif. Peserta didik juga dapat belajar dari lingkungan di sekitar yang erat berkaitan dengan keseharian mereka.
Dengan demikian, guru tidak perlu ambil pusing kembali dalam mengahadapi peserta didik gen-Z dan alfa. Guru perlu terus kreatif berinovasi dalam beradaptasi dengan setiap perkembangan zaman.
Begitu pula dengan peserta didik; diharapkan mampu memanfaatkan ruang yang diberikan untuk terus mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai kodratnya.
Melalui langkah ini, peserta didik dapat menjadi pribadi generasi emas yang unggul dalam menghadapi tantangan kompleks ke depan, berbekal kemampuan dan potensi yang dimilikinya.(*)
Penulis : Citra Putri Wijayanti
Mahasiswa PPG Prajabatan UAD Tahun 2023 Gel 1 Bidang Bahasa Indonesia
Pengaruh Etika profesi Akuntan Terhadap Penyusunan Laporan Keuangan
Pengaruh Literasi Keuangan Terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada