RADARJAMBI.CO.ID - Sejak tahun 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) mendorong perusahaan dengan aset kecil hingga menengah untuk mendapatkan akses pendanaan dari pasar modal. Perusahaan-perusahaan ‘start-up’ memiliki kesempatan untuk menawarkan saham kepada publik, dan diperjualbelikan di pasar sekunder BEI. BEI menempatkan saham-saham perusahaan ini ke dalam Papan Akselerasi.
Sebelumnya hanya perusahaan publik yang sudah membukukan keuntungan berturut-turut yang bisa tercatat di papan perdagangan BEI. Namun, di Papan Akselerasi, perusahaan yang masih merugi bisa tercatat dan diperdagangkan. Emiten skala kecil menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 53/POJK.04/2017 pasal 1 ayat 2, didefinisikan sebagai emiten yang memiliki aset tidak lebih dari Rp50 miliar. Sementara di pasal berikutnya disebutkan, emiten skala menengah adalah perusahaan yang memiliki aset antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar.
Sejak peraturan ini dikeluarkan semakin banyak perusahaan skala kecil menengah yang masuk ke pasar modal. Jumlah perusahaan yang tercatat di Papan Akselerasi hingga akhir 2023 tercatat sebanyak 40 emiten, naik sejak tahun 2020 sebanyak 5 emiten, lalu berturut-turut menjadi 15 emiten dan 25 emiten di tahun 2021 dan 2022, atau selalu mengalami pertumbuhan jumlah perusahaan yang tercatat setiap tahunnya.
Meski demikian, seperti umumnya performa perusahaan yang baru bertumbuh, kinerja saham perusahaan yang ada di Papan Akselerasi masih mengalami fluktuasi. Berdasarkan data per akhir 2023, sebanyak 85% saham yang ada di Papan Akselerasi mengalami penurunan harga, dibanding harga saham ketika perusahaan ini melaksanakan Initial Public Offering (IPO). Hanya enam emiten yang mengalami kenaikan harga. Dengan rekor tertinggi dibukukan saham dengan kode perdagangan CHIP yang tercatat sejak 8 Februari 2023, naik sebanyak 1.318% dari harga saham IPO Rp160 menjadi Rp2.270 per 29 Desember 2023. Per 28 Februari 2024, saham CHIP ditutup pada harga Rp2.220.
CHIP adalah perusahaan informasi teknologi. Salah satu produk perusahaan adalah smart card dan scratch card yang merupakan produk utama seluler yang memungkinkan setiap orang dapat berkomunikasi dan melakukan koneksi melalui telepon genggam atau perangkat koneksi lainnya. Lima besar saham lain yang mengalami kenaikan harga saham sejak IPO terbesar di Papan Akselerasi adalah saham dengan kode perdagangan IBOS, EURO, LUCY dan PGJO.
Secara umum, 10 saham yang ada di Papan Akselerasi menguasai 70% kapitalisasi pasar dan bobot perhitungan pada indeks ABX. Indeks ABX adalah indeks harga saham Papan Akselerasi yang menggambarkan pergerakan harga saham-saham papan ini. Kinerja Indeks ABX YTD (year to date) 2023 sebesar 34,48%. Jika saham yang IPO pada 2023 tidak diikutsertakan, estimasi kinerja YTD 2023 turun sebesar -15,26%. Artinya saham-saham yang tercatat di tahun 2023 berkontribusi besar pada kenaikan indeks ABX.
Jika dilihat dari kinerja keuangan, sebanyak 78% perusahaan yang tercatat di Papan Akselerasi mengalami peningkatan net income dan 90% perusahaan mengalami peningkatan revenue. Secara rata-rata, fund raising dan market cap saham dalam perhitungan ABX terhadap jumlah emiten setiap tahunnya trennya bervariasi. Namun, RNTH (Rata-Rata Nilai Transaksi Harian) mengalami pertumbuhan. Sepanjang 2023 RNTH di Papan Akselerasi senilai Rp79,7 miliar atau meningkat 77% jika dibanding RNTH di tahun 2022 senilai Rp45,1 miliar.
Papan akselerasi di kawasan ASEAN telah lebih lama diluncurkan dibandingkan ABX yang baru diluncurkan pada 2019. ABX juga menjadi papan akselerasi dengan market cap yang relatif kecil hanya sebesar Rp8 triliun dibandingkan Catalist dari SGX sebesar Rp90,22 triliun, MAI dari SET sebesar Rp178,12 triliun, dan ACE Market dari BM sebesar Rp120,45 triliun.Papan Akselerasi BEI yang paling anak bawang karena baru berdiri tahun 2019 dan hanya sebesar 4,4% dengan kapitalisasi pasar setara US$ 540 juta isbanding total emiten yang tercatat di BEI sebanyak 903 emiten per akhir Desember 2023. Di bursa Singapura, Catalist telah beroperasi sejak 2007 dengan jumlah emitennya sebanyak 208 atau sebesar 33% dari total 635 emiten.
Bursa Efek Thailand bahkan telah membuka papan sejenis dengan nama MAI (Market for Alternative Investment) sejak tahun 1997. Sebanyak 267 emiten tercatat di papan perdagangan MAI atau sebesar 32%dari total 840 emiten di bursa SET (The Stock Exchange of Thailand)
Menarik dicermati, perkembangan perdagangan bursa saham untuk perusahaan kecil menengah (SME/Small Media Entreprise) di dua negara besar di Asia yaitu China dan India, serta Korea. China memiliki dua papan SME dibawah Shenzhen Stock Exchange yaitu SME Board dan ChiNext. SME Board lebih ditujukan untuk UMKM yang berada pada tahap mapan dengan keuntungan yang stabil, sementara ChiNext lebih ditujukan untuk perusahaan inovatif dan startup yang bertumbuh.
India juga memiliki dua bursa saham SME, yaitu Bombay Stock Exchange (BSE) SME dan National Stock Exchange of India (NSE) Emerge. Meskipun pendirian BSE SME dan NSE Emerge hanya terpaut beberapa bulan, namun BSE SME jauh lebih berkembang dengan jumlah emiten dan nilai kapitalisasi pasar yang jauh mengungguli NSE Emerge.
Sementara Korea mengoperasikan dua bursa SME yang dinamakan KOSDAQ dan KONEX. Meskipun pada awalnya dibentuk sebagai papan untuk UMKM, KOSDAQ kini menjadi sumber pendanaan bagi perusahaan berkaliber besar. Sehingga KRX (Korea Stock Exchange) meluncurkan papan baru untuk UMKM yang dinamakan KONEX pada Juli 2013.(*)
OJK Bersama Perbankan Dukung Pengembangan Keuangan Berkelanjutan
Ketentuan Tentang Pelaporan Penyelenggara Fintech Lending, Bp Tapera
KPU Sarolangun Optimalisasikan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024