Belajar Abad 21

Selasa, 30 Juli 2024 - 08:40:49


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id-Pro-kontra kebijakan peniadaan jurusan di SMA (KR, 19/7) menarik disimak. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menerapkan kebijakan peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA.

Kebijakan itu diklaim sebagai bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka. Harapannya, agar basis pengetahuan siswa SMA lebih relevan untuk rencana studi lanjut S-1.

Benarkah demikian?
Kebijakan peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sudah diterapkan secara bertahap sejak 2021 lalu.

Khusus di SMA, siswa kelas XI dan XII dapat memilih mata pelajaran secara leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau kariernya.

Dengan begitu, adanya jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA menjadi tidak relevan bagi minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau karier siswa ke depannya.

Kompetensi Abad 21

Hemat penulis, peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA, selain bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka, juga praktik kompetensi belajar abad 21.

Sejumlah referensi menjelaskan, kompetensi abad 21 meliputi kompetensi belajar (learning skills), kompetensi literasi (literacy skills), dan kompetensi hidup (life skills).

Khusus kompetensi belajar, terdapat empat daya, yaitu daya berpikir kritis, daya kreativitas, daya kolaborasi, dan daya komunikasi.

Pertama, daya berpikir kritis. Daya berpikir kritis siswa dapat bertumbuh seiring dengan kemampuan kognitifnya.

Siswa yang masih berpikir terkotak-kotak berdasarkan jurusannya (IPA, IPS, atau Bahasa) akan terkendala dalam berpikir kritis.

Di kelas, siswa diajak berdiskusi perihal masalah sampah di Yogyakarta. Tentu, dalam diskusi itu siswa harus berpikir kritis dan multidisiplin ilmu, seperti biologi, kimia, geografi, sosiologi, antropologi, dan tata negara.
Kedua, daya kreativitas.

Daya kreativitas siswa dapat bertumbuh seiring dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebut, kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta atau daya cipta.

Jadi, daya cipta/kreativitas siswa terasah melalui pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Contohnya, siswa mengikuti lomba karya tulis ilmiah (LKTI), otomatis daya cipta/kreativitasnya terasah dengan baik.

Ketiga, daya kolaborasi. Seperti halnya daya kreativitas, daya kolaborasi siswa dapat bertumbuh seiring dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

Daya kolaborasi siswa terejawantahkan melalui pembelajaran di dalam dan luar kelas. Di dalam kelas, pembelajaran berbasis masalah dan proyek dapat dilakukan secara kolaboratif.

Demikian halnya dengan pembelajaran di luar kelas, baik antarsiswa maupun antara siswa dan guru.

Sekadar contoh, para siswa melaksanakan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah. Tema P5 yang dipilih adalah kearifan lokal Sleman.

Atas pilihan tema itu, para siswa berkolaborasi terkait kearifan lokal Sleman. Ada kreasi olahan salak pondoh, jadah tempe, dan sate kelinci.

Ada pula tari badui, jathilan, dan kuntulan. Ditambah informasi destinasi wisata di Sleman: Museum Gunung Merapi, Candi Prambanan, dan Bukit Klangon.

Belajar Nirbatas

Keempat, daya komunikasi. Seperti dua daya sebelumnya, daya komunikasi siswa dapat bertumbuh seiring dengan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

Daya komunikasi siswa terasah melalui pengetahuan dan pengalaman. Di SMA, siswa didorong aktif berorganisasi dengan harapan memiliki pengetahuan dan pengalaman berinteraksi dengan banyak orang. Misalnya, siswa mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dsb.

Empat daya di atas merupakan kompetensi belajar abad 21. Kompetensi belajar abad 21 cenderung nirbatas, multidisiplin, dan kompleksitas.

Dengan kondisi itu, wajarlah peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA menjadi relevan. Untuk itu, pihak SMA perlu mendorong para guru dan siswa memiliki kompetensi abad 21, tak terkecuali kompetensi belajarnya.

Dengan begitu, penulis yakin, basis pengetahuan siswa bertambah baik.
Kelak, basis pengetahuan siswa yang baik didukung dengan basis pengetahuan guru yang baik pula.

Dampaknya kelak siswa menjadi lebih siap berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif saat menempuh studi lanjut S-1 atau kariernya.

Seperti nubuat Albert Einstein, belajar dari kemarin, hidup untuk sekarang, berharap untuk besok. Hal yang paling penting adalah jangan berhenti bertanya. Dari bertanya, kita dapat belajar banyak ilmu.(*)

 

 

Penulis: Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI FKIP UAD; Mahasiswa S-3