Di Balik Tagar Jangan Jadi Dosen

Sabtu, 23 Maret 2024 - 09:38:15


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id-Tagar Jangan Jadi Dosen dan Jangan Jadi Guru viral di media sosial belakangan.

Lewat kedua tagar itu, warganet mengunggah slip gaji pertama dosen/guru, yang jumlahnya di bawah upah minimum regional (UMR). Kedua tagar itu mengindikasikan betapa profesi dosen/guru memerlukan kebijakan afirmatif dari banyak pihak, terutama pemerintah.

Selama ini, kebijakan afirmatif pemerintah terhadap dosen/guru dinilai belum maksimal.

Sebagai institusi yang mengurus profesi dosen/guru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI telah melaksanakan berbagai program afirmasi dosen/guru.

Khusus dosen, rutin dilaksanakan program penerimaan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tiap tahun. Melalui program itu, para dosen PTN/PTS dapat berinovasi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Kian Kompetitif

Terkait itu, syarat pengajuan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kian lama kian kompetitif.

Sebagai contoh, program Kolaborasi Penelitian Strategis (Katalis) 2024 mensyaratkan dosen bergelar doktor, jabatan fungsional Lektor, dan memiliki skor SINTA (Science and Technology Index) di atas 100.

Atas syarat itu, tentu tidak semua dosen PTN/PTS dapat memenuhinya. Dengan begitu, peluang pengajuan proposal kian lama kian sedikit.

Menyikapi persoalan di atas, pihak PTN/PTS dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) perlu meresponsnya. Sekadar contoh, pada 2017 lalu penulis mengajukan proposal penelitian kepada LLDIKTI Wilayah V DIY (dulu Kopertis Wilayah V).

Saat itu penulis tidak menerima hibah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari Kemenristekdikti. Alhamdulillah proposal lolos dan didanai, serta diselesaikan tepat waktu.

Selain LLDIKTI, pihak PTN/PTS melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) mengadakan penerimaan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dibandingkan dengan

Kemendikbudristek, syarat pengajuan di lingkup PTN/PTS tentu lebih mudah. Di sini para dosen didorong aktif membuat dan mengajukan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Kelak, dalam pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dosen berinovasi dan mendapatkan tambahan pendapatan (income).

Misalnya, dosen menulis artikel di jurnal terindeks SINTA, kelak pihak LPPM akan memberikan insentif.

Demikian halnya dosen menulis artikel di media massa, kelak pihak Humas PTN/PTS akan memberikan insentif. Dosen perlu proaktif agar mendapatkan tambahan pendapatan, salah satunya ialah dengan menulis.

Peluang menulis bagi dosen PTN/PTS terbuka lebar. Pihak penerbit buku menawarkan kerja sama dengan dosen dalam menulis buku ajar, monografi, buku referensi, dll.

Baik penerbit kampus maupun nonkampus, sama-sama memerlukan naskah dari pihak dosen.

Terkait itu, pihak penerbit akan menawarkan kepada penulis/dosen apakah naskah dihargai dengan sistem royalti atau beli putus. Berdasarkan pengalaman pribadi, penulis pernah merasakan kedua sistem itu.

Passive Income

Terkait itu, ada dua jenis pendapatan, yaitu pendapatan aktif (active income) dan pendapatan pasif (passive income). Pendapatan aktif bagi seorang dosen PTN/PTS diterima tiap bulan berupa gaji pokok, tunjangan mengajar, dll.

Bagi dosen pemula, gajinya per bulan memang sedikit. Apalagi jika belum menerima tunjangan sertifikasi dosen. Bisa jadi inilah titik pangkal dari viralnya tagar Jangan Jadi Dosen di media sosial belakangan.

Berikutnya, pendapatan pasif bagi seorang dosen PTN/PTS saat menerima insentif dari menulis buku, artikel jurnal, artikel koran, menjadi narasumber lokakarya, dll.

Penulis amat mendorong para dosen untuk lebih giat dalam mencari pendapatan pasif guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Peluang mencari pendapatan pasif terbuka lebar, sejauh dosen terkait proaktif. Dengan begitu, tagar itu diubah menjadi jangan jadi dosen jika tidak proaktif, kreatif, dan inovatif.(*)

 

 

Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota PRM Nogotirto